Pihak Pemerintah Aceh menolak menerima dokumen Qanun Pemilukada 2011 yang diantarkan anggota DPRA, Selasa (5/7). Dokumen tersebut akhirnya hanya dititipkan pada Kabag Tata Usaha Setda Aceh.
Ketua Komisi A DPRA Adnan Beuransyah menitipkan berkas Qanun Pilkada Aceh kepada Kabag Tata Usaha Setda Aceh Zainuddin, Selasa (5/7). Sementara petinggi Pemerintah Aceh lainnya menolak menerima dokumen tersebut.(HARIAN ACEH/JUNAIDI HANAFIAH)
Penolakan itu karena rancangan qanun yang disetujui DPRA itu tidak mengakomodir calon perseorangan. Di beberapa kesempatan sebelumnya, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf juga tegas menolak bahkan mengharamkan Rancangan Qanun Pemilukada 2011 mampir ke meja kerjanya.
Penolakan itu karena rancangan qanun yang disetujui DPRA itu tidak mengakomodir calon perseorangan. Di beberapa kesempatan sebelumnya, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf juga tegas menolak bahkan mengharamkan Rancangan Qanun Pemilukada 2011 mampir ke meja kerjanya.
Qanun Pemilukada 2011 versi DPRA yang terbungkus amplop disertai surat pengantar resmi dari lembaga legislatif Aceh diantar lima anggota DPRA. Mereka yakni Adnan Beuransyah, Abdullah Saleh, Ridwan Abubakar, Ramli Sulaiman, dan Nasruddin, yang semua dari Fraksi Partai Aceh.
Dokumen tersebut hanya diserahkan kepada Kabag Tata Usaha Setda Aceh Zainuddin meski di sana hadir Asisten I Setda Aceh Marwan Sufi dan Kepala Biro Hukum dan Humas Setda Aceh Makmur Ibrahim. Amatan Harian Aceh, tiga pejabat Pemerintah Aceh itu sempat terlibat percakapan serius dalam ruang tertutup, sebelum akhirnya menerima kunjungan lima anggota dewan itu.
Di hadapan mereka, Adnan Beuransyah mengatakan pihaknya menyadari bahwa masih ada pasal yang menjadi kontroversi antara pemerintah dan DPRA, khususnya soal jalur independen. Begitupun, lanjut dia, setelah melalui mekanisme demokrasi, akhirnya diputuskan bahwa qanun disahkan tanpa jalur perseorangan. “Karena itu, kami mengantarnya untuk diundangkan dalam lembaran daerah,” katanya.
Sayangnya, Makmur Ibrahim menolak menerima dokumen qanun tersebut. Persis seperti yang sering disampaikan pimpinannya, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Makmur mengatakan pemerintah hanya bisa menerima dua qanun dari tiga qanun yang dibahas bersama, yaitu Qanun Rumah Sakit Ibu dan Anak serta Qanun Lingkungan hidup. “Qanun Pemilukada, tidak bisa kami terima sebab belum ada kesepakatan bersama,” kata Makmur Ibrahim.
Makmur menjelaskan, penolakan berdasarkan pasal 42 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Perundang-Undangan, pasal 232 ayat 1 UUPA, serta pasal 129 Peraturan Tata tertib DPR yang menyatakan setiap qanun harus ada persetujuan bersama untuk bisa diundangkan. “Soal voting yang dilakukan, itu hanya mekanisme di DPRA. Tapi Gubernur Aceh sudah berketetapan tidak mungkin mengundangkan qanun pemilukada tersebut,” katanya.
Menanggapi hal itu, Abdullah Saleh mengatakan diantarnya Qanun Pemilukada 2011 tersebut hanya bersifat penyerahan. Soal jawaban apakah nanti akan diundangkan atau tidak, bisa menyusul kemudian.
Sebelumnya kepada wartawan, Abdullah Saleh juga mengatakan sekalipun selama ini gubernur belum memberi dukungan, DPRA berharap Irwandi bisa berpikir kembali. “Ini demi kemaslahatan semua rakyat Aceh,” katanya.
Abdullah Saleh mengatakan pihaknya berharap qanun tersebut bisa ditandatangani secepatnya. “Kami tidak dalam kapasitas mendesak. Kami juga belum menentukan sikap ke depan apabila memang nanti qanun ini tak ditandatangani oleh gubernur,” katanya.
Sementara itu, di beberapa kesempatan, Gubernur Aceh kerap menyatakan sikap bahwa Qanun Pemilukada 2011 tersebut masih berstatus rancangan qanun. Ini karena belum tercapainya kesepakatan antara eksekutif dan legislatif. Pada Kamis (30/6), misalnya, Irwandi tegas mengatakan rancangan qanun tersebut haram dibawa ke meja kerjanya.(dad)
Sumber : Harian Aceh