tag:blogger.com,1999:blog-20208049525998040662024-03-13T14:59:59.954-07:00ACEHAceh seindah lukisan dalam sejarah sepanjang abad<br>
Aceh as beautiful as a painting in history throughout the centuries
KUMPULAN SEJARAH ACEH DARI MASA KE MASASang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.comBlogger282125tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-73216151255915410972013-11-10T03:01:00.000-08:002013-11-10T03:06:27.405-08:00Cap Sikeureung Sultan Aceh yang terakhir.Setiap Sultan atau Sultanah (Ratu) yang memerintah di Aceh selalu
menggunakan sebuah Cap resmi kesultanannya, yang didalam bahasa Aceh
disebut Cab Sikureung (Cap Sembilan). Pemberian nama ini didasarkan
kepada bentuk stempel itu sendiri yang mencantumkan nama sembilan orang
Sultan dan nama Sultan yang sedang memerintah itu sendiri terdapat di
tengah-tengah.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-EVdc00khouA/Un9nwoxZXnI/AAAAAAAACbk/b9mS5dw26vc/s1600/CaP+SieKeuReuNG++MaSa+SuLTHaN+MuHaMMaD+DauD+SYaH+1879-1903.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://2.bp.blogspot.com/-EVdc00khouA/Un9nwoxZXnI/AAAAAAAACbk/b9mS5dw26vc/s320/CaP+SieKeuReuNG++MaSa+SuLTHaN+MuHaMMaD+DauD+SYaH+1879-1903.jpg" width="256" /></a></div>
<br />
<br />
Cap Sikureung (Kulit luar) bermakna 9 Sultan :<br />
<br />
<strong>1. Paling Atas</strong><br />
Sultan Ahmad Syah, yakni Raja pertama Dinasti Aceh-Bugis yang terakhir,
1723-1735, adalah Sultan yang ke-XX, sebelum tahun 1723 disebut dengan
gelar Maharadja Lela (Melayu)<br /><span class="fullpost">
<strong>2. Kanan Atas</strong><br />
Sultan Djauhan Syah, yakni Putera Raja sebelumnya, 1735-1760, adalah Sultan ke-XXI, bergelar Raja Muda<br />
<strong>3. Paling Kanan</strong><br />
Sultan Mahmud Syah, yakni Muhammad atau Mahmoud Syah I, Cucu Sultan Ahmad Syah, 1760-1763, adalah Sultan ke-XXII<br />
<strong>4. Kanan Bawah</strong><br />
Sultan Djauhar 'Alam, yakni Cicit laki-laki Sultan Ahmad Syah, 1795-1824, adalah Sultan ke-XXVII<br />
<strong>5. Paling Bawah</strong><br />
Sultan Manshur Syah, yakni Putera Djauhar Alam, sekitar 1857-1870, adalah Sultan ke-XXVIII<br />
<strong>6. Kiri Bawah</strong><br />
Sultan Said-al-Mukamal, yakni Alauddin al-Qahhar, 1530-1557, adalah Sultan Aceh ke-III<br />
<strong>7. Paling Kiri</strong><br />
Sultan Meukuta Alam, yakni Sultan Iskandar Muda, 1607-1636, adalah Sultan Aceh ke-XI<br />
<strong>8. Kiri Atas</strong><br />
Sultan Tadjul 'Alam, yakni Ratu Safiatuddin, Sultan wanita pertama
Aceh, 1641-1675, adalah Sultan ke-XIII (Puteri Iskandar Muda)<br />
<strong>9. Tengah</strong><br />
Waffaa-Allah Paduka Seri Sultan Alauddin muhammad Daud Syah Djohan
Berdaulat zil-Allah fil'Alam, yakni adalah Sultan Muhammad Daud Syah,
1879-1903, Sultan Aceh yang terakhir.<br />
<br />
Pada Segel-segel Sultan Aceh, tiga tempat diperuntukkan kepada
raja-raja yang memerintah dari dinasti sebelumnya. Lima tempat
diperuntukkan pada Raja-raja keluarga sendiri, dan yang satu dari yang 5
adalah raja pendiri dan dinastinya. Dan yang terletak di tengah-tengah
yaitu Sultan atau Sultanah (Ratu) yang sedang memerintah. (Penjelasan
Cap Sikureung ini berdasarkan stempel terakhir milik Kerajaan Aceh).<br />
<br />
Sumber : <a href="http://dpr-aceh.atjehpost.com/">DPR Aceh</a><br />
</span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com19tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-72362201386132729632013-11-09T21:51:00.002-08:002013-11-09T21:54:57.194-08:00Puteri Lindung Bulan Dari Kerajaan Benua Tamiang<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Puteri Lindung Bulan yang juga disebut Puteri Sri Kandee
Negeri adalah puteri Raja Muda Sedia yang memerintah <a href="http://acehdalamsejarah.blogspot.com/2009/10/kerajaan-benua-tamiang-aceh.html">Negeri Benua Tamieng</a>
(negara bagian dari <a href="http://acehdalamsejarah.blogspot.com/search/label/Kerajaan%20Islam%20Perlak">Kerajaan Islam Perlak</a>) dalam tahun 735 - 800 H (1353 - 1398
M). Sekalipun tidak memegang salah satu jabatan dalam pemerintahan, namun di
belakang layar, Puteri Lindung Bulan telah membantu ayahnya dalam berbagai
urusan kerajaan, yang pada hakekatnya adalah sebagai Perdana Menteri dalam
pekerjaannya. Ketika angkatan perang Majapahit di bawah pimpinan Patih Nala
telah menduduki Pulau Kampey pada tahun 779 H (1377 M), lalu mengirim utusan
kepada Raja Muda Sedia di kota Masmani untuk meminta agar Negeri Benua Tamieng
tunduk kepada Kerajaan Majapahit dan Puteri Lindung Bulan diserahkan kepada
Raja Hayam Wuruk sebagai persembahan.<o:p></o:p></div><span class="fullpost">
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sebagai seorang muslim Raja Muda Sedia menolak permintaan
itu, dan sebagai seorang muslimat sudah tentu Puteri Lindung Bulan tidak mau
diserahkan kepada Raja Majapahit yang "bukan Islam". Akibatnya Patih
Nala menyerang Negeri Benua Tamieng dimana terjadi pertempuran yang hebat di
kota Masmani yang dipertahankan oleh tentara Benua di bawah pimpinan Lakseumana
Kantom Mano.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kota Masmani direbut, Raja Muda Sedia dan permaisurinya
melarikan diri ke kota Peunaron, namun Puteri Lindung Bulan membiarkan diri
ditawan oleh Patih Nala dengan tujuan hanya sebagai suatu siasat. Dengan suatu
tipu daya dari Puteri Lindung Bulan, maka beberapa waktu kemudian angkatan
perang Negeri Benua dapat merebut kembali kota Masmani yang telah hancur, dan
Puteri Lindung Bulan dibebaskan, setelah serangan tiba-tiba tengah malam yang
dilakukan oleh Lakseumana Kantom Mano. Karena kecewa tidak dapat menaklukkan
Negeri Benua dan menyerahkan Puteri Lindung Bulan sebagai persembahan kepada
Prabu Hayam Wuruk, maka Patih Nala melanjutkan perang perluasan kerajan
Majapahit ke wilayah kerajaan Islam Perlak dan Samudera Pasai. Namun sementara
itu terdengar berita bahwa Prabu Hayam Wuruk meninggal dunia, semangat perang
Patih Nala menjadi patah, dan dengan tergesa-gesa ia menarik angkatan perangnya
dari Perlak dan Pasai untuk kembali ke Majapahit.<br />
<br />
Sumber : <a href="http://meukeutop.blogspot.com/">Meukeutop - Aceh on history and culture</a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<o:p></o:p></div>
</span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-17853628741113479752013-11-09T03:58:00.001-08:002013-11-09T04:02:58.153-08:00Rencong Aceh Kenangan abadi Sampai Kiamat<div class="MsoNormal">
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
(Menkertrans RI), Muhaimin Iskandar, mengaku bangga menjadi tamu kehormatan
dalam rangkaian memperingati HUT Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh ke 14. Bahkan,
Muhaimin mengaku dengan pemberian sebilah rencong oleh Bupati Bireuen, Ruslan M
Daud, rencong tersebut akan ia simpan dan menjadi kenangan abadi sampai
kiamat."Rencong ini akan menjadi kenangan abadi saya sampai kiamat,"
ujar Muhaimin, Kamis (7/11) saat memberi 'sekapur sirih', disambut tepuk
tangan, usai penyambutan dengan semarak dengan bendera Merah Putih yang
dilambaikan para pelajar Bireuen disepanjang jalan menuju Meuligoe Bireuen, dan
prosesi adat.<span class="fullpost"><br />
<br />
Kehadiran Muhaimin, yang didampingi oleh Roma Irama, ia sampaikan dalam rangka
Kunjungan Kerja (Kungker) dan Tabligh Akbar Roma Irama, dan menyambung kerja
sama membangun Aceh serta senantiansa terus berusaha agar pembangunan yang
dilaksanakan di Aceh akan diselenggarakan dengan sebaik-baiknya."Kehadiran
Kungker ini lengkap. Selain didampingi Roma Irama, juga seluruh Dirjen, untuk
melihat lebih jauh, apakah pembangunan yang kita lakukan dan Sumber Daya
Manusia yang kita miliki siap mengarungi semua tantangan," katanya. Dalam
Kungker ini, turut dihadiri Wakil Ketul MPR IR, Farhan Hamid, beserta pejabat
teras setempat.<br />
<br />
Sebelumnya, Menakertrans RI, dan Roma Irama serta Farhan Hamid, tiba di Bandara
Malikussaleh Lhokseumawe, sekira pukul 13.00 Wib. Turun dari pesawat, mereka
telah disambut dengan tarian tradisional Aceh. Begitu pula tiba di Meuligoe
Bireuen, Muhaimin Iskandar dan Roma Irama turut 'nyawer' kepada penari. Bupati
Bireuen, Ruslan M Daud, dalam laporannya mengatakan, Kabupaten yang ia pimpin
lahir pada 12 Oktober 1999. Di usia yang ke 14 ini, kata Ruslan, Kota Juang itu
akan terus berbenah diri mensehjaterakan rakyat.<br />
<br />
Sementara, salah seorang warga Bireuen, Endri, kepada Rakyat Aceh mengaku
senang dengan kehadiran Roma Irama. "Saya masih ingat, tahun 1976, saat
saya masih kecil, Roma Irama sudah pernah datang ke Bireuen dan konser di
stadion Cut Gapu. Semua lagu ia nyanyikan, termasuk lagu Begadang Jangan
Begadang," katanya antusias, dan berharap dapat berfose bersama dengan
Raja Dangdut itu. Begitu pula sejumlah warga, rela berdiri diluar pagar demi
melihat kehadiran Pejabat Teras RI tersebut dan Raja Dangdut Indonesia.<br />
<br />
Sumber : <a href="http://www.rakyataceh.com/index.php?open=view&newsid=35090&tit=Berita%20Utama%20-%20Menkertrans%20:%20Rencong%20Kenangan%20Sampai%20Kiamat">Rakyat Aceh</a> Bireuen 8 November 2013</div>
</span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-46634096837082033932013-11-09T03:33:00.000-08:002013-11-09T03:36:12.812-08:00HoTeL BeRBiNTaNG 4 Di BaNDa aCeH<div id="stcpDiv" style="left: -1988px; position: absolute; top: -1999px;">
<br />
<br />
<li>Grand Nanggroe Hotel: Jl. Tgk. Imum Lueng Bata, Banda Aceh. Phone: +62 651 35788 & 35779. Website: <a href="http://www.grandnanggroehotel.com/" target="_blank">www.grandnanggroehotel.com</a> | Email: <a href="mailto:reserv@grandnanggroehotel.com">reserv@grandnanggroehotel.com</a></li>
<li>Griya Indah Pratama Hotel Jl. Taman Makam Pahlawan II No. 2 Peuniti. Phone: +62 651 21056</li>
<li>Hermes Palace Hotel:Jl. T.Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Phone: +62 651 755 5888. Website : <a href="http://www.hermespalacehotel.com/">http://www.hermespalacehotel.com</a> | e-mail : info@hermespalacehotel.com</li>
<li>Hotel Cakra Donya: Jl. Khairil Anwar. Phone: +62 651 33623, 33203, 23735</li>
<li>Hotel Kartika: Jl. Nyak Adam Kamil IV No.1. Phone: +62 651 31205, 23629, 44202, 32029</li>
<li>Hotel Kuala Raja: Jl. T. Nyak Arif (Depan Rumah Sakit Zainal Abidin). Phone: +62 651 29687, 536033</li>
<li>Hotel Madinah: Jln. Tgk. H. M. Daud Beureueh Lampriet Kel. Bandar Baru Kec. Kuta Alam Banda Aceh</li>
<li>Hotel Madinah: Jln. T Daud Beureueh, Banda Aceh. Phone: +62 651 21415 & 21416</li>
<li>Hotel Lading<strong>: </strong>J1. Cut Meutia No.19 Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 638321 & 635123. Website: <a href="http://www.ladinghotelaceh.com/" target="_blank">http://www.ladinghotelaceh.com</a> | E-mail. <a href="mailto:hotel.lading@gmail.com">hotel.lading@gmail.com</a></li>
<li>Hotel Medan: Jalan Ahmad Yani No. 17 Peunayong, Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 21501</li>
<li>Hotel Palembang: Jl. Chairil Anwar No. 49. Phone: +62 651 22044</li>
<li>Hotel Parapat: Jl. Jend. Ahmad Yani No. 19. Phone: +62 651 22159</li>
<li>Hotel Paviliun Seulawah: Jl. Prof. A. Madjid Ibrahim Ii No. 3. Phone: +62 651 22788 – 22872</li>
<li>Hotel Rajawali: Jl. Sisingamangaraja No. 213 Banda Aceh. Phone: (0651) 23039, 32618, 7428482</li>
<li>Hotel Rasa Mala Indah Jl. Teuku Umar No. 257 Seutui Banda Aceh. Phone: +62 651 41983</li>
<li>Hotel Siwah: Jl. Twk. Muhammad Daudsyah No.18 – 20 Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 21126 – 21128</li>
<li>Hotel 61: Jl. Tengku Panglima Polem No. 28, Peunayong – Banda Aceh. Phone: +62 651 638866. Website: <a href="http://hotel61.co.id/front.php">http://hotel61.co.id/front.php</a> | Email: <a href="mailto:reservation@hotel61.co.id">reservation@hotel61.co.id</a> | YM ID: <a href="mailto:hotel61_aceh@yahoo.com">hotel61_aceh@yahoo.com</a></li>
<li>Hotel Sultan: Jl. Sultan Hotel No.1, Peunayong. Phone: +62 651 22469, 31770</li>
<li>Hotel Taman Tepi Laut: Jl. Banda Aceh-Meulaboh Km 17,55 Lhoknga. Phone: +62 651 44203, 21501</li>
<li>Hotel Wisata : Jl. Jend. A. Yani No. 19-21 Banda Aceh. Phone: +62 651 21834</li>
<li>Hotel UKM : Jln. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 71 Banda Aceh. . Phone: +62 651 28284</li>
<li>Sultan Hotel: Jalan Hotel Sultan No. 1 Jalan Jend. A. Yani No. 17, Banda Aceh 23122.</li>
<li>The Padé Hotel: Jl. Soekarno Hatta No. 1, Desa Daroy Kameu, Kecamatan Kameu, NAD. Phone: +62 651 49999. Website: <a href="http://www.thepade.com/" target="_blank">http://www.thepade.com</a> | E-mail: <a href="mailto:info@thepade.com">info@thepade.com</a></li>
<li>Oasis Atjeh Hotel: Jln Tengku Imuem Lueng Bata No 115 Banda Aceh 23247. Phone: +62 651 636 999 · Website : <a href="http://www.oasisatjehotel.com/" target="_blank">www.oasisatjehotel.com</a> | Email: <a href="mailto:marketing@oasisatjehotel.com">marketing@oasisatjehotel.com</a></li>
<li>Wisma Daka: Jl. Mujair No. 11 Lampriet Kel. Bandar Baru, Kec. Kuta Alam Banda Aceh. Telp. +62 651 – 22280</li>
<li>Wisma Diana: Jl. T. Hamzah Bendahara Kuta Alam. Phone: +62 651 636634</li>
<li>Wisma Anggrek: Jl. P. Nyak Makam no 31-32. Phone: +62 651 7551549.</li>
- See more at: http://ndahsaja.com/?p=514#sthash.q1tytkKe.dpuf</div>
<div>
<span class="fullpost"></span><br />
<div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-Gw0L-OJPqkM/Un4b8bXfCJI/AAAAAAAACac/-lldbLcCNGo/s1600/HeRMeS+PaLaCe+HoTeL.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-Gw0L-OJPqkM/Un4b8bXfCJI/AAAAAAAACac/-lldbLcCNGo/s1600/HeRMeS+PaLaCe+HoTeL.jpg" /></a></div>
<br /></div>
<div>
<div>
<div>
<i>NaMa HoTe</i>L : <b>HeRMeS PaLaCe HoTeL </b><i><span style="font-size: x-small;">( BiNTaNG 4 )</span></i></div>
<div>
<i>aLaMaT</i> : JaLaN PaNGLiMa NYaK MaKaM,BaNDa aCeH</div>
<div>
<i>TeLePoN</i> :: +62 651 755 5888</div>
<div>
<i>WeBSiTe</i> : <a href="http://www.hermespalacehotel.com/">http://www.hermespalacehotel.com</a></div>
<div>
<i>eMaiL</i> : info@hermespalacehotel.com</div>
</div>
<div>
<div>
<i>JuMLaH KaMaR/RooM</i> : 159 ( 2 PReSiDeNTiaL SuiTe,8 eXeCuTiVe SuiTe, 20 JuNioR SuiTe, 12 GRaND DeLuXe,117 DeLuXe RooM )</div>
<div>
<span style="font-size: x-small;">PReSiDeNTiaL SuiTe : RP 2.914.980,-</span></div>
<div>
<span style="font-size: x-small;">eXeCuTiVe SuiTe : RP 1.577.270,-</span></div>
<div>
<span style="font-size: x-small;">JuNioR SuiTe : RP 1.157.970,-</span></div>
<div>
<span style="font-size: x-small;">GRaND DeLuXe : RP 898.425,-</span></div>
<div>
<span style="font-size: x-small;">DeLuXe RooM : RP 758.670,-</span><br />
<span style="font-size: x-small;"><br /></span>
<span style="font-size: x-small;"><br /></span>
<span style="font-size: x-small;"><br /></span></div>
</div>
</div>
<div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-HNttSPtni4A/Un4cUy327eI/AAAAAAAACas/GymRlqgjZGo/s1600/GRaND+NaNGGRoe+HoTeL.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="226" src="http://4.bp.blogspot.com/-HNttSPtni4A/Un4cUy327eI/AAAAAAAACas/GymRlqgjZGo/s320/GRaND+NaNGGRoe+HoTeL.jpg" width="320" /></a></div>
<br /></div>
<div>
<i>NaMa HoTeL</i> : <b>GRaND NaNGGRoe HoTeL </b><i><span style="font-size: x-small;">( BiNTaNG 4 )</span></i></div>
<div>
<i>aLaMaT</i> : JaLaN TGK. iMaM LueNG BaTa, BaNDa aCeH</div>
<div>
<i>TeLePoN</i> :: +62 651 35788 & 35779</div>
<div>
<i>WeBSiTe</i> : <a href="http://www.grandnanggroehotel.com/" target="_blank">www.grandnanggroehotel.com</a> </div>
<div>
<i>eMaiL</i> : <a href="mailto:reserv@grandnanggroehotel.com">reserv@grandnanggroehotel.com</a></div>
<div>
<div>
<i>JuMLaH KaMaR</i> : 82 ( 3 SuiTe RooM,15 RooM GRaND DeLuXe,64 DeLuXe RooM )</div>
<div>
<span style="font-size: x-small;">SuiTe RooM : RP 1.785.960,-</span></div>
<div>
<span style="font-size: x-small;">RooM GRaND DeLuXe : RP 892.980,-</span></div>
<div>
<span style="font-size: x-small;">DeLuXe RooM : RP 637.428,-</span></div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div>
<div>
<div>
<br /></div>
</div>
</div>
</div>
<div>
<div id="stcpDiv" style="left: -1988px; position: absolute; top: -1999px;">
The Padé Hotel: Jl. Soekarno Hatta No. 1, Desa Daroy Kameu, Kecamatan Kameu, NAD. Phone: +62 651 49999. Website: <a href="http://www.thepade.com/" target="_blank">http://www.thepade.com</a> | E-mail: <a href="mailto:info@thepade.com">info@thepade.com</a> - See more at: http://ndahsaja.com/?p=514#sthash.q1tytkKe.dpuf</div>
</div>
<div>
<div id="stcpDiv" style="left: -1988px; position: absolute; top: -1999px;">
Hermes
Palace Hotel:Jl. T.Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Phone: +62 651 755
5888. Website : http://www.hermespalacehotel.com | e-mail :
info@hermespalacehotel.com</div>
</div>
<div>
<div id="stcpDiv" style="left: -1988px; position: absolute; top: -1999px;">
Hermes
Palace Hotel:Jl. T.Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Phone: +62 651 755
5888. Website : http://www.hermespalacehotel.com | e-mail :
info@hermespalacehotel.com</div>
</div>
<div>
<div id="stcpDiv" style="left: -1988px; position: absolute; top: -1999px;">
Hermes
Palace Hotel:Jl. T.Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Phone: +62 651 755
5888. Website : http://www.hermespalacehotel.com | e-mail :
info@hermespalacehotel.com</div>
</div>
<div>
<div id="stcpDiv" style="left: -1988px; position: absolute; top: -1999px;">
Hermes
Palace Hotel:Jl. T.Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Phone: +62 651 755
5888. Website : http://www.hermespalacehotel.com | e-mail :
info@hermespalacehotel.com</div>
</div>
<div id="stcpDiv" style="left: -1988px; position: absolute; top: -1999px;">
<br />
<br />
<li>Grand Nanggroe Hotel: Jl. Tgk. Imum Lueng Bata, Banda Aceh. Phone: +62 651 35788 & 35779. Website: <a href="http://www.grandnanggroehotel.com/" target="_blank">www.grandnanggroehotel.com</a> | Email: <a href="mailto:reserv@grandnanggroehotel.com">reserv@grandnanggroehotel.com</a></li>
<li>Griya Indah Pratama Hotel Jl. Taman Makam Pahlawan II No. 2 Peuniti. Phone: +62 651 21056</li>
<li>Hermes Palace Hotel:Jl. T.Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Phone: +62 651 755 5888. Website : <a href="http://www.hermespalacehotel.com/">http://www.hermespalacehotel.com</a> | e-mail : info@hermespalacehotel.com</li>
<li>Hotel Cakra Donya: Jl. Khairil Anwar. Phone: +62 651 33623, 33203, 23735</li>
<li>Hotel Kartika: Jl. Nyak Adam Kamil IV No.1. Phone: +62 651 31205, 23629, 44202, 32029</li>
<li>Hotel Kuala Raja: Jl. T. Nyak Arif (Depan Rumah Sakit Zainal Abidin). Phone: +62 651 29687, 536033</li>
<li>Hotel Madinah: Jln. Tgk. H. M. Daud Beureueh Lampriet Kel. Bandar Baru Kec. Kuta Alam Banda Aceh</li>
<li>Hotel Madinah: Jln. T Daud Beureueh, Banda Aceh. Phone: +62 651 21415 & 21416</li>
<li>Hotel Lading<strong>: </strong>J1. Cut Meutia No.19 Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 638321 & 635123. Website: <a href="http://www.ladinghotelaceh.com/" target="_blank">http://www.ladinghotelaceh.com</a> | E-mail. <a href="mailto:hotel.lading@gmail.com">hotel.lading@gmail.com</a></li>
<li>Hotel Medan: Jalan Ahmad Yani No. 17 Peunayong, Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 21501</li>
<li>Hotel Palembang: Jl. Chairil Anwar No. 49. Phone: +62 651 22044</li>
<li>Hotel Parapat: Jl. Jend. Ahmad Yani No. 19. Phone: +62 651 22159</li>
<li>Hotel Paviliun Seulawah: Jl. Prof. A. Madjid Ibrahim Ii No. 3. Phone: +62 651 22788 – 22872</li>
<li>Hotel Rajawali: Jl. Sisingamangaraja No. 213 Banda Aceh. Phone: (0651) 23039, 32618, 7428482</li>
<li>Hotel Rasa Mala Indah Jl. Teuku Umar No. 257 Seutui Banda Aceh. Phone: +62 651 41983</li>
<li>Hotel Siwah: Jl. Twk. Muhammad Daudsyah No.18 – 20 Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 21126 – 21128</li>
<li>Hotel 61: Jl. Tengku Panglima Polem No. 28, Peunayong – Banda Aceh. Phone: +62 651 638866. Website: <a href="http://hotel61.co.id/front.php">http://hotel61.co.id/front.php</a> | Email: <a href="mailto:reservation@hotel61.co.id">reservation@hotel61.co.id</a> | YM ID: <a href="mailto:hotel61_aceh@yahoo.com">hotel61_aceh@yahoo.com</a></li>
<li>Hotel Sultan: Jl. Sultan Hotel No.1, Peunayong. Phone: +62 651 22469, 31770</li>
<li>Hotel Taman Tepi Laut: Jl. Banda Aceh-Meulaboh Km 17,55 Lhoknga. Phone: +62 651 44203, 21501</li>
<li>Hotel Wisata : Jl. Jend. A. Yani No. 19-21 Banda Aceh. Phone: +62 651 21834</li>
<li>Hotel UKM : Jln. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 71 Banda Aceh. . Phone: +62 651 28284</li>
<li>Sultan Hotel: Jalan Hotel Sultan No. 1 Jalan Jend. A. Yani No. 17, Banda Aceh 23122.</li>
<li>The Padé Hotel: Jl. Soekarno Hatta No. 1, Desa Daroy Kameu, Kecamatan Kameu, NAD. Phone: +62 651 49999. Website: <a href="http://www.thepade.com/" target="_blank">http://www.thepade.com</a> | E-mail: <a href="mailto:info@thepade.com">info@thepade.com</a></li>
<li>Oasis Atjeh Hotel: Jln Tengku Imuem Lueng Bata No 115 Banda Aceh 23247. Phone: +62 651 636 999 · Website : <a href="http://www.oasisatjehotel.com/" target="_blank">www.oasisatjehotel.com</a> | Email: <a href="mailto:marketing@oasisatjehotel.com">marketing@oasisatjehotel.com</a></li>
<li>Wisma Daka: Jl. Mujair No. 11 Lampriet Kel. Bandar Baru, Kec. Kuta Alam Banda Aceh. Telp. +62 651 – 22280</li>
<li>Wisma Diana: Jl. T. Hamzah Bendahara Kuta Alam. Phone: +62 651 636634</li>
<li>Wisma Anggrek: Jl. P. Nyak Makam no 31-32. Phone: +62 651 7551549.</li>
- See more at: http://ndahsaja.com/?p=514#sthash.q1tytkKe.dpuf</div>
<div id="stcpDiv" style="left: -1988px; position: absolute; top: -1999px;">
<br />
<br />
<li>Grand Nanggroe Hotel: Jl. Tgk. Imum Lueng Bata, Banda Aceh. Phone: +62 651 35788 & 35779. Website: <a href="http://www.grandnanggroehotel.com/" target="_blank">www.grandnanggroehotel.com</a> | Email: <a href="mailto:reserv@grandnanggroehotel.com">reserv@grandnanggroehotel.com</a></li>
<li>Griya Indah Pratama Hotel Jl. Taman Makam Pahlawan II No. 2 Peuniti. Phone: +62 651 21056</li>
<li>Hermes Palace Hotel:Jl. T.Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Phone: +62 651 755 5888. Website : <a href="http://www.hermespalacehotel.com/">http://www.hermespalacehotel.com</a> | e-mail : info@hermespalacehotel.com</li>
<li>Hotel Cakra Donya: Jl. Khairil Anwar. Phone: +62 651 33623, 33203, 23735</li>
<li>Hotel Kartika: Jl. Nyak Adam Kamil IV No.1. Phone: +62 651 31205, 23629, 44202, 32029</li>
<li>Hotel Kuala Raja: Jl. T. Nyak Arif (Depan Rumah Sakit Zainal Abidin). Phone: +62 651 29687, 536033</li>
<li>Hotel Madinah: Jln. Tgk. H. M. Daud Beureueh Lampriet Kel. Bandar Baru Kec. Kuta Alam Banda Aceh</li>
<li>Hotel Madinah: Jln. T Daud Beureueh, Banda Aceh. Phone: +62 651 21415 & 21416</li>
<li>Hotel Lading<strong>: </strong>J1. Cut Meutia No.19 Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 638321 & 635123. Website: <a href="http://www.ladinghotelaceh.com/" target="_blank">http://www.ladinghotelaceh.com</a> | E-mail. <a href="mailto:hotel.lading@gmail.com">hotel.lading@gmail.com</a></li>
<li>Hotel Medan: Jalan Ahmad Yani No. 17 Peunayong, Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 21501</li>
<li>Hotel Palembang: Jl. Chairil Anwar No. 49. Phone: +62 651 22044</li>
<li>Hotel Parapat: Jl. Jend. Ahmad Yani No. 19. Phone: +62 651 22159</li>
<li>Hotel Paviliun Seulawah: Jl. Prof. A. Madjid Ibrahim Ii No. 3. Phone: +62 651 22788 – 22872</li>
<li>Hotel Rajawali: Jl. Sisingamangaraja No. 213 Banda Aceh. Phone: (0651) 23039, 32618, 7428482</li>
<li>Hotel Rasa Mala Indah Jl. Teuku Umar No. 257 Seutui Banda Aceh. Phone: +62 651 41983</li>
<li>Hotel Siwah: Jl. Twk. Muhammad Daudsyah No.18 – 20 Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 21126 – 21128</li>
<li>Hotel 61: Jl. Tengku Panglima Polem No. 28, Peunayong – Banda Aceh. Phone: +62 651 638866. Website: <a href="http://hotel61.co.id/front.php">http://hotel61.co.id/front.php</a> | Email: <a href="mailto:reservation@hotel61.co.id">reservation@hotel61.co.id</a> | YM ID: <a href="mailto:hotel61_aceh@yahoo.com">hotel61_aceh@yahoo.com</a></li>
<li>Hotel Sultan: Jl. Sultan Hotel No.1, Peunayong. Phone: +62 651 22469, 31770</li>
<li>Hotel Taman Tepi Laut: Jl. Banda Aceh-Meulaboh Km 17,55 Lhoknga. Phone: +62 651 44203, 21501</li>
<li>Hotel Wisata : Jl. Jend. A. Yani No. 19-21 Banda Aceh. Phone: +62 651 21834</li>
<li>Hotel UKM : Jln. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 71 Banda Aceh. . Phone: +62 651 28284</li>
<li>Sultan Hotel: Jalan Hotel Sultan No. 1 Jalan Jend. A. Yani No. 17, Banda Aceh 23122.</li>
<li>The Padé Hotel: Jl. Soekarno Hatta No. 1, Desa Daroy Kameu, Kecamatan Kameu, NAD. Phone: +62 651 49999. Website: <a href="http://www.thepade.com/" target="_blank">http://www.thepade.com</a> | E-mail: <a href="mailto:info@thepade.com">info@thepade.com</a></li>
<li>Oasis Atjeh Hotel: Jln Tengku Imuem Lueng Bata No 115 Banda Aceh 23247. Phone: +62 651 636 999 · Website : <a href="http://www.oasisatjehotel.com/" target="_blank">www.oasisatjehotel.com</a> | Email: <a href="mailto:marketing@oasisatjehotel.com">marketing@oasisatjehotel.com</a></li>
<li>Wisma Daka: Jl. Mujair No. 11 Lampriet Kel. Bandar Baru, Kec. Kuta Alam Banda Aceh. Telp. +62 651 – 22280</li>
<li>Wisma Diana: Jl. T. Hamzah Bendahara Kuta Alam. Phone: +62 651 636634</li>
<li>Wisma Anggrek: Jl. P. Nyak Makam no 31-32. Phone: +62 651 7551549.</li>
- See more at: http://ndahsaja.com/?p=514#sthash.q1tytkKe.dpuf</div>
<div id="stcpDiv" style="left: -1988px; position: absolute; top: -1999px;">
<br />
<br />
<li>Grand Nanggroe Hotel: Jl. Tgk. Imum Lueng Bata, Banda Aceh. Phone: +62 651 35788 & 35779. Website: <a href="http://www.grandnanggroehotel.com/" target="_blank">www.grandnanggroehotel.com</a> | Email: <a href="mailto:reserv@grandnanggroehotel.com">reserv@grandnanggroehotel.com</a></li>
<li>Griya Indah Pratama Hotel Jl. Taman Makam Pahlawan II No. 2 Peuniti. Phone: +62 651 21056</li>
<li>Hermes Palace Hotel:Jl. T.Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Phone: +62 651 755 5888. Website : <a href="http://www.hermespalacehotel.com/">http://www.hermespalacehotel.com</a> | e-mail : info@hermespalacehotel.com</li>
<li>Hotel Cakra Donya: Jl. Khairil Anwar. Phone: +62 651 33623, 33203, 23735</li>
<li>Hotel Kartika: Jl. Nyak Adam Kamil IV No.1. Phone: +62 651 31205, 23629, 44202, 32029</li>
<li>Hotel Kuala Raja: Jl. T. Nyak Arif (Depan Rumah Sakit Zainal Abidin). Phone: +62 651 29687, 536033</li>
<li>Hotel Madinah: Jln. Tgk. H. M. Daud Beureueh Lampriet Kel. Bandar Baru Kec. Kuta Alam Banda Aceh</li>
<li>Hotel Madinah: Jln. T Daud Beureueh, Banda Aceh. Phone: +62 651 21415 & 21416</li>
<li>Hotel Lading<strong>: </strong>J1. Cut Meutia No.19 Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 638321 & 635123. Website: <a href="http://www.ladinghotelaceh.com/" target="_blank">http://www.ladinghotelaceh.com</a> | E-mail. <a href="mailto:hotel.lading@gmail.com">hotel.lading@gmail.com</a></li>
<li>Hotel Medan: Jalan Ahmad Yani No. 17 Peunayong, Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 21501</li>
<li>Hotel Palembang: Jl. Chairil Anwar No. 49. Phone: +62 651 22044</li>
<li>Hotel Parapat: Jl. Jend. Ahmad Yani No. 19. Phone: +62 651 22159</li>
<li>Hotel Paviliun Seulawah: Jl. Prof. A. Madjid Ibrahim Ii No. 3. Phone: +62 651 22788 – 22872</li>
<li>Hotel Rajawali: Jl. Sisingamangaraja No. 213 Banda Aceh. Phone: (0651) 23039, 32618, 7428482</li>
<li>Hotel Rasa Mala Indah Jl. Teuku Umar No. 257 Seutui Banda Aceh. Phone: +62 651 41983</li>
<li>Hotel Siwah: Jl. Twk. Muhammad Daudsyah No.18 – 20 Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 21126 – 21128</li>
<li>Hotel 61: Jl. Tengku Panglima Polem No. 28, Peunayong – Banda Aceh. Phone: +62 651 638866. Website: <a href="http://hotel61.co.id/front.php">http://hotel61.co.id/front.php</a> | Email: <a href="mailto:reservation@hotel61.co.id">reservation@hotel61.co.id</a> | YM ID: <a href="mailto:hotel61_aceh@yahoo.com">hotel61_aceh@yahoo.com</a></li>
<li>Hotel Sultan: Jl. Sultan Hotel No.1, Peunayong. Phone: +62 651 22469, 31770</li>
<li>Hotel Taman Tepi Laut: Jl. Banda Aceh-Meulaboh Km 17,55 Lhoknga. Phone: +62 651 44203, 21501</li>
<li>Hotel Wisata : Jl. Jend. A. Yani No. 19-21 Banda Aceh. Phone: +62 651 21834</li>
<li>Hotel UKM : Jln. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 71 Banda Aceh. . Phone: +62 651 28284</li>
<li>Sultan Hotel: Jalan Hotel Sultan No. 1 Jalan Jend. A. Yani No. 17, Banda Aceh 23122.</li>
<li>The Padé Hotel: Jl. Soekarno Hatta No. 1, Desa Daroy Kameu, Kecamatan Kameu, NAD. Phone: +62 651 49999. Website: <a href="http://www.thepade.com/" target="_blank">http://www.thepade.com</a> | E-mail: <a href="mailto:info@thepade.com">info@thepade.com</a></li>
<li>Oasis Atjeh Hotel: Jln Tengku Imuem Lueng Bata No 115 Banda Aceh 23247. Phone: +62 651 636 999 · Website : <a href="http://www.oasisatjehotel.com/" target="_blank">www.oasisatjehotel.com</a> | Email: <a href="mailto:marketing@oasisatjehotel.com">marketing@oasisatjehotel.com</a></li>
<li>Wisma Daka: Jl. Mujair No. 11 Lampriet Kel. Bandar Baru, Kec. Kuta Alam Banda Aceh. Telp. +62 651 – 22280</li>
<li>Wisma Diana: Jl. T. Hamzah Bendahara Kuta Alam. Phone: +62 651 636634</li>
<li>Wisma Anggrek: Jl. P. Nyak Makam no 31-32. Phone: +62 651 7551549.</li>
- See more at: http://ndahsaja.com/?p=514#sthash.q1tytkKe.dpuf</div>
<div id="stcpDiv" style="left: -1988px; position: absolute; top: -1999px;">
<br />
<br />
<li>Grand Nanggroe Hotel: Jl. Tgk. Imum Lueng Bata, Banda Aceh. Phone: +62 651 35788 & 35779. Website: <a href="http://www.grandnanggroehotel.com/" target="_blank">www.grandnanggroehotel.com</a> | Email: <a href="mailto:reserv@grandnanggroehotel.com">reserv@grandnanggroehotel.com</a></li>
<li>Griya Indah Pratama Hotel Jl. Taman Makam Pahlawan II No. 2 Peuniti. Phone: +62 651 21056</li>
<li>Hermes Palace Hotel:Jl. T.Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Phone: +62 651 755 5888. Website : <a href="http://www.hermespalacehotel.com/">http://www.hermespalacehotel.com</a> | e-mail : info@hermespalacehotel.com</li>
<li>Hotel Cakra Donya: Jl. Khairil Anwar. Phone: +62 651 33623, 33203, 23735</li>
<li>Hotel Kartika: Jl. Nyak Adam Kamil IV No.1. Phone: +62 651 31205, 23629, 44202, 32029</li>
<li>Hotel Kuala Raja: Jl. T. Nyak Arif (Depan Rumah Sakit Zainal Abidin). Phone: +62 651 29687, 536033</li>
<li>Hotel Madinah: Jln. Tgk. H. M. Daud Beureueh Lampriet Kel. Bandar Baru Kec. Kuta Alam Banda Aceh</li>
<li>Hotel Madinah: Jln. T Daud Beureueh, Banda Aceh. Phone: +62 651 21415 & 21416</li>
<li>Hotel Lading<strong>: </strong>J1. Cut Meutia No.19 Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 638321 & 635123. Website: <a href="http://www.ladinghotelaceh.com/" target="_blank">http://www.ladinghotelaceh.com</a> | E-mail. <a href="mailto:hotel.lading@gmail.com">hotel.lading@gmail.com</a></li>
<li>Hotel Medan: Jalan Ahmad Yani No. 17 Peunayong, Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 21501</li>
<li>Hotel Palembang: Jl. Chairil Anwar No. 49. Phone: +62 651 22044</li>
<li>Hotel Parapat: Jl. Jend. Ahmad Yani No. 19. Phone: +62 651 22159</li>
<li>Hotel Paviliun Seulawah: Jl. Prof. A. Madjid Ibrahim Ii No. 3. Phone: +62 651 22788 – 22872</li>
<li>Hotel Rajawali: Jl. Sisingamangaraja No. 213 Banda Aceh. Phone: (0651) 23039, 32618, 7428482</li>
<li>Hotel Rasa Mala Indah Jl. Teuku Umar No. 257 Seutui Banda Aceh. Phone: +62 651 41983</li>
<li>Hotel Siwah: Jl. Twk. Muhammad Daudsyah No.18 – 20 Kota Banda Aceh. Phone: +62 651 21126 – 21128</li>
<li>Hotel 61: Jl. Tengku Panglima Polem No. 28, Peunayong – Banda Aceh. Phone: +62 651 638866. Website: <a href="http://hotel61.co.id/front.php">http://hotel61.co.id/front.php</a> | Email: <a href="mailto:reservation@hotel61.co.id">reservation@hotel61.co.id</a> | YM ID: <a href="mailto:hotel61_aceh@yahoo.com">hotel61_aceh@yahoo.com</a></li>
<li>Hotel Sultan: Jl. Sultan Hotel No.1, Peunayong. Phone: +62 651 22469, 31770</li>
<li>Hotel Taman Tepi Laut: Jl. Banda Aceh-Meulaboh Km 17,55 Lhoknga. Phone: +62 651 44203, 21501</li>
<li>Hotel Wisata : Jl. Jend. A. Yani No. 19-21 Banda Aceh. Phone: +62 651 21834</li>
<li>Hotel UKM : Jln. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 71 Banda Aceh. . Phone: +62 651 28284</li>
<li>Sultan Hotel: Jalan Hotel Sultan No. 1 Jalan Jend. A. Yani No. 17, Banda Aceh 23122.</li>
<li>The Padé Hotel: Jl. Soekarno Hatta No. 1, Desa Daroy Kameu, Kecamatan Kameu, NAD. Phone: +62 651 49999. Website: <a href="http://www.thepade.com/" target="_blank">http://www.thepade.com</a> | E-mail: <a href="mailto:info@thepade.com">info@thepade.com</a></li>
<li>Oasis Atjeh Hotel: Jln Tengku Imuem Lueng Bata No 115 Banda Aceh 23247. Phone: +62 651 636 999 · Website : <a href="http://www.oasisatjehotel.com/" target="_blank">www.oasisatjehotel.com</a> | Email: <a href="mailto:marketing@oasisatjehotel.com">marketing@oasisatjehotel.com</a></li>
<li>Wisma Daka: Jl. Mujair No. 11 Lampriet Kel. Bandar Baru, Kec. Kuta Alam Banda Aceh. Telp. +62 651 – 22280</li>
<li>Wisma Diana: Jl. T. Hamzah Bendahara Kuta Alam. Phone: +62 651 636634</li>
<li>Wisma Anggrek: Jl. P. Nyak Makam no 31-32. Phone: +62 651 7551549.</li>
- See more at: http://ndahsaja.com/?p=514#sthash.q1tytkKe.dpuf</div>
</div>
Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-9184341094242739142013-11-08T04:08:00.000-08:002013-11-08T04:24:49.807-08:00AiR TeRJuN PaNToN CuT KuaLa BaTee aCeH BaRaT DaYa<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-q1dmTqEJUXU/UnzTgkHK6UI/AAAAAAAACZw/Hx_ZUJW3BC4/s1600/Pemandian+air+terjun+Panton+Cut..jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="224" src="http://4.bp.blogspot.com/-q1dmTqEJUXU/UnzTgkHK6UI/AAAAAAAACZw/Hx_ZUJW3BC4/s320/Pemandian+air+terjun+Panton+Cut..jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
aiR TeRJuN PaNToN CuT TeRLeTaK Di DeSa JeuMPa PaNToN Mue
KeCaMaTaN KuaLa BaTee KaBuPaTeN aCeH BaRaT DaYa, aiR TeRJuN YaNG BeRaDa Di
LoKaSi WiSaTa YaNG LuaSNYa 35 Ha iNi MeMPuNYai KeTiNGGiaN LeBiH KuRaNG 5 MeTeR
DaRi aLuR SuNGai PaNToN CuT.uNTuK MeNuJu LoKaSi JaRaKNYa SeKiTaR 20 KM DaRi
KoTa BLaNG PiDie iBuKoTa KaBuPaTeN aCeH
BaRaT DaYa DaN SeKiTaR 11 KM DaRi iBuKoTa KeCaMaTaN KuaLa BaTee.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-MV8uwai8NZc/UnzTn-Dyj0I/AAAAAAAACZ4/UwM2J1XhHZk/s1600/Pemandian+air+terjun+Panton+Cut.2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-MV8uwai8NZc/UnzTn-Dyj0I/AAAAAAAACZ4/UwM2J1XhHZk/s320/Pemandian+air+terjun+Panton+Cut.2.jpg" width="240" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
iNDaHNYa PeMaNDaNGaN DaN SeGaRNYa uDaRa
aLaM DiTaMBaH LaGi DeNGaN MeRDuNYa SuaRa
KiCauaN BuRuNG YaNG MaSiH BaNYaK MeLoMPaTi BaTu BaTu BeSaR DaN MeLiNTaSi aRuS
SuNGai SeRTa TeDuHNYa LoKaSi YaNG DiKeLiLiNGi PePoHoNaN YaNG TiNGGi DiLoKaSi
WiSaTa TeRSeBuT MeNJaDi TuJuaN MaSYaRaKaT uNTuK BeRWiSaTa. BeLuM BaNYaK YaNG
Tau KaLau aiR TeRJuN PaNToN CuT iNi aDaLaH TeMPaT WiSaTa YaNG SaNGaT
iNDaH,MuNGKiN KaReNa JaRaK TeMPuH DaN JaLaN YaNG DiLaLui uNTuK MeNuJu KeLoKaSi
TeRLaLu JauH DaN eKSTRiM,YaNG LeBiH PaRaHNYa SePeDa MoToR SaJa TiDa BiSa SaMPai
KeTuJuaN,SeBaB iTuLaH PaRa WiSaTaWaN LuaR DaeRaH BaNYaK YaNG BeLuM MeNGeTaHui
KeBeRaDaaN aiR TeRJuN iNi..</div>
<br />
SuMBeR : <a href="http://ancu07.blogspot.com/">YaRiTSu</a> - <a href="http://acehdigital.com/">aCeh DiGiTaL</a> DaN BeRBaGai SuMBeR<br />
<span class="fullpost"></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-33513437142629234342013-11-07T22:54:00.000-08:002013-11-08T08:26:15.786-08:00TeNTaNG SaYa<span style="color: #161514; font-family: Tahoma, Georgia, 'Century gothic', Arial, sans-serif;">SaYa HaNYa SeoRaNG KeTuRuNaN aCeH SeJaTi YaNG iNGiN BeLaJaR DaN MeNGuMPuLKaN SeJaRaH TeNTaNG NeGeRiNYa aGaR TaK MuSNaH DiTeLaH ZaMaN.KaReNa TiDaK aDa PReSTaSi DaN KeBaNGGaaN YaNG BiSa SaYa PeRSeMBaHKaN uNTuK NeGeRi iNi MaKaNYa SaYa MeNCoBa MeNGuMPuLKaN SeJaRaH NeGeRi SaYa DaRi BeRBaGai SuMBeR MuNGKIN BeRGuNa BaGi GeNeRaSi SeKaRaNG DaN GeNeRaSi MeNDaTaNG,PaLiNG TiDaK MeReKa SuDaH aDa GaMBaRaN BaGaiMaNa RuPa NeGeRiNYa SePaNJaNG SeJaRaH SePaNJaNG aBaD.</span><br />
<span style="color: #161514; font-family: Tahoma, Georgia, 'Century gothic', Arial, sans-serif;"><br />"</span><span style="color: #161514; font-family: Tahoma, Georgia, 'Century gothic', Arial, sans-serif;">GeNeRaSi YaNG CeMeRLaNG aDaLaH GeNeRaSi YaNG MaMPu MeNYuMBaNGKaN TeNaGa DaN PeMiKiRaN uNTuK KeMaJuaN NeGeRiNYa,</span><span style="color: #161514; font-family: Tahoma, Georgia, 'Century gothic', Arial, sans-serif;">RaKYaT YaNG PiNTaR aDaLaH RaKYaT YaNG PaLiNG TiDaK MeNGeTaHui SeJaRaH BaNGSaNYa,</span><span style="color: #161514; font-family: Tahoma, Georgia, 'Century gothic', Arial, sans-serif;">BaNGSa YaNG BeSaR aDaLaH BaNGSa YaNG PaLiNG TiDaK,MaMPu MeMPeRTaHaNKaN KeBeSaRaN SeJaRaH NeGeRiNYa DaN MaMPu </span><span style="color: #161514; font-family: Tahoma, Georgia, 'Century gothic', Arial, sans-serif;">MeNYeLaMaTKaN BuKTi BuKTi KeBeSaRaN SeJaRaH BaNGSaNYa,PeMiMPiN YaNG HeBaT aDaLaH PeMiMPiN YaNG MaMPu MeMaKMuRKKaN RaKYaT DaN NeGeRiNYa DaN MaMPu </span><span style="color: #161514; font-family: Tahoma, Georgia, 'Century gothic', Arial, sans-serif;">MeMBaWa NeGeRiNYa Ke PuNCaK KeJaYaaN </span><span style="color: #161514; font-family: Tahoma, Georgia, 'Century gothic', Arial, sans-serif;">" ( SaNG PeNuNGGu iSTaNa DaRuDDuNia )<br /><br />BLoG SaYa : </span><br />
<span style="color: #161514; font-family: Tahoma, Georgia, 'Century gothic', Arial, sans-serif;">=======</span><br />
<br />
<span style="color: #161514; font-family: Tahoma, Georgia, 'Century gothic', Arial, sans-serif;">ACEH DALAM SEJARAH ( ACEH )</span><br />
<a href="http://acehdalamsejarah.blogspot.com/">http://acehdalamsejarah.blogspot.com/</a><br />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Century gothic', Verdana, Tahoma, sans-serif; font-size: 12px; text-transform: uppercase;"><i>ACEH SEINDAH LUKISAN DALAM SEJARAH SEPANJANG ABAD</i></span><br />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Century gothic', Verdana, Tahoma, sans-serif; font-size: 12px; text-transform: uppercase;"><i>ACEH AS BEAUTIFUL AS A PAINTING IN HISTORY THROUGHOUT THE CENTURIES </i></span><br />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Century gothic', Verdana, Tahoma, sans-serif; font-size: 12px; text-transform: uppercase;"><i>KUMPULAN SEJARAH ACEH DARI MASA KE MASA</i></span><br />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Century gothic', Verdana, Tahoma, sans-serif; font-size: 12px; text-transform: uppercase;"><i><br /></i></span>
ACEH DALAM GALLERY SEJARAH<br />
<a href="http://acehdalamgallerysejarah.blogspot.com/">http://acehdalamgallerysejarah.blogspot.com/</a><br />
<span style="font-size: x-small;"><i>KOLEKSI PHOTO PHOTO SEJARAH ACEH SEPANJANG ABAD</i></span><br />
<br />
ACEH DALAM LAGU<br />
<a href="http://acehdalamlagu.blogspot.com/">http://acehdalamlagu.blogspot.com/</a><br />
<span style="font-size: x-small;"><i>KUMPULAN LAGU LAGU ACEH SEPANJANG JAMAN</i></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">
ACEH MOVIE,VIDEO DAN VIDEO CLIPS</span><br />
<div>
<a href="http://acehmovieandvideo.blogspot.com/">http://acehmovieandvideo.blogspot.com/</a></div>
<div>
<i><span style="font-size: x-small;">KUMPULAN FILM FILM ACEH,VIDEO SERTA VIDEO CLIPS ACEH</span></i><br />
<br /></div>
<div>
KoNTaK SaYa :<br />
============<br />
LaKSaNa DiWa SWaRNaDWiPa</div>
<div>
https://www.facebook.com/LaksanaDiwaSwarnadwipa<br />
<br />
ACEH DALAM SEJARAH</div>
<div>
https://www.facebook.com/acehdalamsejarah<br />
<br />
SeLaMaT MeNGeMBaRa Ke MaSa LaLu<br />
SaLaM aNeuK NaNGGRoe Keu aNeuK BaNGSa aCeH BaN SiGoeM DoNYa<br />
SaLaM aNaK BaNGSa uNTuK PuTRa PuTRi iNDoNeSia Di SeLuRuH DuNia<br />
<br />
<br />
WaSSaLaM :<br />
SaNG PeNuNGGu iSTaNa DaRuDDuNia</div>
<div>
<br /></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<span class="fullpost"></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-9005917532494667032013-11-06T16:14:00.001-08:002013-11-06T17:12:54.039-08:00Jejak Sejarah Aceh di Kota Salem, Amerika Serikat (1653 M)<blockquote class="tr_bq" style="text-align: center;">
<div style="text-align: center;">
<i><b>"...Seperti
tersembunyi dibalik debu sejarah, tidak banyak yang tahu bahwa Aceh dan
Kota Salem, Massachusetts, Amerika Serikat mempunyai hubungan yang
sangat erat di masa lampau..."</b></i></div>
</blockquote>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-Fz_S5QQYa34/UnrY_PX_8MI/AAAAAAAACWo/4lLCtxM-knM/s1600/Aceh-Salem,+Massachusetts.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="168" src="http://3.bp.blogspot.com/-Fz_S5QQYa34/UnrY_PX_8MI/AAAAAAAACWo/4lLCtxM-knM/s320/Aceh-Salem,+Massachusetts.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<i>Terkhusus dalam hal perdagangan lada.
Sanking eratnya, hingga logo Kota Salem pun menggunakan simbol-simbol
Aceh. Benarlah Aceh punya sejarah gilang gemilang di masa lalu.</i><br />
<i><br /></i>
<div style="text-align: justify;">
<i style="background-color: white;">“Pada tahun 1654 ( Masa pemerintahan <a href="http://acehdalamsejarah.blogspot.com/2009/11/ratu-safiatuddin-ratu-kerajaan-aceh.html"><b>Sultanah Safiatu'ddin</b></a> ), Elihu
Yale mengirim dua karyawannya ke <a href="http://acehdalamsejarah.blogspot.com/search/label/Kerajaan%20Aceh%20Darussalam"><b>Kerajaan Aceh Darussalam</b></a>, kerajaan merdeka termegah di
Sumatera, untuk menjalankan perdagangan lada. Muatan lada terakhir
memasuki Salem, Massachusetts dari Sumatera pada 6 November 1846 (Masa pemerintahan Sultan Sulaiman Syah), diangkut
oleh kapal Lucilla. Salem telah memegang peranan utama dalam
perdagangan lada sejak Pemimpin Salem memulai bisnis ini. Begitu
pentingnya posisi Salem saat itu, seratus tahun (se-abad) kemudian, orang-orang di Australia masih menyebut biji merica dengan panggilan “<b>lada Salem</b>”.</i><i>Kenyataannya, Jika kita menelisik kembali lambang kota Salem, kita akan menemukan gambaran seorang Aceh.</i><span class="fullpost"><br />
<i><br /></i></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-ZnqDAXc5ckM/UnrZUMTLrYI/AAAAAAAACW0/rxqwCzPjmUc/s1600/Salem+Seal+-+Aceh.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-ZnqDAXc5ckM/UnrZUMTLrYI/AAAAAAAACW0/rxqwCzPjmUc/s1600/Salem+Seal+-+Aceh.png" /></a></div>
<i><br /></i>
<i>Pada puncak perdagangan lada, Dewan Kota memerintahkan untuk menciptakan sebuah segel yang menggambarkan “</i><i>Sebuah
kapal yang sedang berlayar, mendekati pantai yang digambarkan dengan
seseorang yang berdiri di antara pepohonan di mana kostumnya
menunjukkan wilayah tersebut adalah bagian dari Hindia Timur</i><i style="font-weight: bold;">"</i><i>, motto ‘</i><i><b>Divitis Indiae usque ad ultimum sinum</b>’ … yang berarti “</i><i><b>Menuju pelabuhan terjauh di Timur yang kaya…</b>”</i></span>
<i><br /></i>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<i>George Peabody, anak dari pedagang
lada yang disegani, dan dia sendiri juga memiliki kapal pengangkut
lada, melukis desain seorang pria memakai serban merah rata, celana
panjang merah dan ikat pinggang merah, jubah kuning sebatas lutut dan
baju luar warna biru. Tidak ada masyarakat lain di Hindia Timur yang
memiliki pakaian semirip ini yang lebih mendekati selain masyarakat
Aceh, dan mungkin itulah maksudnya.</i></div><span class="fullpost">
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Hanya dokumen resmi kota Salem
yang dibenarkan memakai Lambang kota tersebut. Adalah termasuk
pelanggaran hukum Negara dan Peraturan Lokal, jika memakai lambang ini
pada hal-hal yang tidak berhubungan dengan urusan resmi Kota Salem.
Pegawai Kota adalah penjaga Emblem Kota.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Perdagangan, bisnis, di manapun
dan kapanpun ternyata menyimpan intrik-intrik yang bisa menghancurkan
hubungan yang terbina baik sejak lama. Keinginan untuk mengeruk
keuntungan pribadi dan politik dagang telah membuat hubungan Kerajaan Aceh Darussalam dan
Amerika Serikat retak.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-mL0XSMxpsds/UnrZr9Er85I/AAAAAAAACW4/ffU-iMU31Vs/s1600/640px-Salem_Harbor_Fitz_Hugh_Lane.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://2.bp.blogspot.com/-mL0XSMxpsds/UnrZr9Er85I/AAAAAAAACW4/ffU-iMU31Vs/s320/640px-Salem_Harbor_Fitz_Hugh_Lane.jpeg" width="320" /></a></div>
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><a href="http://acehdalamsejarah.blogspot.com/2013/11/ketika-kerajaan-aceh-darussalam-di.html"><b>Aceh pernah digempur Amerika Serikat</b></a> akibat politik dagang dan provokasi Belanda. Pelabuhan Kuala Batu di
Susoh, Aceh Selatan rata dengan tanah. Menurut M Nur El Ibrahimy dalam
buku Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh, setiap tahun
diangkut sekitar 42.000 pikul atau sekitar 3.000 ton. Pusat perdagangan
itu di Pelabuhan Kuala Batee, Susoh.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
<i>Sejak tahun 1829, karena harga lada di pasaran
internasional merosot, jumlah kapal Amerika yang datang ke pelabuhan Kerajaan Aceh Darussalam mulai menurun. Di antara kapal yang datang dalam masa kemerosotan
ekonomi itu adalah kapal Friendship milik Silsbee, Pickman, dan Stone
di bawah pimpinan nakhoda Charles Moore Endicot, seorang mualim yang
sering membawa kapalnya ke Kerajaan Aceh Darussalam.</i></div>
<div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-ypkLlw1MKsc/UnraZof8hnI/AAAAAAAACXI/OGEHxGSbS0c/s1600/44872643_127689571457.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-ypkLlw1MKsc/UnraZof8hnI/AAAAAAAACXI/OGEHxGSbS0c/s1600/44872643_127689571457.jpg" /></a></div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Pada 7 Februari 1831 kapal
Friendship milik Silsbee, Pickman, dan Stone di bawah pimpinan nakhoda
Charles Moore Endicot, seorang mualim yang sering membawa kapalnya ke
Aceh, berlabuh di pelabuhan Kuala Batee, Aceh Selatan.</i><br />
<br />
<i>Ketika Endicot dan anak huahnya berada di daratan, tiba-tiba kapal
tersebut dibajak oleh sekelompok penduduk Kuala Batee. Akan tetapi,
dapat dirampas kembali oleh kapal-kapal Amerika yang kebetulan saat itu
berada di perairan Kuala dengan kerugian sebesar US $ 50.000 dan tiga
anak buahnya terbunuh.</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Peristiwa itu kemudian
menimbulkan sejumlah tanda tanya. Pasalnya, selama setengah abad
menjalin hubungan dagang belum pernah terjadi perompakan seperti itu.
Menurut M Nur El Ibrahimy, ada beberapa penyebab terjadinya peristiwa
tersebut.</i><br />
<i><br /></i>
<br />
<div>
<div>
<i>Pertama, peristiwa itu dipicu oleh kekecewaan orang Aceh yang selalu ditipu oleh Amerika dalam perdagangan lada.</i></div>
<i><br /></i>
<br />
<div>
<i>Itu hanya satu faktor. Penyebab lain, Belanda berhasil
memprovokasi orang Aceh untuk menyerang kapal-kapal Amerika. Tujuannya,
Belanda ingin merusak nama baik Kerajaan Aceh Darussalam sehingga terkesan tidak
mampu melindungi kapal asing yang berlabuh di Kerajaan Aceh Darussalam.</i></div>
</div>
</div>
<div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-b9fFTxv2li8/UnraMitxGUI/AAAAAAAACXA/C14Y6jujq14/s1600/AndrewJackson.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-b9fFTxv2li8/UnraMitxGUI/AAAAAAAACXA/C14Y6jujq14/s320/AndrewJackson.jpg" width="254" /></a></div>
<i><br /></i></div>
<div>
<div>
<div>
<div>
<i>Tentu saja Kerajaan Aceh Darussalam sibuk memberi klarifikasi.
Belakangan, diketahui Belanda yang membayar dan mempersenjatai kapal Kerajaan Aceh Darussalam yang dinakhodai Lahuda Langkap untuk menyerang kapal Amerika
dengan menggunakan <a href="http://acehdalamsejarah.blogspot.com/2011/07/bendera-aceh-alam-peudeung.html"><b>bendera Kerajaan Aceh Darussalam</b></a>.</i><br />
<i><br /></i>
<i>Kejadian ini membuat kerugian besar di pihak Amerika Serikat dan
beberap kru kapal tewas di tangan perompak. Hal ini menyebabkan
kemarahan besar di pihak Amerika.</i><br />
<i><br /></i>
<i>Senator Nathanian Silsbee, salah seorang pemilik kapal Friendship dan
Partai Whip (Partai Republiken) yang beroposisi terhadap pemerintahan
Presiden Jackson, sekaligus seorang politikus yang sangat berpengaruh
pada masa itu, langsung menyurati Presiden Jackson pada tanggal 20 Juli
1831.</i></div>
</div>
</div>
<div>
</div>
<div>
<i>Subuh 6 Februari 1832, sebanyak
260 orang marinir Amerika di bawah pimpinan Shubrick, komandan kapal
perang terbaik Amerika saat itu, Potomac, membumihanguskan pelabuhan Kuala Batee, Susoh, Aceh Barat dibawah perintah langsung Presiden Amerika Serikat, Andrew Jackson.</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Bagaimanapun, hubungan Kerajaan
Aceh Darussalam dengan Amerika Serikat sudah terbina sejak lama. Dan bukti nyata
hubungan tersebut terpatri dalam logo Kota Salem, Massachusetts.
Akankah sejarah kejayaan “lada” Aceh kembali terulang.</i></div>
</div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<i>Sumber : Ttd Hendy Hy - <a href="http://helmiyymailcom.blogspot.com/">Sejarah Aceh</a></i></div>
</div></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-11243063635456349842013-11-06T15:06:00.000-08:002013-11-06T17:21:55.840-08:00Ketika Kerajaan Aceh Darussalam di gempur Amerika, Pelabuhan Kuala Batee di Susoh Rata dengan tanah<i><b>"...<a href="http://acehdalamsejarah.blogspot.com/2009/10/kerajaan-aceh-darussalam-407-tahun-1496.html">Kerajaan Aceh Darussalam</a> pernah digempur <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/United_States">Amerika Serikat</a> akibat politik dagang dan provokasi
<a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Netherlands">Belanda</a>. Pelabuhan Kuala Batee di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Susoh,_Aceh_Barat_Daya">Susoh</a> ( </b></i><i><b>Susoh </b></i><i><b>Sekarang Salah satu kecamatan di Kabupatenm <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Barat_Daya">Aceh Barat Daya</a> ) pun rata dengan
tanah...."</b></i><br />
<i><span style="color: blue;"><br /></span></i>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-TktnNBNh3bw/UnrKFGcoOnI/AAAAAAAACWY/gSIreCAwjos/s1600/Pelabuhan+kuala+batu.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-TktnNBNh3bw/UnrKFGcoOnI/AAAAAAAACWY/gSIreCAwjos/s1600/Pelabuhan+kuala+batu.JPG" /></a></div>
Sejak tahun 1789 Kerajaan Aceh Darussalam sudah menjalin hubungan dagang dengan Amerika
Serikat. Kapal-kapal dari Amerika datang untuk memuat lada yang kemudia
diangkut ke Amerika Serikat, Eropa dan Cina. Menurut M Nur El Ibrahimy
dalam buku Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh, setiap
tahun diangkut sekitar 42.00 pikul atau sekitar 3.000 ton. Pusat
perdagangan itu dilakukan di Pelabuhan Kuala Batee, Susoh.<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Sejak tahun 1829, karena harga
lada di pasaran internasional merosot, jumlah kapal Amerika yang datang
ke pelabuhan Kerajaan Aceh Darussalam mulai menurun. Di antara kapal yang datang dalam masa
kemerosotan ekonomi itu adalah kapal Friendship milik Silsbee, Pickman,
dan Stone di bawah pimpinan nakhoda Charles Moore Endicot, seorang
mualim yang sering membawa kapalnya ke Kerajaan Aceh Darussalam.</div><span class="fullpost">
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<div>
Pada 7 Februari 1831 kapal tersebut
berlabuh di pelabuhan Kuala Batee, Aceh Selatan. Ketika Endicot dan anak
huahnya berada di daratan, tiba-tiba kapal tersebut dibajak oleh
sekelompok penduduk Kuala Batee. Akan tetapi, dapat dirampas kembali oleh
kapal-kapal Amerika yang kebetulan saat itu berada di perairan Kuala
dengan kerugian sebesar US $ 50.000 dan tiga anak buahnya terbunuh.<br />
<br />
Peristiwa itu kemudian menimbulkan sejumlah tanda tanya. Pasalnya,
selama setengah abat menjalin hubungan dagang belum pernah terjadi
perompakan seperti itu. Menurut <b><i>M Nur El Ibrahimy</i></b>, ada beberapa penyebab
terjadinya peristiwa tersebut.<br />
<br />
Pertama, peristiwa itu dipicu oleh kekecawaan orang Aceh yang selalu
ditipu oleh Amerika dalam perdagangan lada. Hal itu diketahui sustu
ketika, berat lada yang dibeli dari Kerajaan Aceh Darussalam 3.986 pikul tapi ketika dijual
kembali oleh Amerika beratnya menjadi 4.583 pikul. Hal itu dilakukan
melalui pemalsuan takaran timbangan. “<b><i>Caranya,
melalui sebuah sekrup yang dapat dibuka di dasar timbangan yang
berbohot 56 lbs., diisi 10 atau 15 pon timah sehingga dalam satu pikul
lada orang Aceh dikecoh sebanyak 30 kati</i>,</b>” jelas <b><i>M Nur El Ibrahimy</i></b>.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Penyebab lainnya, perompakan itu
terjadi akibat provokasi Belanda karena Amerika telah berhasil
menguasai perdagangan lada dikawasan pantai barat-selatan Aceh. Belanda
ingin merusak nama baik Kerajaan Aceh Darussalam dimata dunia dengan tuduhan bajak
laut dan tidak mampu melindungi kapal-kapal asing yang berlabuh
diperairannya.<br />
<br /></div>
<div>
Kerajaan Aceh Darussalam membantah hal itu, kepada
para pedagang asing dan dunia internasional kerajaan Aceh Darussalam memberi
penjelasan bahwa perompakan itu ditunggangi Belanda. Belanda sengaja
mempersenjatai sebuah kapal Kerajaan Aceh Darussalam yang dirampasnya. Kapal itu dinahkodai
oleh seorang suruhan Belanda yang bernama Lahuda Langkap.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saat merompak kapal Friendship
milik Amerika di Kuala Batee pada 7 Februari 1831, Lahuda Langkap dan
anak buahnya yang dibayar Belanda dalam perampokan itu menggunakan
bendera Kerajaan Aceh Darussalam.<br />
<br /></div>
<div>
Pembajakan kapal Friendship itu
kemudian tersiar luas di Amerika Serikat menjadi jelas ketika kapal
tersebut tiba kembali di pelabuhan Salem pada tanggal 16 Juli 1831.
Senator Nathanian Silsbee, salah seorang pemilik kapal Friendship dan
Partai Whip (Partai Republiken) yang beroposisi terhadap pemerintahan
Presiden Jackson, sekaligus seorang politikus yang sangat berpengaruh
pada masa itu, langsung menyurati Presiden Jackson pada tanggal 20 Juli
1831.<br />
<br /></div>
<div>
Silsbee meminta agar Pemerintah
Amerika menuntut ganti rugi atas pelanggaran yang dilakukan oleh
penduduk Kuala Batee terhadap kapal Friendship. Ia juga menyampaikan
petisi yang ditandatangani oleh seluruh pedagang Salem kepada Pemerintah
Amerika Serikat. Isinya, meminta agar dikirimkan kapal perang ke
perairan Kerajaan Aceh Darussalam untuk menuntut ganti rugi dan penguasa yang bertanggung
jawab atas Kota Pelabuhan Kuala Batee.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Di samping itu, salah seorang
pemilik kapal Friendship yang lain. Robert Stones, bersarna dengan
Andrew Dunlop dan salah seorang sahabatnya yang dekat dengan Presiden
Jackson, meminta kepada Menteri Angkatan Laut, Levy Woodbury, agar
mendesak Presiden Jackson mengirim kapal perang ke Kuala Batee. Silsbee
sendiri secara pribadi menulis surat kepada Woodbury, menggambarkan
betapa besar keresahan yang ditimbulkan oleh peristiwa Kuala Batee di
kalangan pedagang-pedagang Salem.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pemerintah Amerika sebelum
menerima imbauan dari Senator Silsbee telah memutuskan akan mengambil
tindakan terhadap pelanggaran atas kapal Friendship di Kuala Baree itu.
Setelah membaca peristiwa itu dalam surat-surat kabar, Woodbury segera
memerintahkan agar disiapkan segala keperluan untuk menuntut ganti rugi
atas pelanggaran tersebut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sebelum menerima surat dan
Silsbee, dia telab mengadakan konsultasi dengan Presiden Jackson pada
tanggal 21 Juli 1831. Tujuannya, mendapatkan persetujuan Presiden atas
surat yang akan dikirim kepada Silsbee. Isi surat ini meminta informasi
mengenai peristiwa Kuala Batee. Selain itu, juga dalam rangka memberi
tahu Presiden bahwa dia sedang mempersiapkan eskader Pasifik untuk
melaksanakan suatu tugas di Sumatra.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ketika Presiden Jackson menerima
imbauan Silsbee, tanpa ragu-ragu segera mendukung dengan membubuhi
disposisi singkat dalam surat tersebut, isinya, meminta agar kasus Kuala
Batu menjadi perhatian, serta kalau diangap perlu pemerintah Amerika
melalui Menteri Angkatan Laut harus mengeluarkan surat perintah kepada
Kapten kapal Potomac.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Potomac merupakan kapal perang
terbaik dalam armada Amerika Serikat waktu itu. Ketika kasus Kuala Batee jadi pembicaraan di Amerika, kapal tersebut sedang dalam persiapan
membawa Menteri Luar Negeri Amerika Van Buren ke <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/England">Inggris</a>. Akan tetapi
atas perintah Presiden Jackson kapal itu dialihtugaskan untuk berangkat
ke Kerajaan Aceh Darussalam.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pada tanggal 9 Agustus 1831,
Komodor John Downes, selaku kapten Potomac diberi instruksi yang lengkap
mengenai segala tindakan yang harus dilakukan sesampainya di Kuala
Batee. Pertama-tama dia harus mencari informasi lebih dahulu mengenai
insiden di Kuala Batee.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Apabila informasi yang diperoleh
sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh kapten kapal Friendship di
Washington maka dia harus menuntut ganti rugi atas kekerasan yang
dilakukan oleh orang-orang Aceh terhadap kapal Friendship. Kalau
tuntutan itu tidak dipenuhi, dia harus menangkap pelaku-pelaku kejahatan
tersebut dan inembawa mereka ke Amerika Serikat untuk diadili sebagai
bajak laut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Perintah lainnya,
benteng-benteng di Kuala Batee harus dimusnahkan. Sebaliknya, bila
informasi yang diperoleh di Kuala Batee berbeda dengan keterangan Kapten
Kapal Friendship, maka Amerika hanya meminta ganti rugi serta menghukum
pelakunya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pada 29 Agustus 1831, kapal
Potomac berangka dari New York ke Kerajaan Aceh Darussalam dengan membawa 260 marinir.
Sebelum sampai di Kuala Batee Komodor John Downes kapten kapal tersebut
melakukan penyimpangan terhadap instruksi Menteri Angkatan Laut Amerika
yang diterimanya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ia terpengaruh dengan cerita
yang didengarnya dan kapten kapal Friendship, Endicot, dan orang-orang
Inggris yang dijumpainya di Tanjung Harapan dalam pelayarannya ke Kuala
Batee, yaitu bahwa harapan untuk mendapat ganti rugi dan penguasa Kuala
Batee tidak mungkin terpenuhi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ia mengirim Letnan Marinir
Shubrick untuk mengamat-amati keadaan di darat, tapi penduduk Kuala Batee tidak terkecob oleh penyamaran yang dilakukan Downes. Mereka lalu
berkumpul di pantai untuk menghadapi sesuatu kemungkinan. Mendengar
laporan yang demikian dan Shubrick, Downes memerintahkan untuk mendarat
dengan kekuatan seluruh anak buah Potomac dan mengepung benteng-benteng
yang berada di pantai Kuala Batee serta menangkap pemimpin-pemimpinnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Subuh 6 Februari 1832, sebanyak
260 orang marinir Amerika di bawah pimpinan Shubrick mendarat di Kuala
Batee dan mengepung benteng-benteng yang ada di sana. Namun, karena ada
perlawanan maka marinir Amerika membunuh semua yang berada di dalam
benteng-benteng, termasuk wanita dan anak-anak serta merampas segala
sesuaru yang berharga.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah melakukan pembunuhan
itu, mariner Amerika mengundurkan diri dengan dua orang diantara mereka
tewas dan sembilan luka-luka. Downes kemudian memerintahkan menembaki
kota pelahuhan Kuala Batee melalui meriam-meriam dari kapal Potomac.
Seketika Pelabuhan Kuala batee pun jadi abu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tindakan Downes itu dikecam oleh
sebagian politikus Amerika, diantaranta George Bencroft, yang pada
waktu penembakan Kuala Batee berada di atas kapal Potomac. Sebagian
harian Amerika yang terbit di Washington, seperti harian dagang yang
sangat berpengaruh, <a href="http://www.nilesregister.com/">Nile’s Weekly Register</a>, kuga mengecam tindakan
tersebut.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pada tanggal 23 Juli 1832
seorang anggota DPR Amerika, Henry A.S. Dearborn dan Partai Republik
Massachusetts yang beroposisi, mengajukan sebuah mosi yang meminta agar
Presiden Jackson menyampaikan kepada Kongres mengenai Instruksi Downes
untuk menggempur Kuala Batee, dan laporan tentang peristiwa tersebut.
Mosi ini diterima oleh sidang. Pada hari itu juga, Presiden Jackson
memenuhi permintaan kongres, tetapi minta agar hal tersebut jangan
dipublikasikan sebelum laporan lebih lanjut diterima.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dalam sidang Sabtu malam,
tanggal 24 Juli 1832, permintaan Presiden itu diperdebatkan. Anggota
Dearborn berpendapat bahwa hal tersebut harus dipublikasikan karena bila
menutup-nutupi peristiwa tersebut, Downes akan mendapatkan sorotan
jelek dari khalayak ramai. Sebaliknya, Ketua Komisi Urusan Angkatan
Laut, Michael Hoffman dan Partai Dernokrat New York, menentang pendapat
Dearborn dengan suatu amandemen bahwa peristiwa tersebut dapat
dipublikasikan, tetapi harus menunggu laporan lebih lanjut.</div>
<div><span class="fullpost">
<br /></div>
<div>
Dalam amanat tahunannya,
Presiden Jackson tidak menyinggung sama sekali peristiwa penggempuran
Kuala Batee oleh Potomac yang dipimpin Downes. “<i><b>Hal
mi menunjukkan bahwa peristiwa pembakaran Kuala Batee dan pernbantaian
penduduknya oleh marinir Amerika telah dipeti-es'kan (dibekukan)</b></i>,” tulis M Nur El Ibrahimy.<br />
<br />
Oleh : <b>Iskandar Norman</b><br />Sumber : <a href="http://www.atjehcyber.net/">Atjeh Cyber</a></div>
</div></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-90390649878498714942013-11-03T06:19:00.000-08:002013-11-03T19:06:18.401-08:00Jejak Bangsa Aceh Di MalukuOrang Aceh yang bawa Islam ke sini. Orang Maluku yang kulit hitam ini
merupakan salah satu keturunan Aceh.” Sepenggal kalimat ini mengejutkan
saya pada pagi akhir Januari lalu. Dalam perjalanan dari Bandara
Pattimura ke Kota Ambon sekitar 45 menit, dia bernostalgia 10 tahun
lalu, jalan di sini penuh barikade. Mau aman dari penembak gelap, naik
speedboat ke Ambon padahal masih satu pulau. “Bagaimana Aceh, sudah
damai?” tanyanya dengan logat Ambon..<br />
<br />
<div>
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<span class="fullpost">
</span>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost">Saya terperanjat dengan klaim orang
Aceh yang bawa Islam ke daerah seribu raja ini. Jika yang dimaksud
Islam di Nusantara bersumber dari Aceh, tidak diragukan lagi. Boleh
jadi, penjemput itu ingin menyenangkan saya atau memang itu sumber yang
shahih yang tidak saya tahu. Saya menyakini, Islam di Maluku berasal
dari Makassar, Jawa Timur atau langsung dari jazirah Arab yang menyebar
melalui jalur perniagaan. Penuturan bapak setengaha abad ini perihal
Ambon Manise membongkar memori saya pada konflik Aceh. Pasalnya, apa
yang terjadi di negeri seribu pulau (Ambon) telah terjadi di negeri
seribu konflik (Aceh). Misalnya, tumpukan karung pasir bertamburan di
depan-depan pos militer atau barikade dari drum aspal, kayu, batu di
jalan-jalan dipasang di jalan negara.</span></div>
<span class="fullpost"><span class="fullpost">
</span></span>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost"><span class="fullpost"><br /></span></span></div>
<span class="fullpost"><span class="fullpost">
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Menginjak kaki di Ambon, maka
terpencarlah serpihan-serpihan daerah bekas konflik sosial. Beberapa
gedung pemerintah yang dibakar baik oleh umat Islam atau Nasrani
dibiarkan teronggok. Di seputar Simpang Trikora ? tempat favorit berdemo
seperti di Simpang Limong Banda Aceh- saya menyaksikan dinding sebuah
toko berlantai tiga penuh dengan bekas tembakan. Inilah tragedi
kemanusiaan terbesar di Indonesia yang menyebabkan paling kurang sekitar
6 ribu orang Islam atau Nasrani terbunuh atau dibunuh. Pela Gandong
yang menjadi benteng berpuluh tahun hancur berkeping-keping karena
mahirnya provokator yang dikendalikan dari Jakarta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Raja Aceh Dibuang ke Maluku</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Konflik yang membara pada 19 Januari
1999 dianggap selesai pasca diadakan dialog antara umat Islam Vs umat
Nasrani. Perjanjian yang diprakasai oleh Jusuf Kalla ini disebut
Perjanjian Malino II yang diadakan pada 11-12 Februari 2002 di kawasan
dingin Malino Sulawesi Selatan. Proses menuju damai terus berlanjut
hingga kondusif pada tahun 2004. Pada akhirnya, warga yang berbeda agama
itu sadar kalau selama ini mereka menjadi korban adu domba. Sepintas
lalu, proses damai ini mengingatkan pada aksi Jusuf Kalla yang berperan
besar mengiring RI-GAM ke meja perundingan di Helsinki pada 15 Agustus
2005.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Menulusri kota Ambon, ada beberapa hal
yang lumrah terjadi di Aceh. Misalnya, kebiasaan minum kopi di kedai
kupi yang disebut rumah kopi. Pasca kerusuhan yang saling membantai
sesama manusia, rumah kopi menjadi salah satu wadah pertemuan informal
antara umat Islam dan Nasrani. Mereka yang dulu bertetangga, tiba-tiba
bisa asah parang tanpa sebab jelas, maka tegur sapa diayunkan sambil
meneguk beberapa cangkir kopi di rumah kopi. Dari segi karakter, orang
Maluku sama keras dengan orang Aceh. Menghadapi watak ini dengan sikap
tegas oleh para pemimpin. Mungkin karena pertimbangan itu, Kapolri
menetapkan Kapolda Ambon Adityawarman (2004-2006) menjadi Kapolda Aceh
yang sudah terlatih menghadapi watak penduduk yang sama-sama keras dan
baru usai konflik horizontal (di Ambon) dan konflik vertikal (di Aceh).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Sultan Muhammad Daud Syah (1878-1939)
bersama iterinya Teungku Putroe Gambo Gadeng bin Tuanku Abdul
Majid,anaknya Tuanku Raja Ibrahim,Tuanku Raja Ibrahim, Tuanku Husin,
Tuanku Johan Lampaseh,Panglima Sagi Mukim XXVI, Keuchik Syekh dan Nyak
Abas dibuang ke Ambon, Maluku pada 24 Desember 1907 dan pada tahun 1918
diungsikan ke Batavia (Jakarta) karena terlalu dekat dengan orang
Bugis di Maluku. Kemudian dia mangkat pada 6 Februari 1939 di sana dan
dikebumikn di pekuburan rakyat Rawamangun Jakarta. Kondisi kuburan
tersebut tidak memperlihatkan makam raja Aceh layaknya makam raja-raja
yang terawat bersih dan diketahui oleh masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Muhammad Kasim Arifin</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Jejak selanjutnya orang Aceh yang
?membuang? diri ke Maluku yakni Muhammad Kasim Arifin (alm). Putra Aceh
Timur mengabdi di Waimital bagian selatan Pulau Seram Maluku selama 15
tahun. Saya ingat kala menjadi mahasiswa beliau di Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada tahun 1990-an yakni disela-sela
memberi kuliah, dia memperlihatkan papan nama Jalan Kasim Arifin di
Waimital. Kisah pengabdian yang mengharu ini diawali ketika Kasim yang
mahasiswa IPB Bogor pada tahun 1964 menjalani program “Pengerahan
Tenaga Mahasiswa” (seperti Kuliah Kerja Nyata ) selama beberapa bulan
dengan tugas memperkenalkan program Panca Usaha Tani. Kasim jatuh cinta
dengan daerah itu dan lupa pulang kalau dia masih berstatus mahasiswa.
Kasim yang cerdas, hidup sederhana dan lain-lain menikmati kerja di
sana hingga dia disapa Antua, sebutan bagi yang dihormati di Maluku..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Saya melacak langkah-langkah orang
Aceh yang berpengaruh di Maluku baik di masa lalu atau sekarang.
Tersebutlah nama Dr. Abdul Gafur bin Tengku Idris. Pada tahun 1980-an,
rakyat Aceh bertanya-tanya mengapa Gafur yang dikenal dari Maluku bisa
membawa nama Aceh dalam kampanye politik di Aceh. Kala itu, mantan
Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga pada masa Kabinet Pembangunan IV
menyebutkan dirinya juga orang Aceh. Ayahnya Teungku Idris adalah
seorang pejuang yang dibuang oleh Belanda ke Maluku. Agaknya, dia bisa
pakai dua kaki tergantung kepentingan. Nama juga politikus.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Kata Ambon terus bersemedia di Aceh.
Ada pria keturunan Ambon yang lebih populer dengan sebutan Bram Aceh.
Kala itu ayahanya menjadi tentara Belanda di Banda Aceh. Bram Aceh
adalah penyanyi keroncong terkenal yang lahir di Aceh pada 4 Maret 1913
dan meninggal dunia di Jakarta pada 8 Mei 2001. Bram Aceh merupakan
kakek penyanyi masyhur yaitu Harvey Malaiholo</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Nama-nama berbau Maluku tak pernah
padam di Aceh. Ketika membezuk kuburan Kerkhof di Banda Aceh, di antara
1.200 kerangka serdadu Belanda termasuk pasukan elit Marsose di sana,
terdapat ratusan nama-nama yang lazim dipakai di Maluku, Jawa, Menado
dan lain-lain yang dikirm ke Aceh dengan ujung bayonet untuk memburu
pejuang Aceh.</div>
<div style="text-align: right;">
<i><b><br /></b></i></div>
<div style="text-align: left;">
<i><b>Oleh Murizal Hamzah, </b>houseofaceh.org - <a href="http://kuartil.wordpress.com/">http://kuartil.wordpress.com</a></i></div>
</span></span></div>
<span class="fullpost">
</span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-89997798111614753812013-11-02T00:15:00.000-07:002013-11-03T19:03:45.157-08:00Abu Kuta Krueng Ulama Kharismatik Aceh<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-HbzUcWXJ8-g/UnSkYKRjRSI/AAAAAAAACQ4/hwo9_qCuk98/s1600/aBu+KuTa+KRueNG+(1).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://1.bp.blogspot.com/-HbzUcWXJ8-g/UnSkYKRjRSI/AAAAAAAACQ4/hwo9_qCuk98/s320/aBu+KuTa+KRueNG+(1).jpg" width="231" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br />
<br />
Tgk H Usman bin Tgk Ali. yang lebih dikenal <a href="http://acehdalamgallerysejarah.blogspot.com/2013/11/abu-kuta-krueng-ulama-kharismatik-aceh.html">Abu Kuta Krueng</a> lahir di Kuta Krueng Pidie Jaya pada tanggal 31 Desember
1940. Setelah menyelesaikan Sekolah
Rakyat (SR) Beliau langsung menggeluti pengetahuan Islam di Dayah Ma’hadal
Ulum Diniyyah Islamyyah (MUDI) Mesra Samalanga – Bireuen, semasa mengaji di
Dayah MUDI Mesra Samalanga telah nampak terlihat kepribadian seorang ulama,
mulai dari sifat, karakter hingga kemampuan menyerap berbagai ilmu pengetahuan
dengan cepat.<o:p></o:p></div>
<span class="fullpost">
</span>
<div class="MsoNormal">
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<span class="fullpost">
<div class="MsoNormal">
Sebagai seorang murid, Tgk H Usman selalu menghormati
gurunya, hingga ilmu yang beliau peroleh-pun mengandung keberkatan
(bermanfaat), karena dalam keyakinan aneuk dayah memuliakan dan menghormati
guru merupakan salah satu factor keberkatan pada ilmu. Dan hal ini dipraktekkan
dalam keseharian Tgk H Usman, walhasil sepulang dari dayah MUDI Mesra Samalanga
beliau mendirikan <a href="http://dayahabukuta.blogspot.com/">Dayah Darul Munawwar </a>di Kuta Krueng, Bandar Dua yang dulunya
tunduk ke kabupaten Pidie, namun sekarang masuk wilayah kabupaten Pidie Jaya
setelah pemekaran pada tahun 2007 lalu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kehadiran Tgk H Usman yang akrab disapa <a href="http://acehdalamgallerysejarah.blogspot.com/2013/11/abu-kuta-krueng-ulama-kharismatik-aceh.html">Abu Kuta Krueng</a>
dalam kancah pendidikan di Aceh telah menoreh catatan sejarah Aceh sebagai bumi
seribu dayah dan satu lagi bertambah lampu penerang di bumi Serambi Mekkah.
Hari ini Abu Kuta dipandang sebagai seorang tokoh ulama karismatik Aceh yang
selalu dihormati dan menjadi kebanggaan orang Aceh.<br />
<br />
Sumber : <a href="http://dayahabukuta.blogspot.com/">Dayah Darul Munawwar</a></div>
</span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-85284921132157652912013-10-31T01:05:00.001-07:002013-11-02T00:25:06.987-07:00Abuya Syaikh H. Muhammad Muda Waly al-Khalidy an-Naqsyabandy (2)<div style="text-align: justify;">
<b>Pulang ke Aceh</b><br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah Syaikh Muda Waly
berjuang menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan yang secara
lahiriahnya seperti tidak teratur, tetapi pada hakikatnya bagi Allah
s.w.t., perjalanan pendidikan beliau selama ini membawa beliau naik ke
tingkat martabat Ulama dan hamba Allah yang shalih. Maka dengan hasil
perjalanan pandidikannya serta pengalaman-pengalaman yang beliau dapati
selama ini, rasanya bagi beliau sudah cukup dijadikan pokok utama untuk
mengembangkan agama Allah ini dengan pendidikan Pesantren di tempat
beliau dilahirkan, di Blang Poroh Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan.
Meskipun pada waktu itu kata Darusssalam itu belum ada, dan adanya nama
ini setelah beliau mendirikan Pesantren di desa beliau sendiri.<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Lebih kurang pada akhir tahun
1939, beliau kembali ke Aceh Selatan melalui parahu layar dari Padang ke
Aceh di kecamatan Labuhan haji. Beliau disambut dengan meriah oleh ahli
famili, para teman dan masyarakat Labuhan Haji. Setelah beberapa hari
beliau berada di desanya, maka beliau bertekad membagun sebuah
pasantren. Pembangunan sebuah pesantren kali pertama tentu seadanya
saja. Maka beliau hanya mendirikan sebuah surau bertingkat dua. Pada
tingkat dua di atas sebagai tempat tinggal beliau beserta keluarga,
sedangkan pada tingkat bawah dan yang masih tersisa di atas dipergunakan
sebagai tempat ibadah.<br />
<br />
</div><span class="fullpost">
<div style="text-align: justify;">
Lahan tempat mendirikan Musholla
yang diberi oleh famili beliau sangat terbatas, sedangkan jamaah sudah
mulai kelihatan berbondong-bondong datang ke Surau beliau. Ibu-ibu pada
malam selasa dan harinya, sedangkan bapak-bapak pada malam rabu dan
harinya. Oleh karena itu, maka beliau ingin memperluas lahan untuk
betul-betul memulai sebuah pesantren yang dapat menampung santri-santri
dengan tempat tinggalnya, yang dalam istilah Aceh disebut dengan <i>rangkang-rangkang</i>.
Maka beliau berusaha untuk membeli tanah sekitar surau yang ada. Beliau
membeli tanah untuk pembangunan pesantren sedikit demi sedikit, hingga
mencapai ukuran 400x250 m2. Di atas tanah itulah beliau menampung
santri-santri yang berdatangan sedikit demi sedikit, dari Kecamatan
Labuhan Haji dan dari Kecamatan-kecamatan di Aceh Selatan, bahkan juga
dari berbagai kabupaten di Daerah Istimewa Aceh. Berkembanglah pesantren
itu, sehingga pelajar-pelajar dari luar daerahpun pada berdatangan,
khususnya dari berbagai Propinsi di Pulau Sumatra.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Pesantren itu beliau bagi-bagi atas berbagai nama, sebagai berikut :<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Pertama : <i>Darul-Muttaqin</i></b>,
di bagian ini terletak lokasi madrasah, mulai dari tingkat rendah
sampai tingkat tinggi dan di sampingnya dibangun sebuah surau besar
selaku tempat ibadah. Khususnya dalam pengembangan tariqat
Naqsyabanditah dan dijadikan tempat khalwat atau suluk 40 hari selama
ramadhan dengan 10 hari sebelumnya, 10 pada awal zulhijjah, 10 hari pada
bulan Rabiul awal<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Kedua : <i>Darul `Arifin</i></b>,
dilokai ini bertempat tinggal guru guru yang sebagian besar sudah
berumah tangga. Lokasinya agak berdekatan dengan pantai Laut Samudra
Hindia<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Ketiga : <i>Darul Muta`allimin</i></b>, di tempat ini tinggal para santri pilihan diantaranya anak Syaikh Abdul ghani Al kampari, guru tasauf Syaikh muda Waly .<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Keempat : <i>Darus Salikin</i></b>, dilokasi ini banyak asrama-asrama tempat tinggal para pelajar penuntut ilmu yang juga digunakan sebagai tempat berkhalwat.<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Kelima : <i>Darul zahidin</i></b>,
lokasi yang paling ujung dari lokasi pesantren Darussalam ini. Kalau
bukan karena tempat lainnya sudah penuh, maka jarang sekali santri yang
mau tinggal di lokasi ini apalagi tempat ini pada mulanya merupakan
tambak udang dan ikan .<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Keenam : <i>Darul Ma`la</i></b>, lakasi ini merupakan lokasi nomor satu karena tanahnya tinggi dan udaranyapun bagus dan terletak dipinggir jalan .<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Semua lokasi ini dinamakan oleh
Syaikh Muda waly dengan nama demikian sebagai tafaul kepada Allah semoga
semua santri yang belajar disitu menjadai hamba-hamba Allah yang
senatiasa menuntut ilmu (Al Muta`allimin), hamba-hamba yang Zahid,
mengutamakan akhirat dari pada dunia (Az-Zahidin), hamba-hamba yang
shalih mendapat tempat terhormat baik disisi Allah maupun dalam
pandangan masyarakat .<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama kemudian beliau menikah
dengan seorang wanita dari Desa Pauh, Labuhan Haji. Kemudian beliau
mendirikan sebuah pesantren lain di Ibukota Kecamatan. Pesantren ini
merupakan sebuah pesantren khusus, pelajarnya juga tidak banyak, para
pelajar di pesantren ini secara langsung berhadapan dengan kaum yang
berfaham wahabi sehingga mendatangkan persaingan pengembangan ilmu
pengetahuan agama melalui perdebatan yang diadakan para pelajar membahas
masalah-masalah khilafiyah dengan dalil-dalilnya menurut pendirian
ulama Ahlussunnah wal Jama’ah. Dipesantren inilah diadakan pengajian
yang dikuti oleh semua lapisan masyarakat bahkan juga dikuti oleh
kalangan Muhammadiyah dan golongan Salik Buta sehingga menjadikan majlis
ini majlis yang dipenuhi dengan pertanyaan dan debatan yang ditujukan
kepada Syaikh Muda Waly, namun semuanya dapat di jawab oleh Syaikh Muda
Waly dengan jawaban ilmiah yang memuaskan.<br />
<br />
<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Pendidikan Pesantren Darussalam</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Di pesantren yang beliau bangun
itu Syaikh Muda Waly mengajarkan kepada masyarakat ilmu agama. Khusus
untuk kaum ibu pada hari malam selasa, hari senin, dan malam senin. Pada
malam senin kaum ibu mendapat ceramah agama dari guru-guru yang telah
ditetapkan oleh beliau. Sedangkan pada selasa pagi sebelum zuhur,
setelah pengajian subuh, semua kaum ibu-ibu yang bermalam di pesantren
ikut membangaun Pesantren dengan menimbun sebagian lokasi Pesantren yang
belum rata dengan batu yang diambil dari pantai. Satu hal yang aneh dan
luar biasa, batu itu dihempaskan oleh gelombang air laut ke pantai dan
batu-batu itu semuanya berwarna putih bersih. Batu-batu ini hanya
terdapat di pantai yang berada di dekat pesantren. Setelah shalat Dhuhur
para ibu-ibu tersebut mendapat ceramah dari guru yang telah ditentukan
oleh Syaikh Muda Waly yang kemudian lanjutkan dengan tawajuh dalam
tariqat Naqsyabandiyah dan shalat Ashar. Sedangkan waktu untuk kaum
laki-laki adalah pada selasa malam mulai maghrib hingga larut malam.<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada setiap bulan Ramadan Syaikh
Muda Waly mengadakan khalwat untuk masyarakat yang dimulai sejak
sepuluh hari sebelum Ramadan sampai harai raya Idul Fitri. Ada yang
berkhalwat selama 40 hari ada juga yang 30 hari dan ada juga yang 20
hari. Selain dalam bulan Ramadan, khalwat juga diadakan dalam bulam
Rabiul awal selama 10 hari. Demikian juga pada bulan Zulhijjah selama 10
hari semenjak tanggal satu sampai 10 Zulhijjah.<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Sistem pendidikan pesantren yang diterapkan oelh Syaikh Muda Waly terbagi kepada dua :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Pertama : <i>sistem qadim</i>, yakni sitem pendidikan yang telah
berjalan bagi para Ulama sebelumnya. Sistem ini menekankan supaya
kitab-kitab yang dipelajari mesti khatam. Guru hanya membaca,
menerjemahkan dan menjelaskan sepintas lalu makna yang terkandung di
dalamnya. Menurut beliau sitem ini kita bagaikan naik bus pada malam
hari, yang kita lihat hanyalah jalan yang disorot oleh lamu bus saja,
walaupun perjalanannya panjang dan banyak yang kita lihat tetapi
hanyalah sekedar jalan yang diterangi oleh lampu bus saja, sedangakan
dikiri kanannya kita tidak melihatnya .</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Kedua : <i>sistem madrasah</i>. Pada sitem ini para pelajar sudah
mengunakan bangku dan papan tulis. Pada sitem kedua ini tidak ditekankan
pada khatam kitab, tetapi harus banyak diskusi untuk pendalaman.
Sebagai contoh, apabila pelajaran Fiqh yang dibaca adalah kitab Tuhfah
al-Muhtaj Syarah Minhajul Thalibin, maka yang dibaca hanya sekitar 10
baris saja, dilanjutkan dengan pembahasan pada matannya, syarahnya serta
hasyiah hasyiahnya serta pendalaman berdasarkan dalil-dalilnya baik
dari Al Qur an, Hadits ataupun disiplin ilmu lainnya. Ini memang memakan
waktu yang lama, tetapi bila para santri terbiasa dengan sistem ini
maka akan menghasilkan pemahaman yang mendalam dalam memahami kitab
kuning. Rupanya kedua sitem ini sangat menarik sehingga banyak santri
yang berdatangan ke Darussalam yang berasal dari berbagai daerah.<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Syaikh Muda Waly mengamalkan
ilmunya dengan luar biasa. Pukul 6.00 pagi beliau mengajar semua santri
muali dari tingkat yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Disini
terbuka pintu bagi semua santri untuk menanyakan segala sesuatu tentang
lafaz yang beliau baca. Pukul 9.00 pagi setelah sarapan dan Shalat Dhuha
belaiu menagjar pada tingkat yang lebih tinggi, yang terdiri dari para
dewan guru. Kitab yang dibaca adalah Tuhfah al-Muhtaj, Jam`ul Jawami`
dan kitab besar lainnya samapai waktu ashar. Sesudah Asar beliau juga
menyediakan waktu bagi siapa saja yang berminat mengambil ilmu dari
beliau. Syaikh Muda Waly sangat disiplin dalam mengajar sehingga dalam
kondisi sakitpun beliau tetap mengajar. Pernah pada satu kali pada saat
beliau sakit, para murid beliau sepakat untuk tidak mendebat beliau,
tetapi hanya mendengarkan penjelasan dari beliau. Rupanya hal ini
membuat beliau marah, kenapa para murid beliau tidak mendebat beliau.
Pertanyaan dan debatan dari murid-murid beliau rupanya menjadi obat yang
sangat mujarab bagi beliau. Tetapi beberapa saat setelah mengajar
beliau kembali jatuh sakit. Ketekunan dan kedisiplinan beliau dalam
mendidik muridnya telah membuahkan hasil yang luar biasa, sehingga dari
beliau lahirlah puluhan Ulama-ulama yang menjadi benteng Ahlussunnah di
Aceh dan sekitarnya. Hampir seluruh pesantren di Aceh sekarang ini
mempunyai pertalian keilmuan dengan beliau dan dari murid-murid beliau
lahir pulalah Ulama-ulama terpandang dalam masyarakat. Dengan adanya
perjuangan beliau perkembangan faham wahabi dan ide pembaruan terhadap
ajaran islam yang telah menjalar ke sebagian tokoh-tokoh di Aceh dapat
ditekan. Beliau sangat istiqamah dengan faham Ahlussunnah dan mazhab
Syafi’i.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Murid-murid Beliau :</b><br />
<br />
</div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
1.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Tgk. H. Abdullah Hanafiah Tanoh Mirah, pimpinan Dayah Darul Ulum, Tanoh Mirah, Bireuen.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
2.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum
Tgk. H. Abdul Aziz bin Shaleh, pimpinan Pesantren LPI MUDI Mesra
(Ma`hadal Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya) Samalanga, Bireuen.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
3.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Tgk. H. Muhammad Amin Arbiy Tanjongan, Samalanga, Bireuen.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
4.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tgk. H. Muhammad Amin Blang Bladeh (Abu Tumin) pimpinan Pesantren al-Madinatut Diniyah Babussalam, Blang Bladeh, Bireuen.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
5.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Teungku H. Daud Zamzamy. Aceh Besar.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
6.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Tgk. H. Syaikh Syihabuddin Syah (Abu Keumala) pimpinan Pesantren Safinatussalamah, Medan.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
7.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Teungku Adnan Mahmud pendiri Pesantren Ashabul Yamin, Bakongan, Aceh Selatan.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
8.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum. Tgk. H. Syaikh Marhaban Krueng Kalee (putra Syaikh H. Hasan Krueng kale) mantan Menteri Muda era Sukarno.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
9.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-MarhumTgk. H. Muhammad Isa Peudada, Bireuen.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
10.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Tgk. H. Ja`far Shiddiq, Kuta Cane.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
11.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Tgk. H. Abu Bakar sabil, Meulaboh, Aceh Barat.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
12.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Tgk. H. Usman fauzi, Cot Iri, Aceh Besar.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
13.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Abuya Prof. H. Muhibbuddin Waly (putra beliau sendiri yang paling tua)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
14.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Syaikh Jailani.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
15.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Syaikh Labai Sati, Padang Panjang.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
16.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Tgk. H. Qamaruddin, Teunom, Aceh Barat.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
17.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tgk. H. Syaikh Jamaluddin Teupin Punti, Lhok sukon, Aceh utara.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
18.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tgk. H. Syaikh Ahmad Blang Nibong, Aceh Utara.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
19.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tgk. H. Syaikh Abbas Parembeu, Aceh Barat.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
20.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tgk. H. Syaikh Muhahammad Daud, Gayo.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
21.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tgk. H. Syaikh Ahmad, Lam Lawi, Aceh Pidie.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
22.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tgk. H. Muhammad Daud Zamzami, Aceh Basar.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
23.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tuanku H. Idrus, Batu Basurek, Bangkinang.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
24.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Tgk. H. Syaikh Amin Umar, Panton labu. Aceh Utara.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
25.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Syaikh H. Nawawi Harahap, Tapanuli.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
26.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Marhum Tgk. H. Syaikh Usman Basyah, Langsa.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
27.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tgk. H. Syaikh Karimuddin, Alue Bilie, Aceh Utara.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
28.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tgk. H. Syaikh Basyah Kamal Lhoung, Aceh Barat</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan lain lain banyak lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Karya Beliau</b><br />
<br />
</div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
1.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">al-Fatwa,
Sebuah kitab dalam bahasa Indonesia dengan tulisan arab, berisi
kumpulan fatwa beliau mengenai berbagai macam permasalahan agama.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
2.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Tanwirul anwar, berisi masalah masalah aqidah.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
3.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Risalah Adab Zikir Ismuz Zat.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
4.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Permata Intan, sebuah risalah singkat berbentuk soal-jawab mengenai masalah i`tidaq.</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
5.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Intan Permata, risalah singkat berisi masalah tauhid</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam
risalah yang terakhir (Intan Permata) beliau memberi keputusan tentang
perdebatan Syaikh Ahmad Khatib dengan Syaikh Sa`ad Mungka, beliau
menyebutkan :</div>
<div style="text-align: justify;">
<blockquote>
“Ketahuilah hai segala ummat Ahlissunnah wal Jamah, bahwasanya karangan yang mulia Syaikh Ahmad al-Khatib yang bernama: <i>Izhar Zighlil-Kazibin</i>, tentang membantah <i>Rabithah</i> dan <i>Thariqat naqsyabandiyah</i>
itu adalah silap dan salah paham dari Syaikh yang mulia itu, karena
beliau itu telah ditolak oleh yang mulia Syaikh Sa`ad Mungka Payakumbuh
(Sumatra Tengah) dengan kitabnya <i>Irghamu Unufil</i> <i>Muta`annitin</i>. Kemudian kitab ini dijawab pula oleh yang mulia Syaikh Ahmad al-Khatib dengan kitabnya <i>as Saiful Battar</i>. Kitab ini pun ditolak oleh yang mulia Syaikh As`ad Mungka dengan kitabnya yang bernama <i>Tanbihul `Awam</i>.
Pada akhirnya patahlah kalam Tuan Syaikh Ahmad al-Khatib. Karena itu
maka hamba yang faqir ini, Syaikh Muhammad waly al-Khalidy sebabnya
mengambil Thariqat Naqsyabandiyah adalah setelah muthala`ah pada
karangan karangan Syaikh Ahmad Khathib dan karangan karangan Syaikh
Sa`ad Mungka dimana antara karangan kedua-dua Ulama itu sifatnya
soal-jawab dan debat-berdebat. Perlu diketahui bahwa Tuan Syaikh Ahmad
Khatib itu murid Sayyid Syaikh Bakrie bin sayyid Muhammad Syatha.
Sedangkan Tuan Syaikh As`ad Mungkar murid Mufti az-Zawawy, gurunya
Syaikh Usman Betawi yang masyhur itu. Maka muncullah kebenaran ditangan
Tuan Syaikh Sa`ad Mungka apalagi saya telah melihat pula kitab <i>as-Saiful Maslul</i> karangan Ulama Madinah selaku menolak kitab <i>Izhar Zighlil</i> <i>Kazibin</i>.
Oleh sebab itu bagi murid-muridku yang melihat karanagn Syaikh Ahmad
Khatib itu janganlah terkejut, karena karangan beliau itu ibarat harimau
yang telah dipancung kepalanya.”</blockquote>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Syaikh
Muda Waly bukan hanya berperan dalam menyebarkan ilmu agama saja. Tapi
beliau memiliki andil yang besar dalam mempertahankan kemerdekaan dan
keutuhan Republik Indonesia. Dalam mempertahankan proklamasi 17 agustus
1945 para ulama Aceh tampil kedepan dengan mengeluarkan fatwa jihad fi
sabilillah dan mendirikan barisan barisan perjuangan. Pada tanggal 18
Zulqa`dah 1364 Teungku Syaikh Hasan Krueng Kalee mengeluarkan fatwa
dengan menyatakan bahwa perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dan
berperang menetang musuh-musuh Allah adalah suatu kewajiban dan apabila
mati dalam peperangan itu akan mendapat pahala syahid. Disamping itu
juga diterangkan pula hendaklah ummat islam mengorbankan jiwa dan harta
untuk menolong agama Allah dan menolong negara yang sah. Fatwa itu
disebarkan luas ke seluruh Aceh melalui pemuda-pemuda Aceh yang
tergabung dalam Barisan Pemuda Indonesia yang kemudian menjadi Pemuda
Republic Indonesia.<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan itu Syaikh Muda Waly
di Labuhan Haji memperkuat fatwa tersebut melalui pengajian-pengajian
dan ceramah-ceramah umum. Bahkan beliau menjabat sebagai pimpinan
tertinggi dalam bariasan Hizbullah, meskipun dalam pelaksanaannya banyak
diserahkan kepada keponakannya yang juga merupakan seorang Ulama muda
yang kemudian menjadi menantu beliau. Di samping itu PERTI yang dipimpin
oleh Nya` Diwan telah membawa satu barisan perjuanagan dari Sumatra
Barat yang disebut Lasymi (Laskar Muslimin Indonesia). Antara kedua
laskar ini saling mengisi demi memperjuangkan Ahlussunnah dan
mempertahankan kedaulatan Negara dari tangan penjajah..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Peristiwa Berdarah di Aceh</b><br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam mempertahankan keutuhan
negara Indonesia beliau juga memiliki peran ynag sangat penting. Pada
tanggal 13 Muharram 1373 / 21 september 1953 meletuslah peristwa
berdarah di Aceh yaitu peristiwa DI/TII yang dipimpin oleh Tgk. Muhammad
Daud Bereueh, mantan Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo dan
mantan Gubernur Aceh dan merupakan salah seorang pemimpin utama PUSA
(Persatuan Ulama Seluruh Aceh). Syaikh Muda Waly tidak bergabung dalam
PUSA karena sebagian besar ulama ynag bergabung dalam PUSA telah
terpengaruh dengan ide pembaruan dalam Islam dari Minangkabau.<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hal ini para Ulama besar
di Aceh yang terdiri dari Kaum Tua antara lain Syaikh Muda waly, Syaikh
Hasan Krueng Kalee, Teungku Abdul Salam Meuraksa, Teungku Saleh Mesigit
Raya dan Ulama lainnya tidak mendukung gerakan ini, karena mereka
mengetahui bahwa latar belakang kejadian ini bukanlah hal yang dikaitkan
dengan agama tetapi hanyalah hal yang dikaitkan dengan dunia semata.
oleh karena itu para Ulama tersebut mengeluarkan fatwa mengutuk
pemberontakan tersebut atas nama para mereka. Tetapi karena semua ulama
tersebut berada dalam PERTI maka penonjolannya lebih terlihat atas nama
PERTI. Teungku Syaikh Muda Waly pada tanggal 18 November 1959 dalam
suatu rapat umum di Labuhan Haji mengharamkan pemberontakan tersebut dan
beliau menyatakan siap memberi bantuan menurut kesanggupan beliau. Para
Ulama-ulama tersebut sangat menyayangkan kenapa faktor pemberontakan
tersebut tidak di musyawarahkan terlebih dahulu dengan para ulama-ulama
besar di Aceh. Sehingga segala permasalahan dapat diselesaikan tanpa
harus melalui peristiwa berdarah. Karena jasa beliau itu, beliau pernah
diundang oleh Presiden Sukarno ke Istana Bogor pada tahun 1957 untuk
menghadiri Konferensi Ulama Indonesia untuk memutuskan kedudukan
Presiden Sukarno menurut Islam. Dalam konferensi tersebut beliau dan
para ulama dari seluruh Indonesia sepakat menyatakan bahwa presiden
Sukarno itu Presiden yang sah dengan prediket <i>Wali al-Amri adh-Dharury bisyl Syaukah.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Wafat Beliau</b><br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah berjuang demi tegaknya
agama ini, akhirnya Syaikh Muda Waly kembali kehadapan Allah pada
tanggal 11 syawal 1381 / 20 maret 1961 tepat pukul 15.30 WIB hari
selasa. Jenazah beliau di shalatkan oleh Ulama dan murid-murid beliau
serta masyarakat yang terjangkau kehadirannya ke Dayah Labuhan Haji,
karena pada zaman itu kendaraan umum masih sangat minim di Aceh selatan.
Beliau dimakamkan dalam komplek Dayah Labuhan Haji yang beliau pimpin.
Selanjutnya kepemimpinan Pesantren tersebut dilanjutkan oleh putra-putra
beliau secara bergantian antara lain Syaikh Muhibbuddin Waly, Syaikh
Jamaluddin Waly, Syaikh Mawardi Waly, Syaikh Nasir Waly, Syaikh Ruslan
Waly dan putra-putra beliau lainnya. Hal ini karena hampir semua putra
beliau menjadi Ulama-ulama terkemuka. Beliau bukan hanya berhasil dalam
mendidik murid-muridnya tetapi juga berhasil mendidik putra-putranya
menjadi Ulama-ulama yang gigih mempertahankan faham Ahlussunnah wal
Jamaah. Keberhasilan beliau dapat terlihat dengan jelas, dimana sekarang
ini hampir semua pesantren tradisional di Aceh mempunyai silsilah
keilmuan dengan beliau. Coba kita lihat beberapa pesantren di Aceh saat
ini antara lain :<br />
<br />
</div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
1.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren
LPI .MUDI MESRA, Samalanga dipimpin oleh Teungku H.Hasanoel Basry(Abu
Mudi)murid dari Syaikh Abdul Aziz (murid Syaikh Muda Waly, pimpinan MUDI
MESRA sebelumnya)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
2.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren
Al Madinatud Diniyah Babusslam Blang Bladeh, Bireun dipimpin oleh
Syaikh H.Muhammad Amin Blang Bladeh (murid Syaikh Muda Waly)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
3.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren Malikussaleh Panton Labu Aceh utara, dipimpin oleh Syaikh .H. Ibrahim Bardan (murid Syaikh Abdul Aziz, Samalanga)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
4.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren Darul Huda Lhueng Angen, Lhok Nibong, Aceh Utara, dipimpin oleh Syaikh Abu Daud(murid Syaikh Abdul Aziz, Samalanga)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
5.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren
Darul Munawwarah, Kuta Krueng, Bandar Dua. Pidie Jaya, dipimpin oleh
Tgk. H. Usman Kuta Krueng (murid Syaikh Abdul Aziz, Samalanga)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
6.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren
Darul Ulum, Tanoh Mirah, Bireun, dipimpin oleh Tgk. Muhammad Wali,
putra Syaikh Abdullah Hanafiah (murid Syaikh Muda waly dan pimpinan
Pesantren tersebut sebelumnya)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
7.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren Raudhatul Ma`arif Cot Trueng Aceh Utara, dipimpin oleh Tgk. H. Muhammad Amin (murid Syaikh Abdul Aziz, Samalanga)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
8.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren
Darul Huda, Paloh Gadeng, Aceh Utara, dipimpin oleh Syaikh Mustafa
Ahmad (Abu Mustafa Puteh, murid Syaikh Muhammad Amin Blang Bladeh)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
9.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren
Ashhabul Yamin, Bakongan, Aceh Selatan, dipimpin oleh Syaikh Marhaban
Adnan (murid Syaikh Abdul Aziz, Samalanga, putra Syaikh Adnan Mahmud
Bakongan)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
10.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren Ruhul Fata, Seulimum, Aceh Besar, dipimpin oleh Tgk. H. Mukhtar Luthfy (murid Syaikh Abdul Aziz, Samalanga)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
11.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pesantren
Serambi Makkah, Meulaboh, Aceh Barat, dipimpin oleh Syaikh Muhammad
Nasir L.c (murid Syaikh Abdul Aziz, Samalanga putra Abuya Syaikh Muda
waly)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
12.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Bahrul
Ulum Diniyah Islamiyah (BUDI) Lamno, Aceh Jaya, dipimpin oleh Tgk. H.
Asnawi Ramli, sebelumnya dipimpin oleh Tgk. Syaikh Ibrahim Lamno (murid
Syaikh Abdul `Aziz, Samalanga)</span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 6pt 35.7pt; text-indent: -17.85pt;">
13.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Yayasan Dayah Ulee Titi, Ulee Titi, Aceh Besar, dipimpin oleh Tgk. Syaikh `Athaillah (murid Syaikh Ibrahim Lamno)</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Kesemua
Pesantren tersebut dan beberapa pesantren lainnya mempunyai pertalian
keilmuan dengan Syaikh Muda Waly. Demikianlah manaqib singkat Syaikh
Muda Waly yang lebih populer dalam masyarakat Aceh dengan sebutan Abuya
Muda Waly, seorang Ulama yang sangat berperan dalam mempertahankan Faham
Ahlussunnah dan mazhab Syafii di bumi Aceh. Seorang Ulama besar yang
bisa dikatakan sebagai Mujaddid untuk Aceh dan sekitarnya. Semoga Allah
menempatkan beliau disisi-Nya yang tinggi dan semoga Allah melahirkan
Syaikh Muda Waly lainnya untuk Aceh ini khususnya dan untuk ummat Islam
umumnya. Amin ya Rabbal’alamin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Sumber : <a href="https://www.facebook.com/ijal.mantap">Ijal Mantap</a> - <a href="http://kaum-sarungan.blogspot.com">Kaum Sarungan</a></div></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-18795581899681244222013-10-31T00:39:00.000-07:002013-11-02T00:25:06.973-07:00Abuya Syaikh H. Muhammad Muda Waly al-Khalidy an-Naqsyabandy <div style="text-align: justify;">
<b>Kelahiran</b> </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Syaikh Muda Waly al Khalidy
dilahirkan di Desa Blang Poroh, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh
Selatan pada tahun 1917. Beliau adalah putra bungsu dari Syaikh H.
Muhammad Salim bin Malin Palito. Ayah beliau berasal dari Batu Sangkar,
Sumatra Barat. Beliau datang ke Aceh Selatan selaku da`i. Sebelumnya,
paman beliau yang masyhur dipanggil masyarakat Labuhan Haji dengan
Tuanku Pelumat yang nama aslinya Syaikh Abdul Karim telah lebih dahulu
menetap di Labuhan Haji. Tak lama setelah Syaikh Muhammad Salim menetap
di Labuhan Haji, beliau dijodohkan dengan seorang wanita yang bernama
Siti Janadat, putri seorang kepala desa yang bernama Keuchik Nya` Ujud
yang berasal dari Desa Kota Palak, Kecamatan Labuhan Haji, Aceh Selatan.
Siti Janadat meninggal dunia pada saat melahirkan adik dari Syaikh Muda
Waly. Beliau meninggal bersama bayinya. Syaikh Muhammad salim sangat
menyayangi Syaikh Muda Wali melebihi saudaranya yang lain. Kemana saja
beliau pergi mengajar dan berda`wah Syaikh Muda Waly selalu digendong
oleh ayahnya. Mungkin Syaikh Muhammad Salim telah memiliki firasat bahwa
suatu saat anaknya ini akan menjadi seorang ulama besar, apalagi pada
saat Syaikh Muda Waly masih dalam kandungan, beliau bermimpi bulan
purnama turun kedalam pangkuannya.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Nama Syeikh Muda Waly pada waktu
kecil adalah Muhammad Waly. Pada saat beliau berada di Sumatra Barat,
beliau dipanggil dengan gelar Angku Mudo atau Angku Mudo Waly atau Angku
Aceh. Setelah beliau kembali ke Aceh masyarakat memanggil beliau dengan
Teungku Muda Waly. Sedangkan beliau sering menulis namanya sendiri
dengan Muhammada Waly atau lengkapnya Syaikh Haji Muhammad Waly
Al-Khalidy.</div>
<span class="fullpost">
</span>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost"><br /></span>
<span class="fullpost"><br /></span></div>
<span class="fullpost">
<div style="text-align: justify;">
<b>Perjalanan Pendidikan</b><br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Syaikh Muda Waly belajar belajar
A-Qur an dan kitab-kitab kecil tentang tauhid, fiqh,dan dasar ilmu
bahasa arab kepada ayahnya. Disamping itu beliau juga masuk sekolah
Volks-School yang didirikan oleh Belanda. Setelah tamat sekolah Volks
School, beliau dimasukkan kesebuah pesantren di Ibukota Labuhan Haji,
Pesantren Jam`iah Al-Khairiyah yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Ali
yang dikenal oleh masyarakat dengan panggilan Teungku Lampisang dari
Aceh Besar sambil beliau sekolah di Vervolg School. Setelah lebih kurang
4 tahun beliau belajar di pesantren al-Khairiyah beliau diantarkan oleh
ayahnya ke pesantren Bustanul Huda di Ibukota Kecamatan Blangpidie.
Sebuah pesantren Ahlussunnah wal jama`ah sama seperti Pesantren
al-Khairiyah, yang dipimpin oleh seorang ulama besar yang datang dari
Aceh Besar yaitu Syaikh Mahmud. Di Pesantren Bustanul Huda, barulah
beliau mempelajari kitab-kitab yang masyhur dikalangan ulama Syafi`iyah
seperti I`anatut Thalibin, Tahrir dan Mahally dalam ilmu Fiqh, Alfiyah
dan Ibn `Aqil dalam ilmu Nahwu dan Sharaf.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah beberapa tahun di
Pesantren Bustanul Huda, terjadilah satu masalah antara beliau dengan
gurunya,Teungku Syaikh Mahmud yaitu perbedaan pendapat antara beliau
dengan gurunya tersebut tentang masalah berzikir dan bershalawat sesudah
shalat di dalam masjid secara jihar. Syaikh Muda Waly ingin melanjutkan
pendidikan kepesantren lainnya di Aceh Besar, tetapi sebelumnya, ayah
beliau ,Haji Muhammad Salim meminta izin kepada Syaikh Mahmud, meminta
do`anya untuk dapat melanjutkan pendidikan kepesantren lainya dan yang
terpenting meminta maaf atas kelancangan Syaikh Muda Waly berbeda
pendapat dengan gurunya dalam masalah tersebut. Berkali kali beliau dan
ayahnya meminta ma`af kepada Syaikh Mahmud tetapi beliau tidak
menjawabnya. Pada akhirnya kemaafan beliau dapat setelah beliau kembali
dari Sumatra Barat dan Tanah suci Makkah. Kejadian ini berawal dari
kasus di kecamatan Blang Pidie. Ada seorang ulama dari kaum muda dari
PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang bernama Teungku Sufi,
mendirikan Madrasah Islahul Umum di Susuh, Blang Pidie, berda`wah dan
membangkitkan masalah-masalah khilafiyah. Dalam satu perdebatan terbuka
di Ibukota kecamatan Blang Pidie, dia mengungkapkan dalil dan alasannya
sehingga hampir kebanyakan ulama termasuk Teungku Haji Muhammad Bilal
Yatim dapat dikalahkan. Tetapi pada waktu giliran perdebatan Teungku
Sufi tersebut dengan Syaikh Muda Waly semua dalil dan alasannya beliau
tolak, beliau hancurkan tembok-tembok alasannya sehingga kalah total
didepan umum. Tak lama setelah itu barulah Syaikh Mahmud mema`afkan
kesalahan Syaikh Muda Waly yang berani berbeda pendapat dengannya pada
waktu masih belajar di Bustanul Huda.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah beberapa tahun belajar
di Bustanul Huda, beliau mengungkapkan niatnya untuk melanjutkan
pendidikannya kepesantren di Aceh Besar kepada ayahnya, Syaikh H.
Muhammad Salim. Ayah beliau sangat senang mendengarkan niat beliau.
Apalagi Syaikh H.Muhammad Salim telah mengetahui bahwa putranya ini
telah menamatkan kitab-kitab agama yang dipelajari di Pesantren Bustanul
Huda.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai bekal dalam perjalanan
beliau dari Labuhan Haji, ayahanda beliau memberikan sebuah kalung emas
yang lain merupakan milik kakak kandung Syaikh Muda Waly, yaitu Ummi
Kalsum. Beliau diantar oleh ayahanda beliau dari desanya sampai ke
kecamatan Manggeng. Setelah sampai ke Manggeng, ayahanda beliau berkata
“Biarkan aku antarkan engkau sampai ke Blang Pidie”. Sesampainya di
Blang Pidie, Syaikh Muhammad Salim berkata kepada putranya Syaikh Muda
Waly “biarkan aku antarkan engkau sampai ke Lama Inong”. Pada kali yang
ketiga ini Syaikh Muda Waly merasa keberatan, karena seolah-olah beliau
seperti tidak rela melepaskan anaknya merantau jauh untuk menuntut ilmu.
Syaikh Muda Waly berangkat ke Aceh Besar ditemani seorang temannya yang
juga merupakan tamatan dari pesantren Busranul Huda, namanya Teungku
Salim, beliau merupakan seorang yang cerdas dan mampu membaca
kitab-kitab agama dengan cepat dan lancar.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesampainya di Banda Aceh,
beliau berniat memasuki Pesantren di Krueng Kale yang dipimpin oleh
Syaikh H. Hasan Krueng Kale, ayahanda dari Syaikh H. Marhaban, Menteri
Muda Pertanian Indonesia para masa Sukarno. Beliau sampai di Pesantren
Krueng kale pada pagi hari, pada saat Syaikh Hasan Krueng Kale sedang
mengajar kitab-kitab agama. Diantara kitab yang dibacakan adalah kitab
Jauhar Maknun.Syaikh Muda Waly mengikuti pengajian tersebut. Sebelum
Dhuhur selesailah pembacaan kitab tersebut, dengan kalimat terakhir <i>Wa huwa hasbi wa ni`mal wakil. </i>Setelah
selesai pengajian Syaikh Muda Waly merasa bahwa syarahan yang diberikan
oleh Syaikh Hasan Krueng Kale tidak lebih dari pengetahuan yang beliau
miliki. Walaupun demikian beliau tetap menganggap Syaikh Hasan Krueng
Kale sebagai guru beliau. Bagi Syaikh Muda Waly cukuplah sebagai bukti
kebesaran Syaikh Hasan Krueng Kale, apabila guru beliau Syaikh Mahmud
Blang Pidie adalah seorang alumnus Pesantren Krueng Kale.Syaikh Muda
Waly hanya satu hari di Pesantren Krueng Kale. Beliau bersama Tengku
Salim mencari pesantren lain untuk menambah ilmu. Akhirnya merekapun
berpisah. Pada saat itu ada seorang ulama lain di Banda Aceh yaitu
Syaikh Hasballah Indrapuri, beliau memiliki sebuah Dayah di Indrapuri.
Pesantren ini lebih menonjol dalam ilmu Al-Qur an yang berkaitan dengan <i>qiraat</i>
dan lainnya. Syaikh Muda Waly merasakan bahwa pengetahuan beliau
tentang ilmu al-Quran masih kurang. Inilah yang mendorong beliau untuk
memasuki Pesantren Indrapuri. Pesantren Indrapuri tersebut dalam simtem
belajar sudah mempergunakan bangku, satu hal yang baru untuk kala itu.
Pada saat mengikuti pelajaran, kebetulan ada seorang guru yang
membacakan kitab-kitan kuning, Syaikh Muda Waly tunjuk tangan dan
mengatakan bahwa ada kesalahan pada bacaan dan syarahannya, maka beliau
meluruskan bacaan yang benar beserta syarahannya. Dari situlah Ustad dan
murid-murid kelas itu mulai mengenal anak muda yang baru datang
kepesantren itu dan memiliki pengetahuan yang luas. Maka Ustad tersebut
mengajak beliau kerumahnya dan memerintahkan kepada pengurus pesantren
untuk mempersiapakan asrama temapat tinggal untuk beliau, kebetulan
sekali pada saat itu perbekalan yang dibawa Syaikh Muda Waly sudah
habis, maka dengan adanya sambutan dari pengurus pesantren tersebut
beliau tidak susah lagi memikirkan belanja.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pimpinan Pesantren Indrapuri
tersebut, Teungku Syaikh Hasballah Indrapuri sepakat untuk mengangkat
Syaikh Muda Waly sebagai salah satu guru senior di Pesantren tersebut.
Semenjak saat itu Syaikh muda Waly mengajar di pesantren tersebut tanpa
mengenal waktu. Pagi, siang, sore dan malam semua waktunya dihabiskan
untuk mengajar. Tinggallah sisa waktu luang hanya antara jam dua malam
sampai subuh. Waktu itupun tetap diminta oleh sebagian santri untuk
mengajar. Selama tiga bulan beliau mengajar di Dayah tersebut. Karena
padatnya jadwal, beliau kelihatan kurus, tetapi Alhamdulillah walaupun
demikian beliau tidak sakit.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah sekian lamanya di
Pesantren Indrapuri, datanglah tawaran dari salah seorang pemimpin
masyarakat yaitu Teuku Hasan Glumpang Payoeng kepada Syaikh Muda Waly
untuk belajar ke sebuah perguruan di Padang, Normal Islam School yang
didirikan oleh seorang ulama tamatan al-Azhar Mesir Ustad Mahmud Yunus.
Teuku Hasan tersebut setelah memperhatikan pribadi Syaikh Muda Waly,
timbullah niat dalam hatinya bahwa pemuda ini perlu dikirim ke al-Azhar
Mesir. Tetapi karena di Sumatra Barat sudah terkenal ada seorang Ulama
yang telah menamatkan pendidikannya di al-Azhar dan Darul Ulum di Cairo,
Mesir yang bernama Ustad Mamud Yunus yag telah mendirikan sebuah
perguruan di Padang yang bernama Normal Islam School yang sudah terkenal
kala itu melebihi perguruan perguruan sebelumnya seperti Sumatra
Thawalib. Oleh sebab itu Teuku Hasan mengirimkan Syaikh Muda Waly ke
pesantren tersebut sebagai jenjang atau pendahuluan sebelum
melanjutkanke al Azhar.</div>
<div style="text-align: justify;">
Berangkatlah
Syaikh Muda Waly menuju Sumatra barat dengan kapal laut.Beliau sama
sekali tidak mengetahui tentang Sumatra Barat sedikit pun, dimana letak
Normal Islam School dan kemana beliau harus singgah. Tiba tiba saja ada
seorang penumpang yang telah lama memperhatikan tingkah laku dan gerak
gerik Syaikh Muda Waly selama di kapal bersedia membantu Syaikh Muda
Waly untuk bisa sampai ketempat yang beliau tuju.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah sampai di Normal Islam
beliau segera mendaftarkan diri di Sekolah tersebut. Lebih kurang tiga
bulan beliau di Normal Islam dan akhirnya beliau mengundurkan diri dan
keluar dengan hormat dari Lembaga pendidikan tersebut. Hal ini beliau
lakukan dengan beberapa alasan :</div>
<div style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt;">
1.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Cita-cita
melanjutkan pendidikan kemana saja termasuk ke Normal Islam dengan
tujuan memperdalm ilmu agama,karena cita-cita beliau mudah-mudahan
beliau menjadi seorang ulama sperti ulama ulam besar lainnya.Tetapi
rupanya ilmu agama yangdiajarkan di normal Islam amat sedikit.Sehingga
seolah olah para pelajar disitu sudah dicukupkan ilmu agamanya dengan
ilmu yang didapati sebelum memasuki pesantren tersebut.</span></div>
<div style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt;">
2.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Di
Normal Islam pelajaran umum lebih banyak diajrakan ketimbang pelajaran
agama. Disana diajarkan ilmu matematika, kimia, biologi, ekonomi, ilmu
falak, sejarah Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Belanda, ilmu khat dan
pelajaran olahraga.</span><span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR"> </span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span dir="LTR">Di Normal
Islam beliau harus menyesuaikan diri dengan peraturan peraturan di
lembaga tersebut. Di situ para pelajar diwajibkan memakai celana,
memakai dasi, ikut olah raga disamping juga mengikuti pelajaran umum
diatas. Menurut hemat Syaikh Muda Waly, kalau begini lebih baik beliau
pulang ke Aceh mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau
miliki daripada menghabiskan waktu dan usia di Sumatra Barat.</span> <br />
<br />
Setelah beliau keluar dari Normal Islam, beliau bertemu dengan salah
seorang pelajar yang juga berasal dari Aceh dan sudah lama di Padang
yaitu Ismail Ya`qub, penerjemah Ihya `Ulumuddin. Bapak Ismail Ya`qub
menyampaikan kepada Syaikh Muda Waly supaya jangan cepat cepat pulang ke
Aceh, tetapi menetaplah dulu di Padang, barangkali ada manfaatnya.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada suatu sore beliau mampir
untuk berjamaah maghrib di sebuah Surau yaitu di Surau Kampung Jao.
Setelah shalat maghrib, kebiasaan disurau itu diadakan pengajian dan
seorang ustaz mengajar dengan membaca kitab berhadapan dengan para
jamaah. Rupanya apa yang di baca oleh ustaz itu beserta syarahan yang di
sampaikan menurut Syaikh Muda Waly tidak tepat, maka beliau
membetulkan, sehingga ustaz itu dapat menerima. Sedangkan jamaah para
hadirin bertanya-tanya tentang anak muda yang berani bertanya dan
membetulkan pendapat ustaz itu.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya para jamaah beserta
ustaz tersebut meminta beliau supaya datang ke Surau itu untuk menjadi
imam solat dan mengajarkan ilmu agama. Begitulah dari hari ke hari,
beliau mulai dikenal dari satu Surau ke Surau yang lain dan dari satu
Mesjid ke Mesjid yang lain. Apalagi beliau bukan orang Padang, tetapi
dari daerah Aceh dan nama Aceh sangat harum dalam pandangan ummat Islam
Sumatra Barat. Dan yang lebih mengagumkan lagi ialah kemahiran beliau
dalam ilmi Fiqh, Tasawwuf, Nahu dan ilmu lainnya. Barulah sejak itu
beliau dipangil oleh masyarakat dengan Angku Mudo atau Angku Aceh.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada masa itu pula sedang
hangat-hangatnya di Sumatra Barat tentang masalah- masalah keagamaan
yang sifatnya adalah sunat, seperti masalah usalli, masalah hisab dalam
memulai puasa Ramadan, hari raya ‘Id al-Fitri dan lain lain. Terjadilah
perdebatan antara kelompok kaum tua dengan kelompok kaum muda<i>.</i><br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Syaikh Muda Waly berasal dari
Aceh dalam kelahiran dan pendidikannya, tentu saja berpendirian dalam
semua masalah tersebut seperti pendirian para Ulama Aceh sejak zaman
dahulu, karena semua Ulama Aceh khususnya dalam bidang Syari’at dan Fiqh
Islam tidak ada bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Apalagi
Ulama Aceh zaman dahulu seperti syeikh Nuruddin al-Raniri, Syeikh Abdul
Rauf al-fansuri al-singkili [Syiahkuala], Syaikh Hamzah Fansuri, Syaikh
Syamsuddin Sumatrani dan lain lain semuanya bermazhab Syafi`i dan
antara mereka tidak terjadi pertentangaan dalam syari``at dan Fiqh Islam
kecuali hanya perbedaan pendapat dalam masalah Tauhid yang pelik dan
sangat mendalam, yaitu masalah Wahdah al-Wujud, juga masalah hukum Islam
yang berkaitan dengan politik, seperti masalah wanita menjadi raja.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena itulah maka semua
masalah-masalah kecil di atas sangat dikuasai oleh Syaikh Muda Waly
dalil-dalil hukum dan alasan-alasannya, al Qur’an dan Hadist dan juga
dari kitab kitab kuning. Karena itulah, maka terkenallah beliau di kota
Padang dan mulai dikenal pula oleh seorang Ulama besar di kota Padang,
yaitu Syaikh Haji Khatib Ali, ayahandanya Prof. Drs. H. Amura. Syeikh
Khatib Ali ulama besar ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah di Padang. Murid
dari pada Syeikh Ahmad Khatib di Mekkah Al- Mukarramah. Beliu mendapat
ijazah ilmu agama dari Syeikh Ahmad Khatib dan mendapat pula ijazah
Tariqat Naqsyabandiyah daripada Syeikh Ustman Fauzi Jabal Qubais Mekkah
al-Mukarramah. Yang menjadikan beliu terkenal di padang karena
kegigihannya mempertankan `Aqidah Ahli al-Sunnah wa al-Jama`ah dan
mazhab Syafi`i di samping pula beliu adalah menantu seorang ulama besar
dalam ilmu Syari`at dan Tariqat yaitu Syeikh Sa`ad Mungka. Syeikh sa`ad
Mungka dan Syaikh Khatib Ali sangat tertarik kepada Syaikh muda Waly
sehingga beliau menjodohkan Syaikh Muda Waly dengan seorang family
beliau yaitu Hajjah Rasimah, yang akhirnya melahirkan Syaikh Prof.
Muhibbuddin Waly. Sejak itulah kemasyhuran Syaikh Muda Wali semakin
meningkat dan terus ditarik oleh ulama-ulama besar lainnya dalam
kelompok para ulama kaum tua, tetapi beliau secara tidak langsung juga
mengambil hal-hal yang baik dari ulama-ulama lainnya, seperti orang
tuanya Buya Hamka, Haji Rasul.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian Syaikh Muda waly juga
berkenalan dengan Syaikh Muhammad Jamil Jaho. Maka beliau mengikuti
pengajian yang diberikan oleh Ulama besar Padang tersebut. Hubungan
beliau dengan Syaikh Muda Waliy pada mulanya hanya sekadar guru dan
murid. Syaikh Jamil Jaho adalah seorang Ulama Minangkabau, murid Syaikh
Ahmad Khatib. Beliau diakui kealimannya oleh ulama lainnya terutama
dalam ilmu bahasa Arab. Di Pesantren Jaho itulah Syaikh Muhammad Jamil
Jaho mengumpulkan murid muridnya yang pintar untuk mencoba pengetahuan
Syaikh Muda Waly, pada lahiriyahnya mereka seperti mengaji pada Syaikh
Muda Waly tapi pada hakikatnya adalah untuk menguji dan mencoba Syaikh
Muda Waly dengan berbagai ilmu alat. Rupanya semua debatan tersebut
dapat dijawab oleh Syaikh Muda Waly. Dari situlah, Syaikh Muda Waly
semakin terkenal dikalangan para ulama Minangkabau. Akhirnya Syaikh Muda
Waly dinikahkan dengan putri Syaikh Muhammada Jamil Jaho yaitu dengan
seorang putrinya yang juga alim, Hajjah Rabi`ah yang akhirnya melahirkan
Syaikh H. Mawardi Waly. Syaikh Muda Waly menempati rumah pemberian
paman istri beliau yang pertama, Hajjah Rasimah. Rumah itu terdiri dari
dari dua tingkat, pada bagian bawahnya di gunakan sebagai madrasah dan
tempat majlis ta`lim.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila datang hari hari besar
Islam ummat Islam di Kota Padang beramai ramai datang kerumah tersebut.
Para Ulama Kota Padang khususnya sering berdatangan ke rumah tersebut
karena bila tak ada undangan Syaikh Muda Waly sibuk mengajar dan
berdiskusi dengan para ulama lainnya apalagi dalam rumah itu juga
tinggal seorang ulama besar lain, Syaikh Hasan Basri, menantu dari
Syaikh Khatib `Ali Padang dan suami dari Hajjah Aminah, ibunda dari
istri beliau Hajjah Rasimah. Pada tahun 1939 Syaikh Muda Waly menunaikan
ibadah haji ke tanah suci bersama salah seorang istri beliau Hajjah
rabi`ah. Selama di Makkah beliau tidak menyia-nyiakan waktu dan
kesempatan. Selain menunaikan ibadah haji, beliau juga memanfaatkan
waktu untuk menimba ilmu pengetahuan dari ulama ulama yang mengajar di
Masjidil Haram antara lain Syaikh Ali Al Maliki, pengarang <i>Hasyiah al - Asybah wan nadhaair</i> bahkan beliau mendapat ijazah kitab-kitab Hadits dari Syaikh Ali al-Maliki.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selama di Makkah Syaikh Muda
Waly seangkatan dengan Syaikh Yasin Al fadani, seorang ulaam besar
keturunan Padang yang memimpin Lembaga Pendidikan Darul Ulum di Makkah
al-Mukarramah.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada waktu Syaikh Muda Waly
berada di Madinah pada setiap saat shalat, beliau selalu menziarahi
kuburan yang mulia Saiyidina Rasulullah Saw. Pada waktu itu siapa saja
yang menziarahi kuburan Nabi secara dekat, akan dipukul oleh polisi
dengan tongkatnya. Tetapi pada saat Syaikh Muda Waly sedang bermunujat
dekat makam Rasullualah, beliau didekati oleh polisi, ingin memukul
beliau, maka Syaikh Muda Waly langsung berbicara dengan polisi tersebut
dengan bahasa arab yang fasih sehingga polisi tersebut tertarik dengan
beliau dan membiarkan beliau duduk lama di dekat maqam Rasulullah. Di
Madinah Syaikh Muda Waly berdiskusi dengan para ulama ulama dari negeri
lain terutama dari Mesir. Beliau tertarik dengan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan di negeri Mesir, sehingga beliau sudah bertekat menuju
ke Mesir, tetapi beliau lupa bahwa pada saat itu beliau membawa istri
beliau Hajjah Rabi`ah. Istri beliau keberatan ditinggalkan untuk pulang
ke Indonesia akhirnya beliau urung berangkat ke Mesir.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selama beliau di Makkah ataupun
Madinah beliau tak sempat mengambil ijazah dalam Tahariqat apapun. Hal
ini kemungkinan besar karena dua hal :</div>
<div style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt;">
1.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Karena
beliau berada di tanah suci lebih kurang hanya tiga bulan, waktu yang
sangat singkat bagi beliau yang mempunyai cita-cita besar untuk menggali
ilmu dari berbagai ulama. Sehingga habislah waktu beliau hanya untuk
menemui dan berdiskusi dengan para ulama lainnya.</span></div>
<div style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt;">
2.<span style="font-size: 7pt;"> </span><span dir="LTR">Pada
umumnya para pelajar yang datang ke Tanah suci untuk mengamalkan
thariqat, mengambil ijazah dan berkhalwat harus berada di tanah suci
pada bulan Ramadan. Karena pada bualn Ramadan halaqah pengajian sepi
bahkan libur. Semua waktu dalam bulan Ramadhan dutujukan untuk
beribadah. Sedangkan Syaikh Muda Waly berada di Tanah suci bukan dalam
bulan Ramadhan .</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Kepulanngan Syaikh Muda Waly dari tanah suci mendapat sambutan dari
murid-murid beliau serta dari Ulama-ulama Minangkabau lainnya seperti
Syaikh `Ali Khatib, Syaikh Sulaiman Ar Rasuli, Buya Syaikh Jamil Jaho.
Hal ini dikarenakan, dengan kembalinya Syaikh Muda Waly maka bertambah
kokoh dan kuatlah benteng Ahlussunnah wal Jamaah di padang khususnya.
Dikalangan Ulama tersebut, Syaikh Muda Waly merupakan yang termuda
diantar mereka, sehingga dalam perdebatan-perdebatan ilmu keagamaan yang
populer pada masa itu, Syaikh Muda Waly lebih didahulukan oleh Ulama
dari kelompok kaum tua untuk menghadapi Ulama dari kaum muda .Uniknya
kedua belah pihak (Ulama kaum Tua dan Ulama kaum Muda) menampilkan orang
orang muda dari kedua belah pihak. Sehingga antara ulama dari kedua
belah pihak seolah olah tidak terjadi perbedaan pendapat.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun Syaikh Muda Waly telah
memiliki ilmu pengetahuan agama yang luas, namun ada hal yang belum
memuaskan hati beliau yaitu ilmu yang beliau miliki belum mampu
menenangkan batin beliau, akhirnya beliau memutuskan untuk memasuki
jalan Tasauf sebagaiman yang telan ditempuh oleh ulama- ulama
sebelumnya. Apabila ar-Raniri di Aceh mengambil tariqat Rifa`iyah dan
Syaikh Abdur Rauf yang lebih dikenal oleh masyarakat Aceh dengan sebutan
Teungku Syiah Kuala mengambil tariqah Syatariyah maka Syaikh Muda Waly
memilih Thariqat Naqsyabandiyah, sebuah tariqat yang popular di Sumatra
Barat kala itu. Beliau berguru kepada seorang Ulama besar Tariqah di
Sumatera Barat kala itu yaitu Syaikh Abdul Ghaniy al-Kamfary bertempat
di Batu Bersurat, Kampar, Bangkinang. Beliau bersuluk disana selama 40
hari lamanya. Menurut sebagian kisah menyebutkan bahwa selama dalam <i>khalwat</i>nya dengan <i>riyadhah</i> dan <i>munajat</i>
berupa mengamalkan zikir-zikir sebagaimana atas petunjuk Syaikh Abdul
Ghany, beliau sempat mengalami lumpuh sehingga tidak bisa berjalan untuk
mandi dan berwudhuk.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah selesai ber<i>khalwat</i>
beliau merasakan kelegaan batin yang luar biasa jauh melebihi
kebahagiannya ketika mendapat ilmu yang bersifat lahiriyah selama ini.
Beliau mendapat ijazah mursyid dari Syaikh Abdul Ghani sebagai pertanda
bahwa beliau sudah diperbolehkan untuk mengembangkan Thariqah
Naqsyabandi yang beliau terima. Setelah mendapat ijazah Thariqah beliau
kembali ke Kota Padang dan mendirikan sebuah Pesantren yang bernama
Bustanul Muhaqqiqin di Lubuk Begalung, Padang. Sebuah pesantren yang
terdiri dari beberapa surau dan asrama. Banyak murid yang mengambil ilmu
di Pesantren tersebut bahkan juga santri-santri dari Aceh. Tetapi pada
saat Jepang masuk ke Padang, Syaikh Muda Waly mengambil keputusan pulang
ke Aceh karena di Aceh beliau merasa lebih tenang dan nyaman dalam
mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki. Sehingga
akhirnya Pesantren yang beliau bangun di Padang lumpuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Sumber : <a href="https://www.facebook.com/ijal.mantap">Ijal Mantap</a> - <a href="http://kaum-sarungan.blogspot.com">Kaum Sarungan</a></div>
Bersambung...</span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-16314542278650795972013-10-23T11:41:00.001-07:002013-10-23T11:50:25.646-07:00Jusuf Kalla Paparkan Rahasia Sukses Perdamaian Aceh Di TukiMantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memaparkan kisah perdamaian di
Aceh di hadapan para peserta forum "Advancing humanitarian action;
engaging with rising global actors to develop new strategi dialogue and
partnerships" di Istanbul, Turki, Senin waktu setempat. Dalam forum
tersebut, JK hadir dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Palang Merah
Indonesia (PMI) dan berbicara di hadapan para aktivis kemanusiaan dari
berbagai belahan dunia, di antaranya Jerman, Turki, Swiss, Kuwait,
Afrika Selatan, Lebanon, Arab Saudi, Brazil, Rusia, serta badan badan
PBB yang fokus pada masalah kemanusiaan seperti UNHCR.<br />
<div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-G7BXQFZIUVM/UmgXSk08-9I/AAAAAAAACOY/JveJ8o0HFN0/s1600/Jusuf+Kalla+Paparkan+Rahasia+Sukses+Perdamaian+Aceh+Di+Tuki.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="176" src="http://4.bp.blogspot.com/-G7BXQFZIUVM/UmgXSk08-9I/AAAAAAAACOY/JveJ8o0HFN0/s320/Jusuf+Kalla+Paparkan+Rahasia+Sukses+Perdamaian+Aceh+Di+Tuki.jpg" width="320" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
JK memaparkan, program kemanusiaan yang kini banyak dilakukan di
berbagai daerah bencana dan konflik, hendaknya dapat mendorong
terciptanya perdamaian. Sebab, tanpa memanfaatkan cara tersebut, konflik
dan bencana akan berkepanjangan dan membuat aksi kemanusiaan itu tanpa
ujung.<span class="fullpost"><br />
<br />
Menurut JK, dirinya prihatin menyaksikan tayangan di jaringan televisi
CNN ketika ribuan orang Syiria hidup di kamp kamp pengungsian. Padahal,
terdapat banyak lembaga lembaga kemanusiaan yang bekerja di sana. Namun
mereka tidak berupaya memparalelkan antara pelaksanaan program bantuan
kemanusiaan dengan penegakan perdamaian.<br />
<br />
"Hal yang semacam inilah yang membuat program bantuan tidak efektif dan
para pengungsi akan terus terjebak dalam situasi konflik serta
membutuhkan bantuan yang besar tanpa henti," kata JK, seperti termuat
dalam keterangan tertulis yang diterima <strong>Okezone</strong>, Selasa (22/10/2013).<br />
<br />
JK lalu menceritakan pengalaman pemerintah Indonesia ketika menghadapi
tsunami di Aceh yang menelan korban jiwa yang amat luar biasa, mencapai
200 ribu jiwa. Ketika itu, dibutuhkan peran dari sebuah organisasi
pemerintahan yang kuat dan mampu mengkosolidasikan semua potensi, baik
dari dalam maupun luar negeri, serta bekerja secara transparan dan
akuntabel.<br />
<br />
"Aceh membutuhkan bantuan kedaruratan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Tetapi, rekonstruksi hanya bisa berjalan dengan baik, jika kondisi di
Aceh aman atau stabil. Tanpa keamanan akan sulit bagi pemerintah
Indonesia melakukan rekonstruksi," papar JK yang juga didampingi tokoh
perdamaian Aceh Hamid Awaludin.<br />
<br />
Dengan argumentasi tersebut, maka menurut JK, pemerintah meyakinkan
semua pihak terutama kepada Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bahwa hanya
dengan jalan perdamaian, tahapan pemulihan kondisi di Aceh, terutama
rekonstruksi, dapat dicapai. Akhirnya semua pihak bisa menerima
argumentasi tersebut sehingga dalam tempo enam bulan setelah proses
bantuan kedaruratan dan rehabilitasi tsunami Aceh, yakni pada 15 Agustus
2005, berhasil dicapai kesepakatan Helsinki yang menandai penegakan
perdamaian di Aceh.<br />
<br />
"Program bantuan kemanusiaan dapat digunakan sebagai alat untuk
menegakkan perdamaian. Dan terciptanya perdamaian secara efektif dapat
menghentikan program bantuan kemanusiaan," tuturnya.<br />
<br />
Tetapi, kata Jusuf Kalla, semua akan berjalan dengan baik dengan
pengkajian yang tepat, terbuka, khususnya kepada media. Dan yang tidak
kalah penting adalah bantuan terkelola secara akuntabel.<br />
<br />
"Pengalaman kami di Aceh, selama dua hari setelah tsunami, dunia hanya
mengetahui peristiwa yang terjadi di Thailand, karena sebelumnya
Pemerintah RI membatasi kehadiran media, mengingat status Aceh yang
masih dilanda konflik. Setelah kami terbuka kepada media, barulah CNN
dan media media asing lainnya berdatangan memberitakan sehingga tsunami
Aceh akhirnya mengundang perhatian internasional," pungkasnya.<br />
<i><span style="color: blue;"><b>(</b><span style="background-color: white; font-family: Arial, HelveticaNeue, 'Helvetica Neue', sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">Lamtiur Kristin Natalia Malau)</span></span></i><br />
<i><span style="color: blue;"><span style="background-color: white; font-family: Arial, HelveticaNeue, 'Helvetica Neue', sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;"><br /></span></span></i>
Sumber : <a href="http://news.okezone.com/read/2013/10/22/337/884820/di-turki-jk-paparkan-rahasia-sukses-perdamaian-aceh">Okezone</a></span></div>
</div>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-64343024951307942013-10-17T23:43:00.001-07:002013-10-17T23:48:16.987-07:00PeRiBaHaSa aCeH - HaDiH MaJa (0051-0060)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-iYNC-KaY0jQ/UmDXFN-H_GI/AAAAAAAACOA/2ItQeVD2d0k/s1600/HaDiH+MaJa+aCeH.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-iYNC-KaY0jQ/UmDXFN-H_GI/AAAAAAAACOA/2ItQeVD2d0k/s320/HaDiH+MaJa+aCeH.jpg" width="277" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="MsoNormal">
<em><span style="font-style: normal;">0051.</span><br /><b style="font-style: normal;">
aSee BLaNG NYaNG PaJoH JaGoNG,aSee GaMPoNG NYaNG KeuNoNG GeuLaWa.</b><br /><span style="font-size: x-small;">
aNJiNG SaWaH YaNG MaKaN JaGuNG,aNJiNG KaMPuNG YaNG KeNa LeMPaR.</span><br />
<br /><span style="font-style: normal;">
0052.</span><br /><b style="font-style: normal;">
BaK GoB MeuPaKe BeK GaTa PaWaNG,BaK GoB MeuPRaNG BeK GaTa PaNGLiMa.</b><br />
</em><span style="font-size: x-small;"><i>TeMPaT oRaNG BeRaNTaM JaNGaN KaMu uRuS,TeMPaT oRaNG BeRPeRaNG JaNGaN
KaMu aTuR.</i></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; font-family: 'Trebuchet MS';">0053.<br /><b>
BaK RaNG PaTaH BeK TaPeeH BiNTeH,BaK uBoNG TiReH BeK TaLeuNG TiKa,BaK BeuT
PaKaT aTe BeuGLeH,BeK aRaNG aBeH BeuSoe HaN PeuJa.</b><o:p></o:p></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: 'Trebuchet MS'; font-size: x-small;"><i>PaDa TiaNG PaTaH JaNGaN PaSaNG
DiNDiNG,PaDa aTaP BoCoR JaNGaN LeTaKKaN TiKaR,PaDa PeKeRJaaN MuSYaWaRaH HaTi
HaRuS BeRSiH,JaNGaN aRaNG HaBiS BeSi TiDaK PaNaS MeMBaRa.</i></span><br />
<span class="fullpost"><br />
</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span class="fullpost"><em><span style="font-style: normal;">0054.</span><br /><b style="font-style: normal;">
BeK TaMeuNGoeN NGoeN Si PaLeH,HaReuTa aBeH TaNYoe BiNaSa.</b><br /><span style="font-size: x-small;">
JaNGaN BeRKaWaN DeNGaN oRaNG BaNGSaT,HaRTa HaBiS KiTa BiNaSa.</span><span style="font-style: normal;"><o:p></o:p></span></em></span></div>
<span class="fullpost">
</span>
<div class="MsoNormal">
<span class="fullpost"><em><br /><span style="font-style: normal;">
0055.</span><br /><b style="font-style: normal;">
BeK TaMeuTaRoH BaK LeuMo BuKoNG,BeK TaMeuSaBoNG BaK MaNoK BuTa.</b><br /><span style="font-size: x-small;">
JaNGaN BeRTaRuH PaDa LeMBu TaK BeRTaNDuK,JaNGaN MeNYaBuNG DeNGaN aYaM BuTa.</span><br />
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--><span style="font-style: normal;"><o:p></o:p></span></em></span></div>
<span class="fullpost">
<div class="MsoNormal">
<em><span style="font-style: normal; mso-bidi-font-style: italic;">0056.<o:p></o:p></span></em></div>
<div class="MsoNormal">
<em><b style="font-style: normal;">oN
BaLeK BaLoe,oN PaNJoe TaSuMPai PLoK,GeuTaNYoe SaBe KeuDRoe-DRoe,Peu PaSai
TaMeuaNToK.</b><br /><span style="font-size: x-small;">
DauN BaLeK BaLoe,DauN RaNDu PeNYuMPaL KaLeNG,KiTa SeSaMa KiTa,aPa PaSaL
BeRKeLaHi.</span><span style="font-style: normal;"><o:p></o:p></span></em></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<em><span style="font-style: normal; mso-bidi-font-style: italic;">0057.<o:p></o:p></span></em></div>
<div class="MsoNormal">
<em><b style="font-style: normal;">MeNYoe
TeuPaT NieT NGoeN KaSaD,LaoT DaRaT TuHaN PeuLaRa.</b><br /><span style="font-size: x-small;">
JiKa LuRuS NiaT DaN MaKSuD, LauT DaRaT TuHaN PeLiHaRa.</span><br />
<br /><span style="font-style: normal;">
0058.</span><br /><b style="font-style: normal;">
PaLeH TaNoH CoT TeuNGoH KuReuNG aSoe,PaLeH iNoNG JiTeuMaNYoeNG ‘oH JiWoe
LaKoe,PaLeH aGaM SiPaT KuWaH BiLeuNG aSoe,PaLeH RaKYaT JiMeuuPaT RaTa SaGoe,PaLeH
RaJa JiMeuDeuNGo HaBa BaRaNGGaSoe.</b><br /><span style="font-size: x-small;">
CeLaKa TaNaH TiNGGi DiTeNGaH KuRaNG iSi (HaSiLNYa),CeLaKa iSTRi BeRTaNYa SaaT PuLaNG
SuaMi,CeLaKa LeLaKi MeNYuKaT KuaT MeNaKaR iSi,CeLaKa RaKYaT MeNYeBaR GoSSiP
DiTiaP TeMPaT ( SuDuT NeGeRi),CeLaKa RaJa MeNDeNGaR BeRiTa DaRi SiaPa SaJa
(SeMua oRaNG).</span><br />
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--><span style="font-style: normal;"><o:p></o:p></span></em></div>
<div class="MsoNormal">
<em><span style="font-style: normal;">0059.</span><br /><b style="font-style: normal;">
PaKiBaN u MeuNaN MiNYeuK, PaKiBaN aBu MeuNaN aNeuK</b><span style="font-style: normal;">.</span><br /><span style="font-size: x-small;">
SeBaGaiMaN KeLaPa BeGiTuLaH MiNYaKNYa,SeBaGaiMaNa oRaNG Tua BeGiTuLa aNaKNYa.</span><span style="font-style: normal;"><o:p></o:p></span></em></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<em><span style="font-style: normal; mso-bidi-font-style: italic;">0060.<o:p></o:p></span></em></div>
<em><b style="font-size: 12pt; font-style: normal;">Taeu BoH KaYee WaTee
MeuBuNGoNG,TaKaLoN iNoNG BeK SaJa RuPa,CaRoNG iNoNG CeuDaH JiMeuNGui,BeuJRoH
PeuRaNGui MaLeM aGaMa.</b><br /><span style="font-size: x-small;">
KiTa LiHaT PuTiK KaYu SaaT BeRBuNGa,KiTa LiHaT WaNiTa JaNGaN HaNYa PaDa RuPa,WaNiTa
YaNG CeRDaS PaNDai BeRHiaS,BaGuS aKHLaKNYa
aLiM aGaMaNYa.</span><br />
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--></em></span></div>
Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-69158202015695488562011-11-14T10:33:00.000-08:002011-11-14T11:50:59.868-08:00Para Penjaga Kejayaan Bangsa Aceh<span style="font-weight:bold;">MACHMUD - KHADAM MAKAM SYIAH KUALA</span><br /><br />“SAYA khadam dari keturunan yang kedelapan,” kata lelaki itu. Dia mengenakan sarung, kemeja muslim dan kopiah hitam.<br /><br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-1jcNMpLeoik/TsFq5FI2RgI/AAAAAAAABtc/OJhX6FjVCGY/s1600/33p6160184.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-1jcNMpLeoik/TsFq5FI2RgI/AAAAAAAABtc/OJhX6FjVCGY/s320/33p6160184.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5674934534327911938" border="0" /></a></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">Pintu gerbang makam Syiah Kuala</span></span><br /></div><br />Ucapannya bernada bangga sekaligus hormat. Sebab hanya orang dan keturunan tertentu yang mendapat hak waris sebagai khadam. Dalam bahasa Arab dan Melayu, khadam sebutan untuk orang yang menjadi juru kunci. Tugasnya menjaga dan memelihara makam.<br /><br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/-8oGxRdcnUtg/TsFq5FkL_CI/AAAAAAAABtU/hzL9Fzlw5GU/s1600/CIMG7224.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-8oGxRdcnUtg/TsFq5FkL_CI/AAAAAAAABtU/hzL9Fzlw5GU/s320/CIMG7224.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5674934534442581026" border="0" /></a></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">Makam Syiah Kuala yang terletak di Jln. Lamdingin Desa laut Syiah Kuala Banda Aceh.</span></span><br /></div><br />Makam yang dia jaga adalah makam orang yang dikenal saleh, berilmu, dan mulia. Makam itu tempat peristirahatan terakhir ulama besar Aceh dan pemimpin tarekat Sattariyah, Syeh Abdurrauf bin Ali Al Fansuri Assingkili. Masyarakat lebih mengenal sang ulama dengan nama Syiah Kuala. Dia menjabat sebagai Kadhi Malikul Adil di Kerajaan Aceh Darussalam pada masa Ratu Safiatuddin Syah (1641-1675), Nakiatuddin Syah (1675-1678), Zakiatuddin Syah (1678-1688), dan Kamalat Syah (1688-1699).<span class="fullpost"><br /><br />Machmud adalah pensiunan pegawai negeri di Dinas Sumberdaya Air, Banda Aceh. Hampir tiap hari dia datang ke pemakaman, mulai jam delapan pagi sampai enam sore. Jabatannya adalah koordinator ahli waris juru kunci pemakaman. Tiap Senin dan Kamis, dia menerima puluhan bahkan ratusan peziarah. Dalam sepekan dia hanya libur pada hari Jumat.<br /><br />Machmud menggantikan khadam Syiah Kuala sebelumnya, Abdurrahman Ibrahim, lewat musyawarah para ahli waris. Abdurrahman tak lain adalah abang kandung Machmud.<br /><br />Ketika tsunami menggulung Aceh, gelombang itu menghancurkan benda-benda dan memusnahkan mereka yang hidup. Abdurrahman bersama istri dan empat anaknya tak terkecuali. Keluarga itu tinggal di gampong Deah Raya, kecamatan Syiah Kuala. Rumah mereka tak jauh dari kompleks pemakaman.<br /><br />Tak satu pun rumah penduduk tersisa di gampong itu. Yang selamat hanya makam Syiah Kuala yang terletak dua puluh meter dari tanggul.<br /><br />Kondisi makam rusak berat. Pagar besi pelindung bengkak-bengkok. Tanah amblas. Namun posisi batu-batu yang melindungi makam nyaris tak berubah. Satu nisan masih berdiri tegak, satu lagi patah. Nisan-nisan lain rebah dan berserak di sekeliling makam sang ulama. Terpisah dari kuburan masing-masing.<br /><br />Saat melewati makam itu, wangi melati tercium dari di tepi utara. Tapi saya tak melihat bekas taburan melati di sekeliling makam. Pohon melati pun tak ada. Beberapa pokok bakau terletak sekitar 50 meter dari pemakaman. Tanah gersang. Tambak-tambak rusak. Panas matahari membakar kulit. Dan laut luas begitu dekat dari sini.<br /><br />Pagi itu saya ditemani Muhammad Isa, pengemudi becak-mesin yang mengantar saya ke pemakaman, dan tiga orang peziarah. Juru kunci makam belum datang.<br /><br />Saya tak percaya dengan penciuman sendiri, lalu bertanya kepada Isa.<br /><br />“Bang, abang mencium wangi melati?”<br /><br />“Iya, wangi.” Isa mengendus-endus, mencari sumber bau tersebut.<br /><br />Tiga peziarah itu pun mengalami hal serupa. Mereka mencium aroma melati saat mendekati makam. Mungkinkah ada orang yang sengaja menyiram parfum ke makam?<br /><br />Minggu berikutnya saya kembali lagi ke situ dan mencium wangi yang sama.<br /><br />“Tidak… tidak pernah ada yang menyiram minyak wangi ke makam,” kata Machmud, juru kunci makam.<br /><br />Tapi, ah, saya tak ambil pusing. Saya kembali berkeliling makam, mengamati situs bersejarah yang rusak itu.<br /><br /><br />PADA 29 Januari 2006 lalu, penjabat Gubernur Mustafa Abubakar menyatakan, pemerintah daerah telah menyediakan dana sebesar Rp 1,5 miliar untuk memperbaiki kompleks pemakaman. Dia datang bersama para pejabat daerah.<br /><br />Di lain hari, ketika Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mendatangi tempat itu, dia juga menjanjikan hal yang sama: membantu merekonstruksi makam.<br /><br />“Tapi sampai sekarang belum ada realisasinya,” ujar Machmud.<br /><br />Ruang kerja Machmud berdinding tripleks dan beratap seng, bersebelahan dengan makam. Di ruang itu pula dia menerima dan mencatat nama peziarah yang datang.<br /><br />“Selama ini pemeliharaan dan perawatan kami lakukan sendiri. Pembangunan pagar juga dari dana kita sendiri.”<br /><br />Entah bermaksud menyinggung pemerintah atau tidak, sebuah papan besar memuat tulisan yang meminta perhatian pemerintah. Bunyinya, “Sejauh mana perhatian pemerintah terhadap makam yang sangat bersejarah ini.… Marilah kita sama-sama menjaga, memelihara serta merawatnya agar tetap utuh sepanjang masa. Jangan sampai jatuh ke laut.”<br /><br />Tiba-tiba seorang ibu bersama anaknya memberi salam dan masuk. Mereka membawa karung putih berisi seekor ayam berbulu putih. Dalam bahasa Aceh, Machmud menanyakan maksud kedatangan si ibu. Ibu itu memperkenalkan diri sebagai Nurhayati binti Usman. Anak laki-lakinya yang berusia sekitar empat tahun itu bernama Adlan Kamal.<br /><br />“Saya memenuhi nazar untuk anak saya yang baru sembuh dari sakit.” Machmud menerjemahkan kepada saya. Tak berapa lama, Machmud menjelaskan apa arti nazar dan bagaimana seharusnya nazar dilakukan. Dia juga menerangkan bahwa tiap peziarah yang datang, termasuk sang ibu, dilarang meminta apapun kepada almarhum Syiah Kuala.<br /><br />“Karena itu namanya syirik. Mintalah hanya kepada Allah yang Mahakaya,” ujar Machmud.<br /><br />Nurhayati menyerahkan ayam kepada Machmud sebelum pamit pulang. Machmud sempat memotret ibu dan anak itu dengan kamera digital sebagai dokumentasi.<br /><br />Menurut Islam, nazar berarti mewajibkan diri-sendiri melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang tujuannya mengagungkan serta mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ensiklopedi Islam disebutkan bahwa hukum melaksanakan nazar atau melaksanakan sesuatu sesuai dengan yang telah dinazarkan adalah wajib.<br /><br />“Mengapa banyak orang memenuhi nazarnya di makam Syiah Kuala, tidak di tempat lain?” tanya saya pada Machmud.<br /><br />“Memang banyak tempat lain. Tapi menurut pengakuan mereka, lebih yakin melakukannya di sini daripada di tempat lain. Dan sesuatu yang diikuti dengan keyakinan akan lebih afdhal (utama) dikerjakan.”<br /><br />“Dengan apa saja warga biasanya bernazar?”<br /><br />“Apa saja. Ibu tadi dengan seekor ayam. Yang kaya ada yang bernazar dengan kambing. Mereka yang tidak mampu bisa dengan mengerjakan salat sunat. Pokoknya disesuaikan dengan kemampuan dia.”<br /><br />Orang-orang yang bernazar datang dari berbagai kalangan. Kepala Kepolisian Resor Aceh Tamiang, Ajun Komisaris Besar Polisi Agus Djaka Santoso, belum lama ini memenuhi nazarnya.<br /><br />“Dia bernazar agar segera dipromosikan jadi kapolres, dan terkabul. Setelah dilantik sekitar seminggu lalu dia memenuhi nazarnya dengan memotong seekor kambing,” kisah Machmud.<br /><br />Dia memperlihatkan foto kambing milik Kapolres Aceh Tamiang itu sebelum disembelih. Bulunya hitam pekat. Badannya gemuk. Setelah dikuliti, biasanya daging dan tulang kambing dimasak di tempat yang tak jauh dari makam Syiah Kuala. Warga setempat dan peziarah akan menyantap masakan itu bersama-sama.<br /><br />Dalam buku tamu Machmud, hingga pertengahan 2006 ini sudah tercatat 105 ekor kambing yang disembelih untuk memenuhi nazar.<br /><br />Banyaknya warga yang berziarah membuat makam tak pernah sepi. Beberapa pekan setelah tsunami, dalam sehari jumlah pengunjung mencapai seribu orang. Selain berziarah, pengunjung kerap memberi sumbangan.<br /><br />“Pak Muhammad Anshari dari Bekasi Utara menyumbang Rp 10 juta untuk menata kembali batu-batu nisan.” Machmud menunjukkan catatannya.<br /><br />Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berniat mengunjungi makam Syiah Kuala, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Djoko Santoso memerintahkan anak buahnya membangun bale, semacam tempat istirahat sementara. Namun ketika bangunan panggung bercat hijau itu rampung, SBY tak kunjung menepati niatnya.<br /><br />Tapi berkah dari makam Syiah Kuala terus berlanjut. Bahkan tukang becak-motor, seperti Bang Isa, tak luput dari rezeki. Soalnya, jarak dari jalan utama ke pemakaman lumayan jauh, antara tiga hingga lima kilometer. Peziarah butuh sarana untuk mencapai makam. Ditambah lagi, jalan berlubang dan belum diaspal. Debu beterbangan.<br /><br />“Rata-rata sehari saya bisa dapat Rp 40 ribu,” kata Isa yang tinggal di barak daerah Lambaro Skep, tak jauh dari pemakaman.<br /><br />Jumlah itu jauh dari cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup istri dan delapan anaknya. Tapi, dia mengaku masih beruntung memperoleh pemasukan.<br /><br />Bagaimana dengan Machmud? Siapa yang menggaji dia untuk menjaga makam?<br /><br />“Ya dari dana amal.”<br /><br />“Dari pemerintah?”<br /><br />“Tidak… tidak ada.” Machmud menggelengkan kepala.<br /><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">IBRAHIM DAN MARIANI PENGURUS RUMOH CUT NYAK DHIEN</span><br /><br />DARI makam Syiah Kuala yang terletak di utara kota Banda Aceh, saya pergi ke barat. Saya menuju peninggalan sejarah yang terletak di ruas jalan utama Banda Aceh-Meulaboh atau tepatnya, jalan menuju pantai Lhok Nga.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span class="fullpost"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/-yA2T-4rUcCs/TsFsJgCy7pI/AAAAAAAABtw/EcPCHwOCOkg/s1600/cut-nyak-dien-08.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 216px;" src="http://4.bp.blogspot.com/-yA2T-4rUcCs/TsFsJgCy7pI/AAAAAAAABtw/EcPCHwOCOkg/s320/cut-nyak-dien-08.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5674935915939819154" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">Rumoh Cut Nyak Dhien</span></span></span></div><br /><span class="fullpost">Saya menjumpai Ibrahim Yusuf dan Mariani. Mereka punya kewajiban tak kalah besar bagi bangsa Aceh. Secara bergantian mereka menjaga dan merawat satu-satunya rumah peninggalan Cut Nyak Dhien, pejuang Aceh. Kendati penjajah Belanda membuang Cut Nyak Dhien ke Sumedang, Jawa Barat, hingga akhir hayatnya, orang Aceh tak pernah melupakan dia.<br /><br />Di rumah itu pula Cut Nyak Dhien pernah hidup bersama suami tercinta Teungku Umar, yang kemudian gugur mendahuluinya. Teungku Umar memimpin rakyat Aceh melawan kolonialisme Belanda.<br /><br />Rumah panggung bercat hitam, memanjang dan menghadap ke utara. Tinggi tiang-tiang penyangga mencapai dua meter. Atap terbuat dari daun nipah kering. Lantai dan dinding dari kayu ulin atau kayu besi. Pokok-pokok nangka jadi tiang penyangga. Usianya sekitar 200 tahun. Pada 1896, rumah ini dibakar Belanda dan pada 1981 direnovasi pemerintah Indonesia.<br /><br />Ruang dalam cukup luas. Di serambi muka, pengunjung dapat melihat potret-potret bersejarah ketika pasukan marsose atau tentara Belanda menyerbu kampung dan gagal menangkap Teungku Umar. Potret pasukan Teungku Umar yang merusakkan rel kereta api milik Belanda juga dipajang di dinding. Potret terakhir di dinding kanan adalah potret Cut Nyak Dhien. Rahangnya kukuh. Garis wajahnya tegas.<br /><br />Potret-potret itu merupakan reproduksi dari dokumentasi asli yang disimpan di Leiden, Belanda.<br /><br />Antara serambi muka dan belakang terdapat dua kamar dayang-dayang. Kamar Cut Nyak Dhien berada di sebelah timur, diapit ruang tamu utama dan ruang rapat. Lapisan kain kelabu di ranjang Cut Nyak Dhien sebagian masih asli.<br /><br />Ruang makan bersebelahan dengan kamar pembantu. Di sekeliling ruang makan terdapat lemari kaca yang menyimpan senjata-senjata tajam, seperti pedang, tombak, maupun rencong. Senjata-senjata ini ditemukan dalam tanah, tepat di bawah rumah, ketika renovasi berlangsung.<br /><br />Ketika tsunami datang, rumah Cut Nyak Dhien jadi tempat berlindung sekitar 800 warga, orang dewasa dan anak-anak. Air tak sampai membenam lantai. “Sedikit lagi air masuk. Batas air cuma beberapa senti di bawah lantai,” kisah Ibrahim Yusuf pada saya.<br /><br />Konstruksi bangunan cukup kokoh. Tak ada kayu yang patah atau retak.<br /><br />“Hanya atap saja yang dirapikan dan ditambah yang baru, karena waktu tsunami ada yang naik sampai ke atas sana dan asap jadi bergeser,” katanya, lagi.<br /><br />Namun, gedung pustaka yang berada di sebelah barat rumah ini rusak berat. Ratusan buku sejarah Cut Nyak Dhien, Teungku Umar, Panglima Polem, Teungku Chik Di Tiro, dan pejuang-pejuang kerajaan Aceh hanyut dibawa air. Kini bangunan tersebut kosong-melompong.<br /><br />Ibrahim dan Mariani bekerja keras membersihkan sampah dan lumpur bekas tsunami di sekeliling rumah. Keduanya sama-sama keturunan penjaga rumah. Mereka tinggal bertetangga. Ibrahim bersama istri dan seorang anak, sedangkan Mariani sudah hampir lima tahun menjanda.<br /><br />Sayang sekali, perjuangan Ibrahim dan Mariani menjadi penjaga, pengelola sekaligus pemandu bagi pengunjung yang datang tak sebanding dengan honor maupun perhatian pemerintah untuk mereka.<br /><br />Ketika diangkat jadi penjaga rumah pada 1991, mereka diupah Rp 15 ribu. Kini, setelah 15 tahun merawat rumah pasangan pahlawan kebanggaan bangsa Aceh, upah mereka hanya naik sepuluh kali lipat. Ya, tiap bulan mereka hanya mendapatkan Rp 150 ribu. Itu pun tersendat-sendat.<br /><br />“Sudah empat bulan honor kami belum dibayar. Saya sudah bolak-balik menanyakan, tapi jawabannya selalu masih menunggu dana dari pusat,” ungkap Ibrahim.<br /><br />“Sebenarnya sangat tidak cukup, walau untuk kebutuhan sendiri. Apalagi setelah tsunami barang-barang di sini sudah mahal. Tapi, mau tidak mau harus dicukupkan,” Mariani menimpali.<br /><br />Mereka berdua tak jarang harus menanggung beban biaya listrik. Menurut Ibrahim, tiap bulan rekening listrik untuk penerangan rumah dan taman nyaris menyamai upah gabungan dia dan Mariani, “Antara Rp 200 ribu sampai 250 ribu.”<br /><br />“Dananya kami kumpulkan dari sumbangan tamu-tamu yang datang. Itu pun kami tidak meminta,” ujar Ibrahim.<br /><br /><br />AMIN YUSUF PENJAGA BENTENG INDRA PATRA<br /><br />AMIN Yusuf punya nasib nyaris serupa. Lelaki berusia sekitar 50 tahun itu bekerja menjadi penjaga Benteng Indra Patra di Lamdong, Krueng Raya. Lokasinya sekitar 33 kilometer dari Banda Aceh ke arah timur.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/-aB_-I4IrsMw/TsFtuQQ7bLI/AAAAAAAABuA/uTfKt16HRmo/s1600/a020-seaarchaeology.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://4.bp.blogspot.com/-aB_-I4IrsMw/TsFtuQQ7bLI/AAAAAAAABuA/uTfKt16HRmo/s320/a020-seaarchaeology.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5674937646870916274" border="0" /></a><br /><br />Benteng Indra Patra dibangun oleh keturunan Raja Harsya dari India Selatan pada 604 Masehi. Semula bangunan ini merupakan tempat tinggal keluarga raja dan digunakan untuk kegiatan ritual. Namun, ketika pasukan Iskandar Muda merebutnya dari Portugis, peninggalan kerajaan Hindu tersebut berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan senjata, seperti meriam dan bedil.<br /><br />Seperti juga makam Syiah Kuala, dua benteng dari semen dan batu sungai ini terletak di bibir pantai Selat Malaka. Tinggi masing-masing benteng enam meter. Tapi tsunami merontokkan pagar tembok yang mengelilinginya.<br /><br />Saya terpaksa ekstra hati-hati ketika menuju kawasan benteng. Banyak ‘ranjau darat’ di sana-sini. Baunya cukup menusuk. Ternyata yang berkunjung bukan hanya manusia, gerombolan kerbau dan sapi juga tak mau ketinggalan.<br /><br />“Sejak tak ada pagar, binatang-binatang itu keluar-masuk sesukanya,” tutur Amin kepada saya. Sejak dihantam tsunami, menurut Amin, tidak ada upaya pembangunan pagar.<br /><br />Sebagai penjaga benteng yang konon dibangun pada abad ke-7 itu, Amin hanya diupah Rp 150 ribu per bulan. Seperti Ibrahim dan Mariani, tak setiap bulan dia menerima honor. Padahal rasa lapar dan kebutuhan keluarga tak bisa ditahan-tahan.<br /><br />“Semula anak saya, Emisa yang menjaga, tetapi sejak tiga tahun lalu dia kerja sebagai kenek truk di Medan. Satu kali trip dia bisa dapat Rp 150 ribu.”<br /><br />Di masa konflik, tempat ini sepi pengunjung. Lamdong kerap jadi daerah operasi tentara Indonesia maupun Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua warga bahkan ditembak mati gara-gara dituduh mata-mata tentara Indonesia. Amin sempat ditahan sehari di markas Komando Distrik Militer. Dia juga pernah dihajar anggota Brigadir Mobil.<br /><br />“Tapi lebih baik dipukul tentara daripada harus berhadapan dengan GAM,” kata Amin, mengutip komentar penduduk setempat.<br /><br />Setelah kesepakatan damai pemerintah Indonesia dan GAM, benteng tersebut kembali ramai dikunjungi orang. Amin kemudian membuka warung makanan dan minuman. Hasilnya bisa lebih banyak dari honornya sebagai penjaga benteng.<br /><br />Tapi kepada pengunjung Amin berpesan, “Kalau mau datang dan duduk di semak-semak harus bawa surat nikah. Berkunjung boleh, tapi jangan bikin perbuatan yang tidak-tidak. Karena orang kampung yang bisa terkena bala!”<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">MUHAMMAD YAHYA PEMANDU SITUS TAMAN SARI GUNONGAN ( TAMAN GAIRAH )</span><br /><br />BANGUNAN bersejarah di Aceh dan Sumatera Utara berada di bawah Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) yang berkantor di Jalan Teuku Umar, di pusat kota Banda Aceh. Di kompleks kantor itu juga terdapat peninggalan bersejarah.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span class="fullpost"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/-co4gkFhq_xI/TsFwMhDFvWI/AAAAAAAABug/jKj7xYzYED8/s1600/IGP0393.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 213px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-co4gkFhq_xI/TsFwMhDFvWI/AAAAAAAABug/jKj7xYzYED8/s320/IGP0393.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5674940365795605858" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">Pinto Khop</span></span></span></div><br /><span class="fullpost">Taman Sari Gunongan atau Taman Gairah namanya. Taman ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) berkuasa. Bangunan berbentuk replika gunung di tengah taman konon terbuat dari putih telur. Sultan mempersembahkan seisi taman tersebut untuk permaisurinya yang berasal dari Pahang.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span class="fullpost"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/-LZ9zMmQZObc/TsFwMrnzvFI/AAAAAAAABuQ/yz5GaJ361Os/s1600/gunongan-ok.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 220px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-LZ9zMmQZObc/TsFwMrnzvFI/AAAAAAAABuQ/yz5GaJ361Os/s320/gunongan-ok.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5674940368633969746" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">Gunongan</span></span></span></div><br /><span class="fullpost">Di situ saya menemui Muhammad Yahya yang juga salah seorang juru kunci dan pemandu situs Taman Sari Gunongan atau Taman Gairah. Tapi lagi-lagi, nasib Yahya tak berbeda jauh dengan juru kunci di bangunan bersejarah lainnya. Honor ekstra minim.<br /><br />“Kalau saya masih muda, mana mau saya kerja di sini,” ujar Yahya pada saya. Usianya sudah lebih dari 60 tahun. Rambut keperakan. Dia pensiunan tentara. Pangkat terakhirnya sersan kepala. “Tapi karena tak ada pekerjaan lain, ya terpaksa dijalani.”<br /><br />Insa Anshari, kepala BP3, tak bisa berbuat banyak.<br /><br />“Dana kita memang minim.” Insa berterus terang.<br /><br />Menurut dia, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata tiap tahun hanya memberi anggaran Rp 130 juta kepada kantornya. Pengeluaran terbesar digunakan untuk membayar honor para juru kunci situs yang berada di Aceh dan Sumatera Utara. Total jumlah mereka 168 orang. Sedangkan jumlah anak buah Insa sebanyak 29 orang.<br /><br />Jika dihitung, dalam setahun total pengeluaran untuk honor para juru kunci mencapai Rp 300 juta! Itu belum termasuk dana rekonstruksi dan rehabilitasi situs-situs bersejarah yang rusak akibat gempa dan tsunami.<br /><br />Lantas apa upaya Insa menutupi sisa kebutuhan anggaran?<br /><br />“Kita sudah minta ke pusat, tapi sepertinya wakil rakyat di Jakarta kurang memahami apa arti sejarah. Untuk rekonstruksi kita sudah minta bantuan BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias), tapi belum ada respon. Kita menyadari, mungkin sementara ini prioritas rekonstruksi dan rehabilitasi lebih kepada penduduk yang jadi korban tsunami. Saya dan beberapa pegawai di sini juga menjadi korban tsunami, tapi belum dapat bantuan perbaikan rumah.”<br /><br /><br />RUPANYA nasib juru kunci dengan situs sejarah yang mereka rawat setali tiga uang: kerap dilupakan. Saya teringat ucapan salah seorang tokoh dalam karya Karl May yang berjudul Dan Damai di Bumi. May pernah mengunjungi Pelabuhan Ulee Lheue dan Kutaraja di akhir abad ke-19. “Mereka yang tidak menghargai masa lalu, juga tidak berharga untuk masa depan,” kata penulis serial Old Shatterhand ini.<br /><br />Tapi Machmud, penjaga makan Syiah Kuala, tidak akan melupakan sejarah yang pernah membuat Aceh berjaya. Dia tak gentar jika bencana kembali berulang, apalagi sekedar minimnya dana. Dia berupaya menjaga, memelihara serta merawat warisan yang dipercayakan padanya.<br /><br />“Kita berupaya sejauh kita bisa,” tegas Machmud.<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">Penulis & Sumber</span> : <span style="font-weight: bold;">Samiaji Bintang</span> adalah kontributor <a style="font-weight: bold;" href="http://www.acehfeature.org/index.php/site/detailartikel/326/Para-Penjaga-Kejayaan-Bangsa-Aceh">Aceh Feature</a> 14 Juni 2006 di Aceh.<br /></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com19tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-46263923021409129562011-10-22T18:44:00.000-07:002011-10-22T18:51:32.927-07:00Sepenggal Kisah Khadafi dan AcehTertembaknya mantan pemimpin Libya Muammar Khadafi meninggalkan duka bagi sebagian orang Aceh. Setidaknya, itulah yang dirasakan Ligadinsyah, mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang pernah kuliah, sekaligus ikut pelatihan militer di kamp Tajura, Libya. Bagi Liga, tanpa Khadafi, tak pernah ada angkatan perang GAM. Bahkan, sebagian anggota GAM pernah jadi pengawal Khadafi.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/-aVmaWXIwM9o/TqNytW45jBI/AAAAAAAABrE/p08xBPmUrzs/s1600/images.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 285px; height: 177px;" src="http://4.bp.blogspot.com/-aVmaWXIwM9o/TqNytW45jBI/AAAAAAAABrE/p08xBPmUrzs/s320/images.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5666498879726128146" border="0" /></a><br /><br />Dua tahun di Libya, meninggalkan kenangan mendalam bagi Ligadinsyah. Liga yang ketika itu masih berusia 24 tahun terpilih sebagai salah satu dari lima pemuda Aceh yang mendapat beasiswa kuliah di Al Fatah University, Tripoli, tahun 1986. Dia mengambil jurusan bahasa Arab. "Kami kuliah di sana atas rekomendasi almarhum Teungku Hasan Tiro," kata Liga yang kini berusia 48 tahun kepada The Atjeh Post, Jumat (21/10).<span class="fullpost"><br /><br />Menurut Ligadinsyah, tak lama setelah dia ke Libya, barulah gelombang pemuda Aceh lainnya dikirim ke sana untuk ikut pelatihan militer. "Tahun 1987, saya dipercaya sebagai penerjemah untuk kawan-kawan dalam latihan militer. Saat libur kuliah, saya juga ikut bergabung dalam pelatihan militer," kenangnya.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/-NdGitnMlT98/TqNytsH_qII/AAAAAAAABrg/KwkqU3Ti5us/s1600/hasan_pasukan.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 158px;" src="http://3.bp.blogspot.com/-NdGitnMlT98/TqNytsH_qII/AAAAAAAABrg/KwkqU3Ti5us/s320/hasan_pasukan.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5666498885426587778" border="0" /></a><br /><br />Meski pemberontakan GAM dimulai tahun 1977, pendidikan militer secara besar-besaran memang baru dimulai pada 1986-1990. Maka tumpah ruahlah sekitar seribuan pemuda Aceh ke Libya. Mereka dikirim dalam tiga gelombang. Alumni Libya inilah yang kemudian menjadi tulang punggung pergerakan GAM. Bahkan, Muzakir Manaf, mantan Panglima GAM yang kini menjadi ketua Partai Aceh adalah mantan alumni Libya.<br /><br />Terletak sekitar 10 kilometer dari pusat kota Tripoli dan berada di pinggir laut, kamp Tajura adalah salah satu kamp pelatihan yang diperuntukkan bagi kelompok 'bermasalah' dengan negaranya. Kata Lingga, Khadafi menyebutnya: pelatihan untuk orang-orang tertindas dan terzalimi di negaranya. "Setahu saya, dananya dari anggaran belanja resmi Libya. Khadafi bilang itu bantuan resmi untuk orang-orang yang terzalimi di negaranya," kata Liga.<br /><br />Selain dari Aceh, kata Lingga, pelatihan militer itu diikuti 'pemberontak' dari Pattani (Thailand), Moro (Philipina), Amerika Latin dan Afrika.<br /><br />Sejauhmana kedekatan Hasan Tiro dengan Khadafi? Menurut Ligadinsyah, hubungan keduanya cukup dekat. Bahkan, Hasan Tiro dipercaya sebagai ketua Makbatabah Al Alami, sebuah lembaga nonstruktural yang menjadi penasehat politik Khadafi. Selain itu, Tiro juga didaulat menjadi President COmmittee peserta pelatihan militer, membawahi peserta dari negara-negara lain. "Tingkat kepercayaannya kepada Teungku Hasan sangat tinggi. Teungku Hasan juga cukup populer di kalangan tangan kanan Khadafi," kata Ligadinsyah.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-IoHiNBw59kw/TqNytbtHzaI/AAAAAAAABrM/otuema4LZEM/s1600/hasan_tiro_libya.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 158px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-IoHiNBw59kw/TqNytbtHzaI/AAAAAAAABrM/otuema4LZEM/s320/hasan_tiro_libya.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5666498881018908066" border="0" /></a><br /><br />Ligadinsyah juga masih ingat benar, sejumlah lulusan terbaik GAM di Tanjura pernah menjadi pengawal pribadi di ring satu Khadafi. Baginya, Libya dan Khadafi adalah cikal bakal angkatan perang Aceh Merdeka."Kalau Indonesia standar militernya Amerika, angkatan perang GAM dulu kiblatnya ke Libya."<br /><br />Sederet kenangan dan hubungan itulah yang membuat Ligadinsyah merasa terenyuh ketika di televisi, ia melihat Khadafi tewas dan diperlakukan tidak manusiawi pada Kamis (20/10) pagi. "Secara pribadi saya sedih juga dan tidak simpati kepada tindakan-tindakan kekerasan seprti itu. Apapun cerita, dia pemimpin yang pernah membebaskan Libya dari tirani Raja Idris itu dan pemimpin yang disegani di negara-negara Arab. Harusnya dia diperlakukan lebih manusiawi," ujarnya.<br /><br />Kini, Khadafi dan Hasan Tiro telah tiada. Mereka pergi dengan meninggalkan jejak sejarah antara Aceh dan Libya.[]<br /><br />Penulis : Yuswardi A Suud<br />Sumber : <a href="http://atjehpost.com/saleuem/features/7666-sepenggal-kisah-khadafi-dan-aeeceh-.html">AtjehPost</a></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-76028923145863510592011-10-22T18:36:00.000-07:002011-11-15T08:48:41.045-08:00Teungku Agam...Dia Bukan Lagi Teungku AgamSaya ingin menulis. Tapi, tidak pernah bisa menulis seperti penulis lainnya. Saya memang bukan seorang penulis. Saya ingin berpolitik. Tapi, sungguh saya juga bukan politikus. Apalagi politikus ulung seperti teman-teman saya. Saya juga ingin berdiplomasi. Namun, saya juga bukan seorang diplomat. Akan tetapi hari ini saya harus menulis.inilah tulisan perdana saya.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-rOFwWVbT1as/TqNw6-2pSpI/AAAAAAAABq0/jbW4WG4obCw/s1600/ilustrasi_airmata2.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 158px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-rOFwWVbT1as/TqNw6-2pSpI/AAAAAAAABq0/jbW4WG4obCw/s320/ilustrasi_airmata2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5666496914769136274" border="0" /></a>Saya sedikit ingin berkisah. Lebih kurang sudah lima tahun saya menikmati damai yang telah dirajut dengan susah payah ini. Sering teman-teman aktivis, juga teman-teman eks kombatan mengajak untuk terlibat dalam aktifitas politik setelah 2006. Ajakan itu, selalu saya abaikan dengan alasan “Saya ingin menikmati damai ini”. Sebenarnya, dalam lubuk hati yang paling dalam saya mengingkari jawaban saya sendiri.<span class="fullpost"><br /><br />Sungguh, tidak bisa dipungkiri. Secara lahiriah Aceh sudah damai. Secara mayoritas pun DPRA sudah dikuasai oleh Partai Aceh (PA). Begitu juga dengan eksekutif. Sayangnya, damai ini hanya baru sebatas simbolisasi karena kebijakan yang dibuat oleh eksekutif dan legislative masih bisa diinterpensi, dan UUPA masih bisa diotak atik oleh Jakarta. Ini maknanya makna pemerintahan sendiri atau yang kerap disebut dengan self government belum diklaskan oleh Jakarta. Kalau sudah begini, bisa dikatakan damai di Aceh seumpama jiwa yang sedang kehilangan ruhnya.<br /><br />Meski begitu, saya masih bisa bersyukur karna dentuman senjata tidak pernah terdengar lagi. Warung kopi sesak dengan cekikan para remaja dan serak parau bapak-bapak tua dan setengah baya. Kondisi ini jauh berbeda ketika tahun-tahun sebelum MOU Helsinki ditandatangani.<br /><br />Alhamdulillah semua bisa menikmatinya dengan hati yang gembira. Sayangnya, kegembiraan yang luar biasa itu telah menjadikan kita lupa diri. Kita, lupa bahwa hari ini kita sedang dibuai sayang oleh mereka yang mengatasnamakan NKRI. Sepertinya, penyakit lupa diri ini tidak hanya di alami oleh rakyat dan sebagian eks kombatan. Ternyata, Gubernur Aceh juga mengalami hal yang sama, bahkan lebih kritis.<br /><br />Saya masih ingat. Di tahun-tahun pertama rakyat masih bisa mendengar suara lantang Bapak Gubernur ketika meneriakkan agar butir-butir yang tertulis dalam MOU Helsinki di implementasikan dengan maksimal. Seiring berjalannya waktu ketegasan akan nasib MOU Helsinki yang dijabarkan dalam UUPA kian sepi diteriakkan. Hanya tersisa sosok pemimpin yang di mata saya terlihat bagai sosok yang hidupnya dipenuhi oleh tuntutan materil yang semakin hari semakin berlimpah.<br /><br />Bagi saya, sekritis apapun penyakitnya, beliau tetap gubernur yang pernah menjadi sahabat saya. Banyak kenangan masa lalu yg terukir bersama beliau. Saya tidak tau apakah beliau masih mau mengingat masa–masa sulit itu atau tidak. Karena, selama beliau menjabat sebagai gubernur bisa dikatakan saya adalah sahabat yang paling jarang bertamu kerumah beliau. Sampai jari jemari ini saya paksakan menulis ini, saya belum juga kerumahnya serutin sahabat-sahabat beliau yang lain.<br /><br />Seandainya saya memiliki kekuatan dan kemampuan untuk memediasi, mungkin hal seburuk ini tidak akan terjadi. Tapi sayang itu hanya andai-andai saya saja. Andai andai itupun baru muncul ketika saya sudah tidak mengenal beliau lagi. Sungguh, saya telah tidak mengenal sosok yang biasa saya sapa Teungku Agam.<br /><br />Teungku Agam sekarang adalah sosok yang sudah mulai gemar memakai baret. Teungku Agam yang selalu menyisihkan waktunya untuk belajar menembak. Dia bukan lagi Teungku Agam. Dia hanya Irwandi. Gubernur Aceh.<br /><br />Saya sadari itu. Kesadaran yang membuat saya menafikan persahabatan. Dengan berat hati, cukup saya simpan dalam kertas usang. Sungguh, saya tidak pernah memiliki sahabat yang gemar memakai baret. Gemar memegang senjata, kecuali dalam kondisi terjepit dan nyawa terancam. Tidak ada lagi suara lantangnya yang dulu dipergunakan untuk menggugat Jakarta. Kini, suara lantangnya itu telah dipergunakan untuk menggugat sahabatnya sendiri. Menggugat rekan-rekannya yang telah menggantarkan dirinya ke tampuk kekuasaan. Menggugat perdamaian yang sedang saya nikmati sekarang ini, dengan alasan sayang Aceh.<br /><br />Mendengar gugatan seorang yang kini cukup ku panggil dengan Irwandi atas rekan-rekan seperjuangannya membuat jiwa saya terusik. Saya hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak bisa menulis tapi kini memaksakan diri untuk menulis. Seorang perempuan biasa yang tidak memiliki kemampuan berdiplomasi akhirnya mulai belajar berdiplomasi. Sungguh, jiwa pemberontak yang telah lama saya kuburkan seakan meraung bak srigala kelaparan. Sepertinya hari itu saya telah sembuh dari penyakit lupa diri.<br /><br />Seketika itu pula dengan rasa sedih yang begitu mendalam saya sempatkan diri mampir di rumah kediaman Muallem. Berharap bisa berbincang dengan beliau. Tapi, sayang beliau tidak berada di tempat sore itu. Akibatnya, jiwa ini terus saja menelangsa. Mencari jawaban atas apa yang sedang terjadi.<br /><br />Saya sangat percaya Muzakir (Muallem) sosok yang sangat arif. Suatu sore di Simpang Mesra, beliau pernah berucap, mundur dan diam lebih baik. Jika kita tetap majupun sebagai kandidat, yakinlah pertumpahan darah antar timses (tim sukses) Irwandi dan PA akan berlangsung. "Hana payah jioeh, bak merepah tempat ikat spanduk manteng ka pake. Ta cok hikmah mantong (ngak usah jauh-jauh waktu berebut tempat pemasangan spanduk saja pasti akan terjadi pertengkaran. Kita ambil hikmahnya saja." Sungguh kalimat bijak yang keluar dari mulut seorang Mualem.<br /><br />Itulah kearifan yang keluar dari sosok panglima, yang kukenal 9 tahun silam. Beliau tetap Muallem yang selalu berlama-lama dalam sujud dan zikir.Muallem yang selalu menjadikan mesjid sebagai tempat transitnya. Berbanding terbalik dengan perilaku Gubernur Aceh saya yang setelah mengeluarkan statement kalau independent tidak boleh ada di Aceh, sekarang beliau yang mengingkarinya. Begitu juga, setelah mengeluarkan statement semua pejabat pemerintah Aceh harus memakai INOVA sebagai kenderaaannya, malah beliau yang memakai Cheep Robicon.<br /><br />Bagi saya, Muallem sebagai representative PA telah menunjukkan karakternya sebagai negarawan dan politikus sejati. Jadi wajar saja jika dalam beberapa hari ini kalimat-kalimat yang bertendensi simpati terus saja bergulir.Namun sekali lagi saya ingatkan, selaku anak Aceh yang belum berpaling dari garis lurus perjuangan, jangan terhipnotis dengan pujaan-pujaan sesaat, diakui atau tidak, PA (Partai Aceh) termasuk saya sendiri merupakan calon penonton dari sebuah pesta yang akan digelar sebentar lagi. Saya ingin bertanya, Apa yang bisa dilakukan oleh seorang penonton selain tepuk tangan? Atau, akan ada riak yang akan merubuhkan panggung sehingga pesta gagal digelar?<br /><br />Walaupun DPRA tidak mengakui bahwa pesta tersebut sah menurut hukum dan tidak bertanggung jawab atas penyelenggaraan Pilkada Aceh, baik menyangkut dana APBA hingga kemasalah ritual Gubernur telpilih (Aceh.tribunnews.com/2011/10/09)Pesta tetap akan digelar. Pertanyaan selanjutnya, setelah pesta usai akan kemanakah sang pengantin itu berlayar?<br /><br />Saya yakin lagi-lagi Jakarta tempat berlabuh. Inilah Aceh. Sebagian rakyatnya tidak pernah malu melacurkan dirinya dengan Jakarta. Luka lama belum juga sembuh, kini luka baru mulai kita torehkan. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi Aceh kedepan, ketika disharmonisasi antara eksekutif dan legislatif telah terbangun jauh-jauh hari, otomatis pembangunan yang berkesinambungan, kesejahteraan bagi rakyat, pendidikan yang maksimal untuk generasi muda, kesehatan yang memadai akan mandek alias tidak akan berjalan maksimal seperti yang akan digaungkan oleh Jurkam dari setiap kandidat nantinya.<br /><br />Dalam kondisi seperti inilah kita membutuhkan kecerdasan para pemilih dan kekritisan rakyat dalam mencerna apapun yang keluar dari mulut para kandidat.Apa yang sudah dilakukan oleh orang terdahulu seyogyanya bisa dijadikan bahan refleksi,pengalaman menjadi knowledge dari learning before,learning during,learning after berujung sebagai collective knowledge.Aceh milik Rakyat Aceh, sudah sepatutnya rakyat yang menentukan segalanya, bukan mereka-mereka!<br /><br />Penulis : Cut Meutia (Farah)<br />Penulis adalah Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Limpoek, Aceh Besar<br />Sumber : <a href="http://atjehpost.com/saleuem/opini/7399-dia-bukan-lagi-teungku-agam.html">AtjehPost</a></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-11119715958389361842011-10-21T18:05:00.000-07:002011-10-21T18:10:24.603-07:00ACEH MULAI MEMBARA LAGI 2...?ACEH DI AMBANG RADIKALISASI MASSA<br /><br />Enam organisasi sipil Aceh menyatakan konflik Pemilukada mulai mengarah kepada radikalisasi massa dan berpotensi menciptakan kemandegan politik serta ketidakpercayaan publik kepada Pemerintah Pusat.<br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/-aatLyYqL6Gs/TqIXZuOit6I/AAAAAAAABqk/rf292i12ikU/s1600/Demo_Tolak_Pemilukada-300x187.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 187px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-aatLyYqL6Gs/TqIXZuOit6I/AAAAAAAABqk/rf292i12ikU/s320/Demo_Tolak_Pemilukada-300x187.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5666117011858700194" border="0" /></a></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size:78%;"><span style="font-style: italic;">Sekitar 1000-an massa dan anggota Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA) Pidie berdemo meminta DPRK, Pemkab dan KIP Pidie agar menunda Pilkada di Pidie sebelum selesainya konflik regulasi yang sesuai dengan UUPA.(Harian Aceh/Marzuki)</span></span><br /></div><br />Keenam elemen sipil itu adalah AJMI, GeRAK Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh, KontraS Aceh, LBH Banda Aceh dan PB HAM Pidie.<span class="fullpost"><br /><br />“Kami menyakini konflik Pemilukada mulai mengarah kepada radikalisasi massa, jika Pemerintah Pusat tidak segera mengambil sikap,” kata juru bicara enam elemen itu, Hendra Fadli dalam surat yang dikirim kepada Presiden SBY, Jumat (21/10).<br /><br />Kata Hendra, kekhawatiran itu muncul berdasarkan beberapa pertimbangan yang mengacu pada bacaan situasi objektif di Aceh dan peta kekuatan politik lokal yang masih eksis di Aceh.<br /><br />Pertama, konflik regulasi dalam pelaksanaan Pemilukada Aceh menyebabkan Partai Aceh (PA) tidak mendaftarkan calon kepala daerah mereka, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.<br /><br />Kedua, soliditas dan loyalitas yang dimiliki seluruh pimpinan PA/KPA di Aceh akan berimpilkasi pada kesamaan sikap para anggota legislatif di tingkat provinsi dan anggota legislatif di beberapa kabupaten/kota. Paling tidak, di tingkat propinsi dan 7 (tujuh) kabupaten/kota dimana PA merupakan pemilik kursi mayoritas di parlemen.<br /><br />Ketiga, sulit untuk memungkiri bahwa PA/KPA sebagai jelmaan dari GAM masih memiliki dukungan arus bawah yang kuat. Apalagi paska keputusan penting yang disampaikan oleh Muzakir Manaf dengan argumentasi yaitu mempertahankan eksistensi MoU dan UUPA secara konsisten dan konsekuen demi marwah Aceh.<br /><br />Keempat, kekuatan kelompok Irwandi Yusuf (Gubernur Aceh incunbent) dan kubu pro dan pengguna jalur independen lainnya juga tidak bisa dianggap kecil. Selain Irwandi Yusuf ada 73 kandidat bupati, walikota dari jalur independen yang telah mendaftarkan dirinya di berbagai kabupaten/kota.<br /><br />Kelima, kekuatan politik Partai Nasional (Parnas) nyaris tidak memiliki kepentingan langsung dalam kisruh Pilkada Aceh. Karena, apa pun situasinya Parnas tidak memiliki kerugian politik yang serius. Sehingga sikap Parnas cenderung terkesan oportunis dan mengalir ke arus yang kuat.<br /><br />Artinya, pimpinan Parnas di Aceh tetap tidak bisa diandalkan sebagai solusi dalam kisruh Pilkada di Aceh, meskipun secara politik Parnas merupakan kekuatan politik potensial yang memiliki daya bisik yang kuat kepada otoritas politik nasional.<br /><br />“Atas dasar itu dan melihat perkembangan terakhir memperlihatkan bahwa kisruh Pilkada Aceh mulai mengarah pada fase konfrontasi melalui unjuk kekuatan massa oleh masing-masing kubu politik,” sebutnya.<br /><br />Enam elemen sipil itu memprediksi, dalam beberapa waktu ke depan mobilisasi masa dalam jumlah besar dan masif akan terus terjadi di Aceh, seperti yang telah diawali di Pidie, Kamis (20/10) lalu.<br /><br />Dan di sisi lain, kelompok pro indepependen tentu tidak akan diam. Mereka akan melakukan hal serupa untuk menangkal serangan mobilisasi masa lawan politiknya.<br /><br />Karena itu, katanya, pihaknya menyarankan kepada Presiden SBY untuk mengarahkan para pihak yang berseteru Irwandi Yusuf dan Muzakir Manaf agar bersikap arif sehingga tidak terjebak dalam politik antagonis melalui pengerahan kekuatan politik masing-masing, maupun kampanye publik yang bakal menyulut perlawanan arus bawah.<br /><br />Tidak membiarkan konfrontasi Politik Aceh terus bergulir dan secara konsisten mengarahkan semua pihak yang terkait dengan pengambilan kebijakan strategis mengenai Aceh di tingkat nasional agar menghormati kekhususan Aceh serta seluruh kewenangan Pemerintahan Aceh.<br /><br />Surat itu juga ditembuskan pada media lokal dan nasional, Kedutaan negara-negara sahabat di Jakarta, jaringan organisasi masyarakat sipil lokal dan nasional, Crisis Management Initiative (CMI) dan Uni Eropa.(bay)<br /><br />Sumber : <a href="http://harian-aceh.com/2011/10/21/aceh-di-ambang-radikalisasi-massa#comment-13238">Harian Aceh</a></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-83899889008293937152011-10-21T17:53:00.000-07:002011-10-21T17:59:43.840-07:00ACEH MULAI MEMBARA LAGI...?MASSA DI PIDIE TUNTUT TUNDA PILKADA,DEWAN SETUJU<br /><br />Sekitar seribuan massa dan anggota Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA) Pidie berdemo menuntut Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK), Pemkab dan Komisi Independen Pemilihan (KIP) di Pidie agar menunda Pilkada, Kamis (20/10). Tiga pernyataan sikap mereka disetujui.<br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/-h0E9a0lZvvk/TqIU8uiuRQI/AAAAAAAABqU/OFcpSKa0nPM/s1600/Demo_Tolak_Pemilukada-300x187.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 187px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-h0E9a0lZvvk/TqIU8uiuRQI/AAAAAAAABqU/OFcpSKa0nPM/s320/Demo_Tolak_Pemilukada-300x187.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5666114314703881474" border="0" /></a></div><div style="text-align: center;"><span style="font-size:78%;"><span style="font-style: italic;">Sekitar 1000-an massa dan anggota Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA) Pidie berdemo meminta DPRK, Pemkab dan KIP Pidie agar menunda Pilkada di Pidie sebelum selesainya konflik regulasi yang sesuai dengan UUPA.(Harian Aceh/Marzuki)</span></span><br /></div><br />Amatan Harian Aceh kemarin, sejak pukul 08.00 WIB, ratusan massa menumpangi truk, pick up, bus sekolah, dan sepeda motor, mulai memadati halaman Gedung Meusapat Ureueng Pidie. Dua jam kemudian massa mencapai seribuan, yang datang hampir dari seluruh kecamatan di Pidie.<span class="fullpost"><br /><br />Koordinator aksi, T Syawal, didampingi Ketua KMPA Pidie, Mustakim RE, kemudian berorasi di gedung itu. Mereka meminta DPRK, Pemkab dan KIP Pidie segera menunda Pilkada sementara waktu sebelum adanya penyelesaian konflik regulasi yang sesuai UUPA dan MoU Helsinki demi menyelamatkan perdamaian.<br /><br />Massa kemudian datangi Gedung DPRK sekira pukul 10.30 WIB. Seluruh anggota Dewan diminta keluar dari gedung untuk mendengarkan pernyataan sikap dari massa dan KMPA.<br /><br />Tak lama berselang, seluruh anggota Dewan dari Fraksi Partai Aceh termasuk pimpinan DPRK Pidie, Abdul Hamid, memenuhi permintaan massa.<br /><br />Sebagai butir pertama, DPRK Pidie diminta mendukung dan bersedia menyatakan sikap resmi bahwa pelaksanaan Pilkada cacat hukum, karena akan berdampak rusaknya stabilitas politik, keamanan dan gagalnya perdamaian.<br /><br />Ketua DPRK Pidie, Abdul Hamid, menandatangani tuntutan massa dan KMPA itu. DPRK Pidie mendukung aksi masyarakat yang meminta Pilkada Pidie ditunda sampai adanya payung hukum yang jelas, dan pelaksanaan Pilkada harus sesuai Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan ketentuan lain yang berlaku.<br /><br />Massa kemudian mendatangi Sekretariat Pemkab Pidie. Pemkab juga diminta hal nyaris sama, bahwa pelaksanaan Pilkada tidak rasional dan dipaksakan, karena masih ada perselisihan hukum dan politik, serta perlu menghentikan segala pembiayaan dana Pilkada sementara waktu.<br /><br />Sekdakab Pidie M Iriawan dan sejumlah pejabat teras jajaran Pemkab Pidie mewakili Bupati Pidie Mirza Ismail yang masih berada di Jakarta dalam rangka dinas, menandatangani butir kedua tersebut.<br /><br />Di tempat yang sama, seluruh komisioner KIP Pidie diminta hadir untuk menandatangani pernyataan sikap ketiga. Pihak KIP pun hadir, antara lain Ketua KIP Pidie Junaidi Ahmad, didampingi dua anggotanya M Diah Adam dan Mulyadi Makmuman.<br /><br />KIP Pidie diminta mendukung dan bersedia menyatakan sikap resmi, bahwa menolak pelaksanaan Pilkada dan menghentikan semua tahapan Pilkada sementara waktu sampai tuntasnya penyelesaian konflik regulasi dan adanya kepastian hukum serta dukungan politik dari semua pihak.<br /><br />Maka KIP Pidie menyatakan sikapnya, antara lain mendukung aspirasi masyarakat Pidie yang meminta Pilkada di Pidie ditunda hingga selesainya konflik regulasi sesuai hukum dan mekanisme yang ada.<br /><br />KIP Pidie juga diminta melaksanakan Pilkada sesuai UUPA dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena UUPA merupakan aspirasi dan inspirasi masyarakat Aceh dan pada prinsipnya KIP Pidie berkomitmen untuk menyukseskan Pilkada sesuai UUPA dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br /><br />Usai Junaidi Ahmad membaca pernyataan sikap KIP Pidie, sekitar pukul 13.30 WIB, massa pun mengakhiri aksi damai yang ditutup dengan pembacaan doa dan kembali ke daerah asalnya masing-masing.(zuk)<br /><br />Sumber : <a href="http://harian-aceh.com/2011/10/21/massa-tuntut-tunda-pilkada-dewan-setuju">Harian Aceh</a></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-31291683929648087632011-10-13T23:14:00.001-07:002013-11-03T19:07:28.676-08:00Atjeh Institute...Dokumen Sejarah dan Budaya Aceh Terlengkap Di Atjeh Institute, Belanda<blockquote style="font-style: italic;">
<span style="font-weight: bold;">Sejarah dan budaya Aceh banyak ditulis oleh kaum orientalis barat. Konon, dokumen sejarah dan budaya Aceh terlengkap tidak dimiliki Aceh, tapi ada di Belanda dalam Atjeh Institute.</span></blockquote>
<br />
<br />
Atjeh Institute dibangun pada 31 Juli 1914 atas prakarsa Prof Dr Cristian Snouck Hurgronje, yang kemudian ditetapkan dengan surat keputusan KB nomor 61 oleh pemerintah Kolonial Belanda.<br />
<br />
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-7MZWeoEuPPA/TpfYn1dOouI/AAAAAAAABo8/bYPQuP58SWI/s1600/Snouck_Hourgronje_The_Godfather.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5663233235317859042" src="http://3.bp.blogspot.com/-7MZWeoEuPPA/TpfYn1dOouI/AAAAAAAABo8/bYPQuP58SWI/s320/Snouck_Hourgronje_The_Godfather.jpg" style="cursor: hand; cursor: pointer; display: block; height: 187px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 320px;" /></a><br />
Tulisan-tulisan tentang Aceh yang ditulis oleh ahli ketimuran, baik dari Belanda maupun penulis-penulis barat yang pernah membuat penelitian di Aceh, semuanya dihimpun di Atjeh Institute tersebut.<span class="fullpost"><br /><br />Prof Dr Aboe Bakar Atjeh dalam makalah tentang “Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah” yang disampaikan pada seminar kebudayaan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) kedua tahun 1972, menyebutkan susunan pengurusan Atjeh Institute ketika itu, Ketua Prof Dr Cristian Snouck Hurgronje. Sekretaris Dr C Janssen dan Prof J V.Van Werde C J Haselman sebagai Bendahara.<br /><br />Untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda kala itu dalam usaha menaklukan Aceh, maka berbagai adat dan budaya serta karakteristik masyarakat Aceh diteliti di Atjeh institute. Lalu dibukukan dengan menggunakan bahasa Belanda. Buku-buku yang terlengkap tentang sejarah dan budaya Aceh yang sampai saat ini terpelihara.<br /><br />Kesungguhan pemerintah kolonial Belanda dalam mendalami dan meneliti karakteristik dan budaya Aceh, tercermin dari pembentukan Atjeh Institute tersebut. Bahkan, Snouck dikirim ke Mekkah untuk mendalami Islam agar lebih mudah berintegrasi dengan masyarakat Aceh dalam melakukan penelitiannya.<br /><br />Ketika itu orang Aceh menerimanya dan menempatkannya setara ulama. Sebagaimana sejarah mencatat, dimana Snouck sering menjadi khatib dimesjid-mesjid ditempat dia melakukan penelitian. Sehingga Snouck dipanggil oleh orang Aceh saat itu dengan gelar “Teungku Puteh” yang dibermakna ulama dari barat. Padahal dia sebenarnya bukan muslim, melainkan orang yang punya banyak pengetahuan tentang agama islam.<br /><br />Buah dari investigasi pura-pura Islam Snouck tersebut, maka lahirlah buku budaya Aceh. Ia melakukan penelitian langsung ke Aceh setelah sebelumnya mengumpulkan data-data dari pelawatan Aceh dan Cina yang pernah singgah di Aceh, baik masa Hindu maupun setelah kedatangan Islam. Seperti Dr G A J Hazuee, dan J Kreemer.<br /><br />Semua biaya penelitian mereka ditanggung oleh Atjeh Institute. Dari penelitian mereka, lahir pulalah buku-buku tentang kebudayaan dan Sejarah zaman keemasan Aceh yaitu buku “Atjeh” yang ditulis oleh Kreemer dan buku “Encyopedie Van Ned Indie”.<br /><br />Buku “Atjeh” yang ditulis oleh Kreemer merupakan yang terluas cakupannya tentang identitas dan budaya rakyat Aceh. Hal itu dilatari kepentingannya menulis buku tersebut yang lebih didominir rasa tanggung jawabnya sebagai pakar sejarah dari pada kepentingan politik pemerintah kolonial Belanda saat itu.<br /><br />Sementara dari kalangan jurnalis, muncul H C Zentgraaf, redaktur Kepala surat kabar Java Bode. Mantan serdadu Belanda yang pernah ikut dalam perang Aceh, setelah pensiun dari militer dan bekerja sebagai wartawan perang. Ia menulis tentang kebrutalan serdadu Moersose bentukan Belanda dalam memerangi rakyat Aceh.<br /><br />Rangkuman dari pengalamannya itulah yang kemudian dikumpulkan dealam buku “Atjeh”. Zentgraaf dengan gamblang menulis tentang karakteristik, keperkasaan serta ketangguhan rakyat Aceh dalam menghadapi serangan Belanda. Zentgraaf tidak segan-segan mencela bangsanya (Belanda-red) sendiri yang terlalu arogan.<br /><br />Buku Zentgraaf tersebut dengan berani diterbitkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda masih menguasai nusantara, banyak kritikus menilai buku tersebut merupakan gondam yang memukul pemerintah Belanda kala itu.<br /><br />Pada masa itu ada juga beberapa penulis lainnya, yang menulis tentang Aceh, diantaranya, Van Veer, Van Graaff, van Den Plass, Van Den Nomensen, semuanya dari Belanda. Kemudian Prof. Dr Griff dari Inggris, Marcopolo dari Spanyol, dan Prof Dr. Wit Shing dari Cina.<br /><br />Soal dokumentasi budaya, rakyat Jawa lebih beruntung, atas prakarsa almarhum Prof Dr DA Husein Djajninggrat berhasil melobi pemerintah kolonoal Belanda untuk membangun Java Institute di Yogyakarta dengan Museum Sono Budoyo dan majalah Jowo. Sampai sekarang masih terpelihara dengan baik.<br /><br />Begitu juga di Surakarta walau tidak begitu lengkap, masih mempunyai pusat kebudayaan yang mencerminkan karakteristik daerahnya. Pusat kebudayaan yang dikenal Radio Putoko itu terdapat di lokasi latihan dan manifestasi kebudayaan yang dinamai Taman Sriwidari.<br /><br />Namun Aceh, karena keunikannya dan oleh Belanda Atjeh Institute tidak dibangun di Aceh, melainkan di negeri Belanda. Karena Belanda menilai sangat penting dokumentasi tentang Aceh ketimbang daerah lainnya di nusantara yang berhasil ditaklukkannya.<br />Diplomasi 1602<br /><br />Ketertarikan Belanda Terhadap Aceh sudah dimulai sejak diplomat Aceh, Abdul Hamid mengunjungi Belanda, yang konon katanya merupakan diplomat pertama dari asia yang menjalin hubungan dengan Kerajaan Belanda waktu itu.<br /><br />Abdul Hamid diutus oleh Sultan Alauddin Al Mukamil ke negeri kincir angin tersebut. Rombongan duta Aceh itu tiba pada Agustus 1602, tapi pada 9 Agustus Abdul Hamid meninggal di negeri Eropa itu dan dimakamkan diperkarangan gereja St Pieter di Middelburg, Zeeland.<br /><br />Menurut Prof Osman Raliby dalam sebuah tulisan tentang Aceh, dunia orang Aceh berubah cepat karena pengaruh agama Islam. Hal itu kemudian ditambah dengan bersentuhannya Aceh dengan pedagang-pedagang internasional yang mencari rempah-rempah ke Aceh sejak abad ke 14.<br /><br />Namun, sejak 18 Agustus 1511, Portugis yang menduduki Malaka menjadi ancaman bagi perdagangan rempah-rempah di Aceh. Raja Aceh yang sudah melakukan kontak dagang dengan kerajaan-kerajaan Islam di India, Persia, Mesir, Turki, dan Bandar-bandar dagang di Laut Merah, menyadari hal tersebut. Akan tetapi tetap menjaga hubungan dengan Portugis.<br /><br />Persaingan dagang kemudian membuat hubungan itu renggang, karena Portugis berhasrat untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Selat Malaka. Karena itu pula Portugis berusaha menghentikan semua pengangkutan rempah-rempah dari pelabuhan Aceh.<br /><br />Malah, pada tahun 1520 Laksamana dan Raja Muda Portugis di Goa, Dirgo Lopez De Sequeira mengancam dengan mengultimatum akan menyerang kapal-kapal yang melakukan kontak dagang dengan Aceh. Aceh dan Portugis pun menjadi musuh bubuyutan di selat Malaka.<br /><br />Sembilan tahun kemudian (1529) Portugis ingin merebut pelabuhan Pidie dan Pase yang menjadi bandar perdagangan rempah-rempah. Namun usaha Portugis tersebut gagal. Raja Aceh berhasil menghalau Portugis untuk kembali ke Malaka. Malah pada Desember 1529, kapal-kapal Aceh muncul di depan Canannore di Pantai barat India, membantu armada Raja Kalicut yang bertempur melawan angkatan laut Portugis di Goa.<br /><br />Selanjutnya, menurut Prof Dr H Aboebakar Atjeh, dalam tahun 1599–saat itu Aceh dipimpin Sultan Alauddin Riayatsyah yang dikenal dengan sebutan Sayid Al Mukammal (1588-1604)— Belanda datang ke Aceh merintis perdagangan rempah-rempah.<br /><br />Orang pertama Belanda yang datang ke Aceh itu adalah dua bersaudara Cornelis de Houtman dan Frederik de Houtman. Keduanya diutus oleh Zeewsche reeder Balthazar de Moecheron, Belanda. Keduanya datang dengan dua kapal besar dan berlabuh di Pelabuhan Kerajaan Aceh.<br /><br />Menyadari adanya misi dagang Belanda ke Aceh, Portugis yang sudah duluan menduduki Malaka menghasut Kerajaan Aceh untuk tidak menerima misi dagang Belanda itu. Pasalnya, Portugis tetap berkeinginan untuk memonopoli perdagangan renpah-rempah. Apalagi waktu itu Portugis bermusuhan dengan Belanda.<br /><br />Raja Aceh pun terpengaruh, dua utusan dagang Belanda itu, Frederick de Houtman dan Cornelis de Houtman ditahan. Karena negoisasi ekonomi yang gagal maka Cornelis pun kemudian dibunuh. Sementara Frederick ditangkap dan ditawan. Kedua kapal Belanda itu pun berlayar kembali ke Middelburg, Belanda.<br /><br />J Kreemer, seorang penulis Belanda dalam buku “Atjeh” menjelaskan, pada November 1600 Paulus van Caerden, teman sepelayaran dengan Pieter Both memerintahkan kembali dua buah kapal dari Brabantsche Compagnie untuk merintis hubungan dagang dengan Aceh.<br /><br />Paulus van Caerden berhasil membuat suatu perjanjian dagang dengan Aceh, tapi karena saat itu Aceh masih terus dihasut oleh Portugis untuk tidak bekerja sama deangan Belanda. Muatan rempah-rempah dibongkar kembali dari kapal Belanda, mereka pun kembali ke Belanda tanpa hasil apa-apa.<br /><br />Saat itulah Federick de Houtman berhasil lari dari tawanan orang Aceh dan naik ke kapal Van Caerden untuk melarikan diri. Tapi ia kemudian mengurungkan niatnya dan kembali menyerahkan diri kepada Sultan Aceh. Cerita tentang peristiwa tersebut terangkum dalam De Europeers in den Maleishen Archipel, dan Het handelsverdrag van V Caerden, dalam buku J.E Heeres: Corpus Diplomaticum. Sebuah catatan tentang diplomasi dagang Belanda ke Malaka.<br /><br />Pun demikian, Belanda terus berusaha untuk merintis perdagangan rempah-rempah ke Aceh. Diminasi Portugis di Selat Malaka dalam perdagangan ingin direbut Belanda. Karena pedagang pedagang dari Belanda terus saja berdatangan ke Kerajaan Aceh untuk melakukan kontak dagang hubungan dagang antara Aceh dan Portugis jadi putus.<br />Hubungan Dagang<br /><br />Hubungan dagang Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Belanda pun resmi terjalin pada tahun 1601. Ketika itu Raja Belanda, Print Maurist melalui utusannya ke Aceh yang merintis kembali urusan dagang, mengirim sepucuk surat serta hadiah-hadiah dari Kerajaan Belanda untuk Raja Aceh.<br /><br />Pedagang-pedagang dari Belanda yang membawa surat dan hadiah tersebut datang dari misi dagang Gerard le Roy dan Laurens Bicker dengan beberapa buah kapal dari maskapai Zeeuw yang merupakan sebuah eskader dari Middelburg.<br /><br />Utusan Raja Belanda itu ipun diterima dengan baik oleh Raja Aceh. Kepada mereka diberikan ijin mendirikan maskapai dagang untuk membeli rempah-rempah di Aceh. Sementara Frederick de Houtman dan teman-temanya yang ditahan oleh Sultan Aceh dibebaskan.<br /><br />Ketika kapal Zeeuw berangkat dari Aceh membawa rempah-rempah ke Belanda, Sultan Aceh mengirim utusannya ke Belanda dengan menumpang kapal tersebut untuk menguatkan perjanjian persahabatan antara Aceh dan Belanda. Utrusan Aceh yang dikirim Sultan Alauddin Riayatsyah al Mukamil itu adalah, Abdul Hamid, duta besar Kerajaan Aceh, Laksamana Sri Muhammad, Mir Hasan, dan seorang bangsawan Aceh, serta penerjemah Leonard Werner.<br /><br />Rombongan ini tiba di Belanda pada bulan Agustus 1602. kedatangan mereka disambut besar-besaran. Pada 9 Agustus Duta besar Aceh, Abdul Hamid meninggal di sana dan dimakamkan diperkarangan gereja St Pieter di Middelburg, Zeeland. Sejarah pertemuan duta Aceh dengan Raja Belanda, Print Maurist tersebut kemudian ditulis oleh Dr J J F Wap dalam buku “Het gezantschap van den sultan van Achin (1602) aan Print Maurits van Nassau en de Oud-Nederlandsche Republiek,” 1862. []<br /><br />Penulis & Sumber : Iskandar Norman - <a href="http://harian-aceh.com/2011/10/11/mencari-aceh-di-atjeh-institute">Harian Aceh</a></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com66tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-69401163616134730992011-10-07T18:35:00.000-07:002011-10-07T18:51:59.376-07:00Skenario Pemilukada Aceh 2011 dalam analisa Aryos NivadaMembaca perkembangan Pemilukada di Aceh bagaikan sekolah politik. Rakyat sangat cerdas memahami dinamika perpolitikan. Pesta demokrasi itu menjadi ruang bagi rakyat Aceh bersekolah. Pengalaman dan membaca situasi menjadi guru utama. Tidak mengherankan Aceh selalu menjadi pusat perhatian, dikarenakan rakyat Aceh mampu memberikan terobosan baru dalam bingkai demokrasi. Tak tanggung-tanggung menjadi contoh bagi provinsi lain. Tulisan ini bagian upaya pencerdasan politik. Posisi saya hanya berupaya memberikan up date situasi yang bisa dijadikan bahan diskusi politik dan pencerdasan politik bagi rakyat.<br /><br />Berbicara up date posisi kekinian politik Aceh, khususnya Pemilukada. Tak menyurutkan saya untuk mencoba menganalisis dari sudut pandang saya. Metode penulisan berbasiskan analisis, berdiskusi serta memahami gerakan politik dari perilaku para elit politik atau stakeholder yang terlibat perpolitikan Pemilukada. Sebelum memulai saya memberikan pertanyaan kunci sebagai pondasi di tulisan ini. Apakah Pemilukada di Aceh sesuai jadwal atau penundaan?<span class="fullpost"><br /><br />Kalau mau melihat arus politik yang terjadi saat ini. Hipotesis saya pemilukada tertunda dan calon independen tetap dimasukkan. Saya pernah mengatakan di media, kalau perseteruan politik ini terselesaikan kuncinya hanya satu yaitu win win solution. Maksudnya pemerintah pusat di posisi sebagai mediator harus mengakomondir keinginan dari kedua belah pihak yang berseteru. Upaya mewujudkan win win solution dibutuhkan skenario politik yang lihai, dimana mampu menjawab kebuntuan kisruh pemilukada Aceh. Tentunya skenario tersusun rapi. Seolah-olah terjadi sewajarnya. Tapi dibalik layar sudah terkonsep skenarionya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Skenario Pertama</span><br /><br />Menganalisis skenario pertama, pemerintah pusat menerapkan pendekatan win win solution. Dalam teori resolusi konflik pendekatan win win solution, salah satu metode penyelesaian konflik. Bila tidak dilakukan besar peluang mengarah kepada konflik di antara pihak yang berseteru. Ujung-ujungnya bisa dipastikan tindakan kekerasan berbalut politik menjadi tontonan lumrah bagi rakyat Aceh. Pencegahan dan penyelesaian cepat yang dilakukan Pemerintah Pusat harus kita berikan apresiasi tinggi. Mengapa, karena segala upaya dilakukan untuk menyelesaikan kebuntuan polemik pemilukada Aceh.<br /><br />Sebelum mengulas terlalu dalam berkaitan action dari skenario yang akan dijalankan, kegelisahan pikiran saya memunculkan tanda tanya. Mengapa elit politik Aceh baru menjalin siraturahmi kembali setelah hadirnya masalah? Kecenderungan seolah–olah elit politik Aceh ibarat kacang lupa kulitnya, manakala diberikan kewenangan berlimpah dan anggaran yang begitu besar tak sempat membangun komunikasi politik berlandasan hubungan hirarki.<br /><br />Baru-baru ini hadir keruncingan di tengah keluarga besar Provinsi Aceh. Elit yang berseteru intensif berkunjung ke Jakarta meminta dukungan dan arahan dalam menyelesaikan masalah. Tidak tanggung-tanggung bargining political (deal politik) berwajah konsensus (kesepakatan bersama) ditawarkan kepada Pemerintah Pusat. Jadi wujud dari komunikasi politik melakukan deal kepentingan. Kita semua mengetahui Pemerintah Pusat pun memiliki andil kepentingan atas Aceh. Berpijak daripada itu otomatis logika berpikir pemerintah pusat pun mempertimbangkan.<br /><br />Berdasarkan pengamatan saya, incumbent mengambil start terlebih dahulu membangun bargaining politik kepada Pemerintah Pusat. Hasil dari komunikasi politik incumbent, terkesan Pemerintah Pusat mendukung incumbent. Padahal kalau kita mau jeli melihat langkah-langkah Pemerintah Pusat ingin melihat reaksi dari pihak lain. Awalnya dimulai dari Kemendagri melalui Dirjen Otda sudah memutuskan pemilukada Aceh diserahkan kepada Komisi Independent Pemilu dan Pemerintah Aceh. Dilanjutkan dengan mengeluarkan jadwal penetapan pemilukada. Lalu respon keras datang dari pihak parlemen Aceh (DPRA), mereka ingin memecat komisioner KIP pasca penetapan jadwal pemilukada. Tentunya pihak yang keras merespon adalah Partai Aceh. Muncul tanda tanya kritis bagaimana tindakan politik yang diambil Partai Aceh?<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Skenario Kedua</span><br /><br />Pertanyaan bagaimana tindakan politik dari Partai Aceh pasca penetapan jadwal pemilukada, langsung menyusun strategi. Kunjungan ingin bertemu pemimpin pusat terlepas siapa yang dijumpai tapi membawa dampak perubahan bagi konstelasi perpolitikan Aceh. Apakah bisa di artikan kunjungan elit Partai Aceh merupakan skenario pemerintah pusat. Tidak menutup kemungkinan kesepakatan bersama dalam membuat skenario.<br /><br />Pasca kepulangan Partai Aceh, tiba-tiba selang beberapa hari perwakilan pemerintah pusat melalui Sesmenko Polhukam bersama jajarannya datang kembali ke Aceh. Bukannya permasalahan Pemilukada sudah diputuskan Mendagri melalui Dirjen Otda, lalu mengapa harus membicarakan ulang tentang polemik pemilukada. Logika rasionalitasnya, bilamana sudah datang Sesmenko Polhukam menunjukkan akan ada perubahan skenario baru yang disebut skenario kedua. Peluang besar akan terjadi penundaan pemilukada.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Penundaan Sebagi Skenario</span><br /><br />Tidak masuk akal, ketika pesta demokrasi pemikukada yang besar hanya dikerjakan dengan jadwal yang sangat singkat dan padat kurang lebih 3 bulan. Rasionalitas saya bermain, di mana pada proses pemeriksaan kesehatan akan memakan waktu yang panjang. Belum lagi komplain dan protes dari kandidat bila tidak suka pada proses pemeriksaan kesehatan. Termasuk test baca Al Quran yang sering diprotes oleh kandidat. Belum lagi pembuatan kertas suara yang membutuhkan kurang lebih 3 bulan, karena harus ditender serta tidak bisa penunjukan langsung pembuatan memakan waktu lagi. Di tambah lagi sampai saat ini struktur KIP maupun Panwaslu di tingkat kabupaten/kota sedang proses penyeleksian orangnya.<br /><br />Tapi pemilukada bisa tetap waktu, jikalau seluruh anggota KIP dan panwaslu di tingkat kabupaten/kota terbentuk, nyata masih seleksi. Ditambah lagi kelengkapan logistik pemilukada kertas suara, tong suara, kelengkapan penunjang seperti komputer data bisa di pastikan sudah tersiapkan. Kenyataannya kewajiban menyediakan serta memenuhi tidak menjadi prioritas, malahan asyik dengan perseteruan politik calon independent dengan penundaan.<br /><br />Berpijak dari kondisi itu, hitungan logika politik mengarah kepada penundaan. Lahir logika tersebut, disebabkan Partai Aceh berhasil membangun komunikasi politik dengan Pemerintah Pusat. Secara tersirat ingin mengatakan bahwa Partai Aceh memiliki hitungan sendiri dalam menjalankan strategi politik. Sekaligus ingin menunjukkan dirinya memiliki nilai tawar di mata pesaing politiknya yaitu incumbent.<br /><br />Kalau prediksi saya benar penundaan, lalu siapa pejabat sementara yang dipercaya menjadi Pj Gubernur Aceh. Orang yang diberikan mandat menyukseskan jalan pesta demokrasi pemilukada di Aceh. Perempatkan orang sebagai pejabat sementara dilihat dari dua sudut pandang. Maksudnya, bilamana hanya berfokus peralihan (transisi) dan mengembalikan tata kelola pemerintah berjalan normal, maka orang dipilih bisa seputaran Mendagri. Tapi bila keadaan tidak kondusif cenderung mengarah bisa kemungkinan orang dari instansi kemenpolhukam.<br /><br />Kebiasaan saya ingin mengakhiri dengan pesan damai. Aceh kekinian adalah Aceh Baru, sejuta harapan ingin tetap bertahan perdamaian serta pembangunan berjalan pesat, sehingga kesejahteraan rakyat tidak terabaikan lagi. Marilah kita mengedepankan kepentingan rakyat di atas segala-galanya. Jangan gelap mata terhadap keadaan yang menguntungkan. Tapi jadikan peluang dari keadaan sebagai modalitas serta kekuatan melakukan perubahan yang lebih baik ke depannya. Sekali lagi mari kita semua berkomitmen menjaga pesta demokrasi dengan suasana damai dan lancar.[]<br /><br />Penulis :<br />Aryos Nivada<br />Penimat masalah politik dan keamanan di Aceh.<br /><br />Sumber : <a href="http://harian-aceh.com/2011/10/06/skenario-pemilukada-aceh">Harian Aceh</a></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-30473123107131121962011-10-06T11:34:00.000-07:002011-10-06T12:01:44.973-07:00Tragedi Cot Pulot Jeumpa Februari 1955SAYA punya keyakinan, orang-orang tua di Cot Pulot Jeumpa Aceh Besar tidak bisa melupakan tragedi Cot Pulot, Jeumpa dan Leupeung yang terjadi 56 tahun. Tragedi terbesar pada masa orde lama ini diawali dari bentakan militer Indonesia yang menyeret warga berdiri berjejer di pantai.<br /><br />Dalam amuk kemarahan yang membara-bara, prajurit TNI mengiring anak-anak, pemuda dan orangtua ke pantai Samudera Indonesia. Mereka diperintahkan menghadap lautan lepas. Beberapa detik kemudian, tanpa ampun, moncong senjata otomatis memuntahkan ratusan peluru. Puluhan tubuh pria tewas membasahi pasir. Dalam sejarah kelam, fakta ini dikenal dengan peristiwa Cot Pulot Jeumpa di Gampông Cot Pulot dan Gampông Jeumpa Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar pada Februari 1955.<span class="fullpost"><br /><br />Insiden yang meluluhlantakan nilai-nilai kemanusiaan diawali dari sehari sebelumnya sebuah truk militer membawa berdrum-drum minyak dan 16 tentara melintasi Cot Pulot. Mendekat jembatan Krueng Raba Leupung, tentara Darul Islam yang dipimpin oleh Pawang Leman menghadang. Pawang Leman adalah mantan camat setempat yang pada zaman revolusi Indonesia berpangkat mayor.<br /><br />Tembakan beruntun menyebabkan truk terbakar. Semua prajurit Batalyon B anak buah Kolonel Simbolon dan anggota Batalyon 142 dari Sumatera Barat anak buah Mayor Sjuib berguguran dijilat kobaran api. Tentara Darul Islam menyebut pasukan Republik Indonesia dengan Tentara Pancasila. Esoknya, satu peleton (berkekuatan 20-40) Tentara Republik merazia pelaku. Razia dari rumah ke rumah tidak membawa hasil. Kekesalan tentara sudah di ubun-ubun. Anak-anak hingga kakek yang ditemukan di jalan atau tempat bekerja digiring ke pantai.<br /><br />Penembakan pertama pada Sabtu, 26 Februari 1955 yang dilakukan oleh Batalyon 142 terhadap 25 petani di Cot Pulot. Penembakan kedua pada Senin, 28 Februari 1955 oleh Batalyon 142 terhadap 64 nelayan di Jeumpa. Penembakan ketiga pada tanggal 4 Maret 1955 di Kruengkala. Akibatnya 99 jiwa meregang nyawa dengan rincian di Cot Jeumpa 25 jiwa, di Pulot Leupung 64 dan Kruengkala 10 jiwa. Usia termuda yang wafat yakni 11 tahun dan paling tua berusia 100 tahun. Pembantaian ini sebagai balas dendam terhadap rekan-rekannya yang ditembak oleh tentara Darul Islam. Indonesia menutup rapat-rapat pembantai warga sipil yang pertama dilakukan di Aceh oleh negara.<br /><br />Koran Peristiwa<br /><br />Suasana kekalutan itu semakin gempar dengan pemberitaan surat kabar Peristiwa pada awal Maret 1955. Isi koran yang terbit di Kutaradja ini dikutip oleh berbagai media ibu kota di Jakarta dan internasional. Peristiwa memuatnya dengan judul enam kolom di halaman pertama. Disebutkan pada tanggal 26 Februari 1955 kira-kria jam 12 siang WSu (Waktu Sumatera) sepasukan alat-alat negara menangkap seluruh lelaki penduduk Cot Jeumpa yang didapati di rumah. Mereka dikumpulkan di pinggir laut. Lalu tanpa periksa, seluruh pria itu ditembak hingga semua rebah bermandikan darah.<br /><br />Peristiwa mewartakan pada tanggal 28 Februari 1955, kira-kira jam 12 siang WSu, orang berpakain seragam menembak mati 64 warga Leupung. Mereka ditangkap di rumah, sedang melempar jala, memancing dan lain-lain. Kemudian dikumpulkan di pinggir laut. Peristiwa memberitakan, mayat-mayat yang bergelimpangan itu dikuburkan dalam dua lubang besar. Peristiwa memuat nama korban lengkap dengan umur dan tempat tinggal<br /><br />Tentu militer Indonesia menolak publikasi Peristiwa. Komandan Tentara Teritorium I Bukit Barisan Pada tanggal 10 Maret 1955 memberi penjelasan kejadian sebagai berikut. Pada tanggal 22 Februari 1955 sepasukan tentara yang ditempatkan di Lhong berangkat pagi-pagi jam 06.30 WSu, 16 tentara dari Peleton 32 Batalyon 142 menuju Kompi II di Lhok Nga untuk mengambil bahan makanan dan bensin. Pada sorenya satu satu truk membawa perbekalan dan bensin menuju Lhoong.<br /><br />Ibarat membungkus bangkai, pasti tercium bau. Pemimpin Redaksi Peristiwa Achmad Chatib Aly (sering disingkat menjadi Acha) melakukan investigasi yang luar biasa. Koran yang terbit di Jalan Merduati No. 98 Kutaradja menjadi tumpuan warga untuk mengetahui hal-hal yang coba disamar-samarkan itu. Kala itu, militer Indonesia memblokir jalan ke Tempat Kejadian Perkara (TKP). Acha tidak kehilangan akal dengan menyewa boat nelayan. Tugas jurnalistik ditunaikan dengan baik. Seminggu kemudian, Peristiwa edisi 3 Maret 1955 memuat laporan bernas di halaman satu dengan judul “Bandjir Darah di Tanah Rentjong”. Peristiwa edisi 10 Maret 1955 mencantumkan daftar warga yang ditembak oleh Batalyon 142, Peleton 32 dengan memakai senjata Bren, 2 mobil, 2 jeep, 2 truk.<br /><br />Tak ayal, berita ini dikutip oleh beberapa harian yang terbit di Jakarta seperti Indonesia Raya. kemudian dikutip oleh media terbitan luar negeri sepeti New York Times, Washington Post yang terbit di Amerika Serikat atau Asahi Simbun yang terbit di Jepang. Warga Aceh di Jakarta melancarkan protes keras kepada Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo agar mengirim misi menyelidiki kasus itu.<br /><br />Berdasarkan pemberitaan Peristiwa yang dirintis pada awal tahun 1954, Hasan Tiro yang tinggal di New York Amerika Serikat mengetahui sepak terjang Indonesia. Diplomat cerdas ini menilai eksekusi massa itu adalah genosida. Hasan Tiro yang dicabut paspor diplomatik Indonesia pada tahun 1954 semakin yakin, Aceh yang diibaratkan sebagai bagian dari puluhan kamar yang berteduh dalam rumah bernama Indonesia sudah waktunya dipertanyakan.<br /><br />Berhasilkah Hasan Tiro menempatkan kasus Cot Jeumpa, Pulot dan Leupeung dalam agenda PBB? Beberapa surat kabar terbitan Medan Sumatera Utara seperti Lembaga, Tangkas, dan Warta Berita menulis kasus yang dilapor oleh Hasan Tiro tertera dalam agenda PBB. “Bila kemudian tak dibicarakan di PBB itu lain soal. Kejadian di Aceh itu sudah jadi perhatian internasional,” tulis Zakaria M. Passe di Majalah Tempo edisi 24 Oktober 1987.<br /><br />Kekerasan oleh negara pada tahun 1955 terulang lagi di Aceh pada era reformasi seperti pembantaian di Beutong Ateueh, Simpang KKA, Bumi Flora dan lain-lain. Pembantaian demi pembantaian menjadi pelajaran agar hal-hal ini mesti dicegah dengan membangun konstruksi komunikasi. Tidak ada manusia yang bisa mencegah gempa bumi dan tsunami. Namun sebaliknya, masyarakat bisa mencegah konflik bersenjata.<br /><br />Pada dimensi lain, peran media seperti yang dilakukan oleh Pak Acha melalui koran Peristiwa dalam merawat ingatan generasi muda masa kini dan depan tetap mendapat porsi tersendiri. Korban kekerasan tidak bisa melupakan masa-masa pahit yang dialaminya. Korban kekerasan berpeluang untuk memaafkan masa lalu sambil mencoba berdamai dengan masa kini untuk merajut masa depan. Sedangkan bagi masyarakat, masa lalu adalah cermin untuk tidak mengulangi kesalahan lalu. Jika masa lalu diibaratkan seperti spion roda empat yang berukuran kecil dan diletakan di sisi kiri dan kanan serta dilirik sejenak saja, maka kaca depan kendaraan adalah masa kini dan masa depan yang mesti ditatap serius.<br /><br />Penulis :<br /><span style="font-weight: bold;">Murizal Hamzah</span><br />Penulis adalah editor Buku Biografi Wakapolri Jusuf Manggabarani, “Cahaya Bhayangkara”.<br />Sumber : <a href="http://serambinews.net/news/view/51053/tragedi-pulot-jeumpa">SerambiNews</a></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com28tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-62072519331217233682011-10-05T13:09:00.000-07:002011-10-05T13:21:32.739-07:00Peribahasa Aceh - Hadih Maja (0041-0050)0041.<br /><span style="font-weight: bold;">BeK HaRaP PaGeu KeuBee LaM PaDee, BeK HaRaP JaNToNG PeuReuLoH HaTe, JeuT LeuMieK TaNoH KeuBeu KeuMeuBaNG, LeuMieK Go PaRaNG GoB MaT KuaSa.</span><br /><br />0042.<br /><span style="font-weight: bold;">BeuHe RiMueNG Di DaLaM uTeuN, BeuHe BuYa Di DaLaM KRueNG.</span><br /><br />0043.<br /><span style="font-weight: bold;">GoB PaJoH BoH PaNaH, TaNYoe YaNG MeuGeuTaH.</span><span class="fullpost"><br /><br />0044.<br /><span style="font-weight: bold;">LaM GeuRuPoH MeuBeK Ta PeuLeuH MuSaNG, LaM RaGa PiSaNG BeK PeuLeuH TuPe.</span><br /><br />0045.<br /><span style="font-weight: bold;">MeuNYoe PiJeT TaBoH BaK SaPai, Ka TeuNTee GaTai Ta TeuMee RaSa, MeuNYoe SuLeT Ta BoH Keu PaNGKai, Ka TeuNTee KaNJaI Ta CoeK Keu LaBa.</span><br /><br />0046.<br /><span style="font-weight: bold;">Na GLe JiPeuGoeT Keu BLaNG, Na RuMoH JiPeuGoeT KeuRaNGKaNG</span><br /><br />0047.<br /><span style="font-weight: bold;">Ta MeueeN CaTo BeK LeuPaH-LeuPah, MeuNYoe RoH BoH 14 MaTee u PuNCa, Ta MeuTuTo BeK LeuPaH-LeuPaH. PeuLaRa LiDaH YoH GoH BiNaSa.</span><br /><br />0048.<br /><span style="font-weight: bold;">TeuNGKu JaMeuN PiJuT-PiJuT, GaDoH KaLueT BaCa Do’a, TeuNGKu JiNoe TumBon-TuMBoN, GaDoH eK TRoeN RiNYeueN iSTaNa.</span><br /><br />0049.<br /><span style="font-weight: bold;">TuLaK ToNG TiNGGaI TeM.</span><br /><br />0050.<br /><span style="font-weight: bold;">WaJeB uRoe JuM’aT , SuNaT uRoe RaYa, Meu uTaNG BaK JuDi, MeuJaNJi Ni BaK CiNTa, Me uCaP ‘oH BaLa, Meu RaTeB ‘oH GeuMPa.</span></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-2032112006375693572011-10-05T12:15:00.000-07:002011-10-05T12:18:11.316-07:00Peribahasa Aceh - Hadih Maja (0031-0040)0031.<br /><span style="font-weight: bold;">ABeH NYaWoeNG TuHaN TueNG, aBeH HaReuTa HuKoM PaJoH.</span><br /><br />0032.<br /><span style="font-weight: bold;">ADaT MeuKoH ReuBoNG, HuKoM MeuKoH PuReH, aDaT JeuT BeuRaNGKaHo TaKoNG, HuKoM HaNJeuT TaLaNGGeH.</span><br /><br />0033.<br /><span style="font-weight: bold;">Di LaoT Ka SaPeu PaKaT, TRoeH u DaRaT LaeN KeuNiRa.</span><span class="fullpost"><br /><br />0034.<br /><span style="font-weight: bold;">HaK BuYa Di DaLaM KRueNG, HaK RiMueNG BaK BiNeH RiMBa.</span><br /><br />0035.<br /><span style="font-weight: bold;">MeuNYoe GeT LaM HaTee, LaHee BaK ie RuPa, MeuNYoe BRoK LaM HaTee, LaHee BaK PeuGaH HaBa.</span><br /><br />0036.<br /><span style="font-weight: bold;">PaT RaNuB NYaNG HaNa MiRaH, PaT PeuNeuRaH NYaNG HaNa BaJo, PaT TuTo NYaNG HaNa SaLaH, HaNa BaK TeuNTe Na BaK DuDoe.</span><br /><br />0037.<br /><span style="font-weight: bold;">TaHeMaT YoH MaNToeNG Na, BeuTeuGoH THaT YoH GoH CiLaKa.</span><br /><br />0038.<br /><span style="font-weight: bold;">TeuNGoH TeuGa Ta iBaDaT, TaHaReuKaT YoH GoH MaTee.</span><br /><br />0039.<br /><span style="font-weight: bold;">uDeP SaRee MaTee SYaHiD</span><br /><br />0040.<br /><span style="font-weight: bold;">uLeue BaH MaTee RaNTeNG BeK PaTaH, BuT BeuJeuT GeuTaNYoe BeK LeuMah.</span></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2020804952599804066.post-44111197196565378682011-10-04T19:18:00.000-07:002011-10-04T20:33:07.832-07:00Serune Kalee, Alat Musik Tiup Khas Tradisional AcehSerune Kalee adalah instrumen tiup tradisional Aceh merupakan alat musit khas tradisional Aceh yang mampu mengalunkan instrumen-instrumen luar biasa yang mengiringi lagu-lagu nan syahdu maupun heroik yang telah lama berkembang dan dihayati oleh masyarakat Aceh sejak zaman Kerajaan-Kerajaan Aceh sampai sekarang.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-FYVNX3m8phE/TovPIZmDqiI/AAAAAAAABoY/KP6go1NoDok/s1600/Serune%2Bkalee%2B-%2BAlat%2Bmusik%2Bkhas%2Btradisional%2BAceh.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 242px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-FYVNX3m8phE/TovPIZmDqiI/AAAAAAAABoY/KP6go1NoDok/s320/Serune%2Bkalee%2B-%2BAlat%2Bmusik%2Bkhas%2Btradisional%2BAceh.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5659845099937573410" border="0" /></a><br /><br />Alat musik ini populer di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Barat. Biasanya alat musik ini dimainkan bersamaan dengan Rapai dan Gendrang pada acara-acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan di masa raja diraja zaman keemasan kerajaan Aceh Darussalam.<span class="fullpost"><br /><br />Serune Kalee bersama-sama dengan geundrang dan Rapai merupakan suatau perangkatan musik yang dari semenjak jayanya kerajaan Aceh Darussalam sampai sekarang tetap menghiasi/mewarnai kebudayaan tradisional Aceh disektor musik.<br /><br />Serune Kalee merupakan salah satu alat musik tiup tradisional Aceh. Alat musik ini merupakan salah satu jenis serunai atau clarinet yang tersebar dalam masyarakat Melayu.<br /><br />1. Asal-usul<br /><br />Kata Serune Kalee menunjuk pada dua hal yang berbeda. Kata yang pertama, Serune menunjuk pada alat tiup tradisional Aceh yang sering dimainkan bersama rapai. Sedangkan Kalee adalah sebutan sebuah nama desa di Laweung, Kabupaten Pidie. Sehingga, Serune Kalee mempunyai arti serunai dari Kalee. Pemberian nama tersebut mungkin dikaitkan dengan pembuatan atau pemunculannya.<br /><br />Peralatan musik ini tidak hanya digunakan oleh masyarakat Aceh, namun juga masyarakat Minangkabau, Agam, dan beberapa daerah lain di Sumatra Barat. Bahkan, persebaran perlengkapan ini mencapai Thailand, Srilanka, dan Malaysia. Alat musik sejenis ini juga didapati di daerah pesisir dan lain dari Provinsi Aceh, seperti Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar, dan Aceh Barat dengan sebutan serupa (Firdaus Burhan, ed. 1986: 81). Masing-masing daerah yang menggunakan musik jenis ini memberi berbagai macam variasi pada peralatan tersebut, sehingga bentuk dan namanya juga bermacam-macam. Namun, di antara beberapa variasi serune, terdapat kesamaan dalam nuansa suara yang dimunculkan, laras nada, vibrasi, volume suara, dinamika suaranya.<br /><br />Peralatan ini berbentuk memanjang bulat lurus dan bulat. Bagian atas peralatan ini berbentuk kecil, kemudian membesar hingga di ujung bagian bawah. Pada tubuhnya terdapat lubang-lubang untuk jari dengan ukuran yang cukup besar. Bagian paling bawah peralatan ini membesar seperti kelopak teratai. Untuk membawa peralatan ini cukup dimasukkan ke dalam kantong yang diberi pengikat pada tampuk kain, kemudian disandang di bahu.<br /><br />Berdasarkan data yang ada, peralatan ini sudah ada sejak masuknya Islam ke Aceh. Ada sebagian yang mengatakan peralatan ini berasal dari Tiongkok (Z. H. Idris, 1993: 48-49). Terlepas dari asumsi tersebut, pada kenyataannya memang Aceh pada zaman dahulu merupakan kerajaan yang terbuka. Hal tersebut menjadikan Aceh cukup ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai wilayah di luar negeri. Pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Aceh mempunyai posisi penting. Pada masa ini kebudayaan di Aceh juga berkembang dengan pesat, salah satunya adalah bidang kesenian, dengan corak Islam yang kental.<br />Saat ini peralatan Serune Kalee masih memegang peranan penting dalam berbagai pertunjukan kesenian, dalam berbagai upacara, serta acara-acara yang lain. Permainan musik Serune Kalee menjadi hiburan bagi masyarakat Aceh sejak dahulu hingga sekarang.<br /><br />2. Lintasan Sejarah Serunee Kalee<br /><br />Abad VII M Islam sudah berkembang di Aceh, seorang ulama dari Persi, Syech Abdullah membawa alat musik yaitu “Serunee Kalee” untuk mengajak para masyarakat belajar ilmu agama islam.<br /><br />Selanjutnya pada abad X seorang ulama besar : Syech Abdul Kadir Zaelani dari Arab / Iraq ke Aceh untuk mendampingi “Tuan Di Kandang Syech Bandar Darussalam” yang bernama Mahdum Abi Abdullah Syech Abdul Rauf Bagdadi untuk memperluas ilmu agama dan ilmu pengetahuan di Aceh dengan membawa Seni Rapa’I dan Debus asal Persia.<br />Serunee Kalee berkembang menjadi alat untuk penyambutan dan memuliakan tamu kenegaraan yang datang ke Kerajaan Bandar Aceh Darussalam. Serunee Kalee masih digunakan dalam acara adat-adat pernikahan, penyambutan tamu dan berkesenian di tengah masyarakat Aceh hingga saat ini.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-KIWT0mzlkCc/TovDBr2uj9I/AAAAAAAABoM/Z8XjpzeWXMA/s1600/Seune%2Bkalee%2B-%2BIsmail%2BSarong.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-KIWT0mzlkCc/TovDBr2uj9I/AAAAAAAABoM/Z8XjpzeWXMA/s320/Seune%2Bkalee%2B-%2BIsmail%2BSarong.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5659831790440714194" border="0" /></a><br /><br />Maestro Serunee Kalee yang selamat dari bencana tsunami Desember 2004 adalah : Ismail Sarong, Pimpinan Sanggar Putroe Ijoe Gampoung Pandee Banda Aceh.<br />Beliau seorang putra Aceh yang sudah melanglang buana ke manca negara untuk memperkenalkan Serunee Kale dan Seni Budaya Aceh<br /><br />3. Fungsi Serune Kalee<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/-DxpdvvR_1j8/Tou_BorB_fI/AAAAAAAABn4/Qj4wBiLQXsg/s1600/Serunee%2BKalee.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 278px;" src="http://1.bp.blogspot.com/-DxpdvvR_1j8/Tou_BorB_fI/AAAAAAAABn4/Qj4wBiLQXsg/s320/Serunee%2BKalee.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5659827391539838450" border="0" /></a><br />Serune Kalee sebagai alat primer, berperan membawa lagu yang lebih cenderung instrumentalia. Serune Kalee dimainkan dengan alunan suara yang terus-menerus dan tidak putus-putus. Suara tersebut dihasilkan dari teknik meniup dengan mengambil napas dari mulut dan hidung serta leher. Dengan suara Serune Kalee yang tajam musik akan terdengar dinamik, terkesan heroik, dan mendatangkan semangat. Gaya musikal Serune Kalee yang khas tidak akan terganggu atau mengganggu suara lain pada waktu ikut mengiringi alat tabuh semisal rapai (Z. H. Idris, 1993: 53).<br /><br />Selain digelar dalam berbagai pertunjukan atau sebagai pelengkap alat musik yang lain, alat musik tradisional ini juga berperan sebagai penunjang dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam yang berhubungan antarmanusia. Misalnya, upacara perkawinan, melepaskan nazar, penyambutan tamu, peresmian proyek, dan sebagainya (Z. H. Idris, 1993: 54).<br /><br />Saat ini peran Serune Kalee bukan hanya berhubungan dengan dakwah Islam, namun juga dalam berbagai kegiatan yang lain secara umum. Jenis alat musik serupa Serune Kalee juga banyak tersebar di berbagai daerah, bahkan hingga ke mancanegara.<br /><br />4. Bentuk Serune Kalee<br /><br />Wujud dan bentuk peralatan ini seperti pentungan, bulat, dan lurus mulai dari batas atas (mondstuk) hingga ke bagian bawah (bell). Bagian atas peralatan ini kecil dan membesar di bagian bawahnya. Di bagian badan atau tubuh terdapat lubang-lubang sebagai tempat memainkan nada yang diinginkan. Peralatan ini mempunyai warna dasar hitam, hal ini kemungkinan disebabkan oleh terlalu banyak dipegang atau memang warna dasar kayu yang dibuat untuk peralatan ini berwarna hitam yang fungsi sebagai pemanis atau penghias musik tradisional Aceh..<br /><br />Bahan dasar Serune Kalee ini berupa kayu, kuningan dan tembaga. Serune kalee yang terbuat dari kayu, bagian pangkal kecil serta di bagian ujungnya besar menyerupai corong. Di bagian pangkal terdapat piringan penahan bibir peniup yang terbuat dari kuningan yang disebut perise.Serune kalee ini mempunyai 7 buah lobang pengatur nada. Selain itu terdapat lapis kuningan serta 10 ikatan dari tembaga yang disebut klah (ring) serta berfungsi sebagai pengamanan dari kemungkinan retak/pecah badan serune tersebut. Alat ini biasanya digunakan bersama genderang clan rapai dalam upacara-upacara maupun dalam mengiringi tarian-tarian tradisional.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span class="fullpost"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/-9i8qn8hqvA8/Tou_Bxd95JI/AAAAAAAABoA/oZnSyMXlOrc/s1600/Serunee%2BKalee%2B2.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 295px; height: 320px;" src="http://2.bp.blogspot.com/-9i8qn8hqvA8/Tou_Bxd95JI/AAAAAAAABoA/oZnSyMXlOrc/s320/Serunee%2BKalee%2B2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5659827393900962962" border="0" /></a><span style="font-size:78%;"><span style="font-style: italic;">Bentuk dan bagian-bagian Serune Kalee</span></span></span><span style="font-size:78%;"><br /></span><span class="fullpost" style="font-size:78%;"><span style="font-style: italic;">Sumber: Z. H. Idris, 1993. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional</span></span><span style="font-size:78%;"><br /></span><span class="fullpost" style="font-size:78%;"><span style="font-style: italic;">Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta: Proyek Penelitian, Pengkajian,</span></span><span style="font-size:78%;"><br /></span><span class="fullpost" style="font-size:78%;"><span style="font-style: italic;">dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya, p. 58.</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Corak suara yang dihasilkan oleh peralatan ini adalah suara yang sengau (bindeng), serak (roco), tajam, dinamis, dan mendatangkan semangat ketika mendengarnya. Suara alat ini bisa terdengar hingga jauh tanpa menggunakan pengeras suara. Mungkin kerasnya suara yang dihasilkan oleh peralatan dikarenakan bahan baku pembuat Serune yang tua, keras, dan ringan (Z. H. Idris, 1993: 51).<br /><br />Pada peralatan ini tidak ada ornamen atau hiasan yang mencolok. Hanya berupa ukiran pada badan Serune Kalee. Ukiran ini tergurat dalam bentuk lurus mengelilingi badan Serune Kalee agar Serune Kalee tampak indah dan terkesan canggih. Pada bagian atas dekat mondstuck terdapat sebuah ring yang berfungsi sebagai pengaman agar peralatan ini tidak mudah retak. Selain itu, ring juga difungsikan sebagai hiasan. Bagian bell kadang dilapisi dengan plat perak yang diberi sedikit ukiran. Tidak ada makna secara simbolis untuk ukiran ini. Bila peralatan ini kita balik dengan bagian atas berada di bawah akan terlihat seperti sebuah pentungan atau pemukul beduk.<br /><br />5. Cara Pembuatan<br /><br />Bahan utama untuk membuat Serune adalah kayu yang kuat dan keras, namun ringan. Batang kayu yang akan dibuat Serune direndam terlebih dahulu selama tiga bulan. Kemudian ditarah sehingga yang tersisa adalah hati kayunya saja. Setelah itu kayu dibor dan dibubut mulai dari atas hingga ke bawah, sehingga membentuk lubang yang panjang lurus dengan garis tengah 2 cm. Selain membuat lubang pada kayu juga memerlukan bantuan korekan dengan pisau panjang dan perataan lubang dengan besi panas. Kemudian membuat lubang sebanyak tujuh buah, enam yang berada di atas atau bagian muka dan digunakan untuk interval nada, dan satu lagi berada di bawah yang tidak mempunyai utama. Meski tidak mempunyai fungsi utama ketika alat musik ini dimainkan, bila lubang bawah ini tidak ada, semua nada akan berubah dan alat musik ini sulit dibunyikan.<br /><br />Ratt dibuat dari daun lontar. Daun lontar untuk membuat bagian ini adalah daun lontar yang baik dan tidak terlalu tebal. Setiap ritt terdiri dari dua helai daun lontar. Ritt tersebut dihubungkan dengan lipai yang kemudian disambung dengan badan Serune Kalee. Pada bagian ujung tempat meniup Serune Kalee terdapat penahan bibir yang disebut “perise” sebagai penahan bibir pada waktu meniup. Bentuknya agak cembung ke depan menyesuaikan dengan bentuk bibir sehingga angin yang dihembuskan melalui bibir tidak akan keluar. Bahan untuk membuatnya adalah tempurung kelapa. Bagian ini juga diukir berbagai bentuk ornamen dengan ukuran panjang 6-8 cm dan lebar bagian tengah sekitar 4 cm.<br /><br />Proses pembuatan Serunee Kalee tidak didahului dengan upacara sebagaimana yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Aceh. Pembuatan alat musik ini juga tidak melibatkan kekuatan gaib atau sihir. Saat ini, pembuat atau pengrajin alat musik tiup tradisional ini tinggal beberapa orang. Selain hanya beberapa orang yang tersisa, jarang ada pemesanan pembuatan Serune Kalee.<br /><br />6.Cara Memainkan Serune Kalee<br /><br />Alat musik tradisional ini ditiup dengan posisi vertikal. Pemain alat ini dapat meniupnya sambil berdiri, duduk bersila di atas tikar, atau dapat juga dengan duduk di atas kursi. Dalam acara pertunjukan atau acara resmi, pemain Serune Kalee mengenakan pakaian adat. Seorang yang menjadi peniup Serune Kalee disyaratkan mempunyai gigi yang utuh dan pernapasan yang kuat, karena harus melakukan pengambilan dan penyimpanan napas secara kontinyu (Z. H. Idris, 1993: 54).<br /><br />Sementara itu, jari-jari kedua belah tangan berfungsi sebagai pengatur nada dengan membuka dan menutup lubang nada. Jari tangan inilah yang akan mengatur tinggi dan rendahnya nada. Komposisi pemain biasanya terdiri dari tiga orang, yaitu 1 orang peniup Serune Kalee, 1 orang penabuh gendrang, seorang yang lain memainkan rapai. Tekanan melodi biasanya jatuh pada ketok irama terakhir.<br /><br />Permainan musik Serune Kalee biasanya bertempo 2/4 atau 4/4 yang dapat dimainkan dalam irama andante, moderato, dan allegro. Formasi ideal dalam pertunjukan Serune Kalee adalah 1 buah Bulon Perindu, 8 rapai, 2 genderang, 4 rapai pase. Kadangkala peralatan musik ini digabungkan dengan berbagai jenis peralatan musik yang lain, seperti drum, gitar elektrik, bas, clarinet, dan lain-lain.<br /><br />7. Nilai-nilai<br /><br />Serune Kalee merupakan peralatan musik yang banyak digunakan masyarakat Aceh. Peralatan musik ini mengandung nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyararakat Aceh. Nilai-nilai tersebut adalah:<br /><br />• Nilai budaya<br /><br />Peralatan musik ini merupakan satu satu bagian dari kebudayaan masyarakat Aceh. Pertunjukan dan pengembangan peralatan musik ini merupakan salah satu bentuk pelestarian budaya. Selain itu, bentuk-bentuk pelestarian itu merupakan bentuk pengembangan kebudayaan lokal untuk dikenal oleh masyarakat secara luas. Hingga saat ini peralatan Serune Kalee masih digunakan, baik dalam berbagai pertunjukan yang bersifat seremonial perayaan maupun upacara adat.<br /><br />• Nilai seni<br /><br />Serune Kalee mengandung nilai seni yang tinggi. Peralatan ini dibuat dari bahan dan peralatan yang mudah didapatkan di sekitar tempat tinggal penduduk. Suara khas yang dihasilkan oleh Serune Kalee juga menjadi tanda bahwa peralatan ini mengandung keindahan tertentu. Serune Kalee merupakan peralatan yang cukup fleksibel, artinya dapat digabungkan dengan peralatan lain pada waktu digunakan. Kekhasan nada dan suara yang muncul dari peralatan ini, membuat musik yang dihasilkan ketika alat ini dipadukan dengan alat lain menjadi lebih dinamis.<br /><br />• Nilai tradisi<br /><br />Masyarakat Melayu terkenal dengan kekayaan tradisinya. Salah satu tradisi tersebut adalah pertunjukan musik Serune Kalee, baik yang dimainkan secara tunggal maupun dipadukan dengan peralatan lain. Lebih dari itu, Serune Kalee sebenarnya hanya merupakan salah satu varian dari alat serunai yang banyak tersebar dan menjadi peralatan musik masyarakat Melayu di berbagai daerah. Pertunjukan Serune Kalee dalam berbagai perhelatan merupakan salah satu wujud pelestarian tradisi yang ada di dalam masyarakat Melayu.<br /><br />• Nilai kearifan lokal<br /><br />Setiap masyarakat, setiap daerah mempunyai pandangan sendiri-sendiri baik mengenai, diri, orang lain, sejarah, dan kebudayaan mereka. Terdapat kearifan tertentu dalam setiap tradisi dan budaya yang senantiasa dihidupi oleh masyarakat tersebut. Tidak berbeda halnya dengan peralatan Serune Kalee.<br /><br />8. Penutup<br /><br />Serune Kalee merupakan salah satu peralatan musik tradisional masyarakat Aceh yang hingga saat ini masih dipelihara dalam berbagai pertunjukan. Hal ini dapat menjadi salah satu tolok ukur bahwa sebagian kebudayaan dan tradisi masih terpelihara dengan baik di masyarakat Aceh. Hal ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat di daerah lain dalam melestarikan dan mengembangkan kebudayaan dan tradisi merreka.<br /><br />(Mujibur Rohman/bdy/13/11-2010)<br /><br />Sumber foto: Firdaus Burhan, ed. 1986. Ensiklopedia Musik dan Tari Daerah, Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, p. 82.<br /><br />Referensi<br /><br />Firdaus Burhan, ed. 1986. Ensiklopedia Musik dan Tari Daerah, Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.<br />Z. H. Idris, 1993. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta: Proyek Penelitian, Pengkajian, dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya.<br /><br />Sumber :<a href="http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2646/serune-kalee-alat-musik-tradisional-aceh">Melayu Online</a>,<a href="http://aneukagamaceh.blogspot.com/2008/12/alat-musik-tradisional-di-nanggroe-aceh.html">Aceh Blogging</a>,<a href="http://blackjack21-historycal.blogspot.com/2010/08/lintasansejarah-serunee-kalee.html">Histories</a></span>Sang Penunggu Istana Darudduniahttp://www.blogger.com/profile/15874705061294775855noreply@blogger.com8