Sultanah Tajul Alam Safiatuddin diganti oleh Naqiyatuddin atau Seri Paduka Putroe yang ketika menjadi Sultanah diberi gelar Sultanah Nurul Alam Naqiyatuddin Syah. Ayahnya bernama Malik Radiat Syeikh Hitam, putera Firman Ali Riayat Syah. Putera Sayid Mukammil. Dalam menjalankan kesultanan, ia dibantu suaminya yang bernama Daeng Ahmad bin Abdul Rahim sebagai penasihatnya. Sayangnya, Naqiyatuddin hanya memerintah Aceh dalam waktu yang relatif singkat mulai tahun 1675 sampai 1678.
Menurut konstitusi kerajaan saat itu, Naqiyatuddin hanya berfungsi sebagai sultanah sementara kekuasaan kerajaan sehari-hari dijalankan oleh tiga orang panglima sagi yakni:
1. Panglima Polem, Uleebalang 22 mukim
2. Panglima Seutia Syekh Ulama, Uleebalang 25 mukim
3. Panglima Imeum Muda, Uleebalang 26 mukim
Sebenarnya lembaga tiga sagi ini didirikan pada masa Sultanah Tajul Alam Safiatuddin dan diberi mandat kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan seorang sultan. Menurut satu pendapat, lembaga tiga segi didirikan sebagai penyeimbang kekuasaan yang dipegang oleh Lembaga Orang Kaya yang sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh sultan.
Menurut Thomas Braddel dalam bukunya On the History of Acheen, pembentukan badan tiga sagi merupakan terobosan cerdas Tajul Alam Safiatuddin yang menandai diberlakukannya pembagian kekuasaan.
Secara administrasi, mulai pada zaman Sultanah Tajul Alam Safiatuddin, wilayah Aceh dibagi menjadi tiga sagi dan tiap sagi dipimpin oleh seorang panglima. Ketiga panglima sagi berkumpul dalam sutu forum panglima tiga sagi. Anggota forum panglima tiga sagi menjadi wakil wilayah masing-masing. Wilayah mereka dibagi atas mukim yang juga dikepalai oleh seorang pimimpin yang diberi gelar ulee balang. Pada saat itu, sagi pertama terdiri dan 22 mukim, sagi kedua 25 mukim dan ketiga 26 mukim.
Pada awalnya, lembaga tiga sagi berfungsi lembaga musyawarah kerajaan. Tetapi pada masa Naqiyatuddin, tugas dan fungsi menjadi lebih kuat karena mempunyai kekuasaan untuk memilih dan mengangkat seorang sultan atau sultanah bahkan menurunkannya dan tahta kerajaan. Peningkatan kekuasaan ini dikarenakan masuknya Panglima Polem menjadi panglima sagi 22 mukim. Panglima Polem adalah anak sultan lskandar Muda dan isteri kedua. Hanya saja, karena ia anak dan isteni kedua, maka Ia tidak diangkat sebagai raja. Walaupun demikian, Ia mempunyai pengaruh yang sangat kuat karena kedudukannya sebagai anak raja. Untuk mengakomodir posisinya yang sangat berpengaruh ini, maka kekuasaan lembaga panglima sagi ditingkatkan sehingga bisa memilih, mengangkat seseorang menjadi raja dan menurunkannya.
Di era Sultanah Nurul Alam Naqiyatuddin Syah, Aceh menghadapi banyak tantangan terutama serangan Belanda dan banyaknya daerah bawahan yang melepaskan diri. Naqiyatuddin tidak tinggal diam, untuk melawan Belanda Ia berhubungan baik dengan Inggris. Pada tahun 1678. Naqiyatuddin menyambut kedatangan utusan Inggris dan Madras.
Hj. Pocut Haslinda Hamid Azwar
Sumber : http://www.modusaceh-news.com
Menurut konstitusi kerajaan saat itu, Naqiyatuddin hanya berfungsi sebagai sultanah sementara kekuasaan kerajaan sehari-hari dijalankan oleh tiga orang panglima sagi yakni:
1. Panglima Polem, Uleebalang 22 mukim
2. Panglima Seutia Syekh Ulama, Uleebalang 25 mukim
3. Panglima Imeum Muda, Uleebalang 26 mukim
Sebenarnya lembaga tiga sagi ini didirikan pada masa Sultanah Tajul Alam Safiatuddin dan diberi mandat kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan seorang sultan. Menurut satu pendapat, lembaga tiga segi didirikan sebagai penyeimbang kekuasaan yang dipegang oleh Lembaga Orang Kaya yang sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh sultan.
Menurut Thomas Braddel dalam bukunya On the History of Acheen, pembentukan badan tiga sagi merupakan terobosan cerdas Tajul Alam Safiatuddin yang menandai diberlakukannya pembagian kekuasaan.
Secara administrasi, mulai pada zaman Sultanah Tajul Alam Safiatuddin, wilayah Aceh dibagi menjadi tiga sagi dan tiap sagi dipimpin oleh seorang panglima. Ketiga panglima sagi berkumpul dalam sutu forum panglima tiga sagi. Anggota forum panglima tiga sagi menjadi wakil wilayah masing-masing. Wilayah mereka dibagi atas mukim yang juga dikepalai oleh seorang pimimpin yang diberi gelar ulee balang. Pada saat itu, sagi pertama terdiri dan 22 mukim, sagi kedua 25 mukim dan ketiga 26 mukim.
Pada awalnya, lembaga tiga sagi berfungsi lembaga musyawarah kerajaan. Tetapi pada masa Naqiyatuddin, tugas dan fungsi menjadi lebih kuat karena mempunyai kekuasaan untuk memilih dan mengangkat seorang sultan atau sultanah bahkan menurunkannya dan tahta kerajaan. Peningkatan kekuasaan ini dikarenakan masuknya Panglima Polem menjadi panglima sagi 22 mukim. Panglima Polem adalah anak sultan lskandar Muda dan isteri kedua. Hanya saja, karena ia anak dan isteni kedua, maka Ia tidak diangkat sebagai raja. Walaupun demikian, Ia mempunyai pengaruh yang sangat kuat karena kedudukannya sebagai anak raja. Untuk mengakomodir posisinya yang sangat berpengaruh ini, maka kekuasaan lembaga panglima sagi ditingkatkan sehingga bisa memilih, mengangkat seseorang menjadi raja dan menurunkannya.
Di era Sultanah Nurul Alam Naqiyatuddin Syah, Aceh menghadapi banyak tantangan terutama serangan Belanda dan banyaknya daerah bawahan yang melepaskan diri. Naqiyatuddin tidak tinggal diam, untuk melawan Belanda Ia berhubungan baik dengan Inggris. Pada tahun 1678. Naqiyatuddin menyambut kedatangan utusan Inggris dan Madras.
Hj. Pocut Haslinda Hamid Azwar
Sumber : http://www.modusaceh-news.com
Kemana keturunan2 Raja Acheh pada masa sebelum iskandarmuda..???.. mereka juga pewaris kerajaan...seolah2 kerajaan Acheh hak sepenuhnya keturunan iskandarmuda..seharusnya di berlakukan menurut garis keturunan...