Nenek moyang kita sudah merancang bangunan yang peduli pada kondisi alam sekitarnya dengan membuat rumah yang tahan gempa.
Pekan lalu Bisnis berkesempatan berkunjung ke Nanggroe Aceh Darussalam, yang dalam suasana porak poranda usai bencana tsunami. Di rumah tradisional yang tahan gempa inilah Bisnis bermalam.
Rumah tradisional Aceh oleh warga setempat disebut rumoh Aceh. Bentuknya seragam, yakni persegi empat memanjang dari timur ke barat. Konon, letak yang memanjang itu dipilih untuk memudahkan penentuan arah kiblat.
Dari segi ukir-ukiran, rumoh Aceh di tiap-tiap kabupaten di Provinsi NAD tidaklah sama. Masing-masing punya ragam ukiran yang berbeda.
Menurut Mohammad Isa, warga desa Lamsiem, saat ini jumlah rumah tradisional di kampungnya makin berkurang karena biaya yang diperlukan untuk membuat rumoh Aceh sudah jauh lebih mahal dibandingkan membangun rumah biasa/modern. Biaya perawatannya pun tak kalah menguras kantung.
Warga yang kebanyakan hidup sebagai pekerja, akhirnya memilih untuk membangun rumah modern. Kenyataan seperti itu sudah terjadi sejak 30 tahun lalu.
Padahal pada waktu lampau mayoritas warga di pemukiman rata-rata tinggal di rumah tradisional yang terbuat dari kayu dan beratap rumbia itu. Bahkan mereka yang berkecukupan, menghias rumah kayunya dengan ukir-ukiran dan ornamen lain. Sedangkan warga yang hidup pas-pasan, cukup membangun rumah kayu tanpa ukiran dan ornamen.
Tidak aneh, sebab hingga 1980-an warga masih mudah mendapatkan kayu sehingga biaya untuk membangun rumoh Aceh waktu itu terjangkau. Tapi, saat ini biaya untuk membangun rumah tradisional sudah dua kali lipat dari biaya rumah modern.
Komponen utama
Meski di tiap kabupaten/kota detilnya berbeda, rumoh Aceh secara umum memiliki komponen utama yang sama. Komponen utama rumoh Aceh ini diungkap dalam buku Budaya Masyarakat Aceh. Komponen itu adalah:
-Seuramou-keu (serambi depan) , yakni ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu laki-laki, dan terletak di bagian depan rumah. Ruangan ini juga sekaligus menjadi tempat tidur dan tempat makan tamu laki-laki.
-Seuramou-likoot (serambi belakang), fungsi utama ruangan ini adalah untuk menerima tamu perempuan. Letaknya di bagian belakang rumah. Seperti serambi depan, serambi ini juga bisa sekaligus menjadi tempat tidur dan ruang makan tamu perempuan.
- Rumoh-Inong (rumah induk), letak ruangan ini di antara serambi depan dan serambi belakang. Posisinya lebih tinggi dibanding kedua serambi tersebut. Rumah induk ini terbagi menjadi dua kamar. Keduanya dipisahkan gang atau disebut juga rambat yang menghubungkan serambi depan dan serambi belakang.
- Rumoh-dapu (dapur), biasanya letak dapur berdekatan atau tersambung dengan serambi belakang. Lantai dapur sedikit lebih rendah dibanding lantai serambi belakang.
- Seulasa (teras), teras rumah terletak di bagian paling depan. Teras menempel dengan serambi depan.
- Kroong-padee (lumbung padi), berada terpisah dari bangunan utama, tapi masih berada di pekarangan rumah. Letaknya bisa di belakang, samping, atau bahkan di depan rumah.
- Keupaleh (gerbang), sebenarnya ini tidak termasuk ciri umum karena yang menggunakan gerbang pada umumnya rumah orang kaya atau tokoh masyarakat. Gerbang itu terbuat dari kayu dan di atasnya dipayungi bilik.
- Tamee (tiang), kekuatan tiang merupakan tumpuan utama rumah tradisional ini. Tiang berbentuk kayu bulat dengan diameter 20-35 cm setinggi 150-170 cm itu bisa berjumlah 16, 20, 24, atau 28 batang. Keberadaan tiang-tiang ini memudahkan proses pemindahan rumah tanpa harus membongkarnya.
Di masa lalu, atap rumoh Aceh terbuat dari rumbia. Jika terjadi kebakaran, atap rumbia itu bisa diturunkan hanya dengan memotong salah satu tali pengikat yang terbuat dari rotan atau ijuk.
Dulu, di depan tangga menuju rumah, biasanya terdepat guci. Benda ini berfungsi untuk menyimpan air untuk cuci kaki setiap hendak masuk ke rumah.
Salah satu bagian yang juga penting pada rumoh Aceh adalah tangga. Biasanya, tangga rumah terletak di bawah rumah. Setiap orang harus menyundul pintu dengan kepala supaya terbuka dan bisa masuk.
Jumlah anak tangganya, selalu ganjil. Satu lagi yang khas dari rumoh Aceh adalah bangunan tersebut dibuat tanpa paku.
Untuk mengaitkan balok kayu yang satu dengan yang lain cukup digunakan pasak atau tali pengikat dari rotan atau ijuk. Sebagian masyarakat Aceh, kadang juga menjadikan pekarangannya sebagai tempat pemakaman.
Secara lebih modern, kini rumah tradisional Aceh dari berbagai kabupaten/ kota diabadikan modelnya di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh.
Taman seluas 6 hektare itu dibangun dengan meniru Taman Mini di Jakarta. Namun kompleks itu tidak ada lagi sekarang, telah disapu bersih oleh gelombang tsunami pekan lalu.
Sumber : http://aergot.wordpress.com
Pekan lalu Bisnis berkesempatan berkunjung ke Nanggroe Aceh Darussalam, yang dalam suasana porak poranda usai bencana tsunami. Di rumah tradisional yang tahan gempa inilah Bisnis bermalam.
Rumah tradisional Aceh oleh warga setempat disebut rumoh Aceh. Bentuknya seragam, yakni persegi empat memanjang dari timur ke barat. Konon, letak yang memanjang itu dipilih untuk memudahkan penentuan arah kiblat.
Dari segi ukir-ukiran, rumoh Aceh di tiap-tiap kabupaten di Provinsi NAD tidaklah sama. Masing-masing punya ragam ukiran yang berbeda.
Menurut Mohammad Isa, warga desa Lamsiem, saat ini jumlah rumah tradisional di kampungnya makin berkurang karena biaya yang diperlukan untuk membuat rumoh Aceh sudah jauh lebih mahal dibandingkan membangun rumah biasa/modern. Biaya perawatannya pun tak kalah menguras kantung.
Warga yang kebanyakan hidup sebagai pekerja, akhirnya memilih untuk membangun rumah modern. Kenyataan seperti itu sudah terjadi sejak 30 tahun lalu.
Padahal pada waktu lampau mayoritas warga di pemukiman rata-rata tinggal di rumah tradisional yang terbuat dari kayu dan beratap rumbia itu. Bahkan mereka yang berkecukupan, menghias rumah kayunya dengan ukir-ukiran dan ornamen lain. Sedangkan warga yang hidup pas-pasan, cukup membangun rumah kayu tanpa ukiran dan ornamen.
Tidak aneh, sebab hingga 1980-an warga masih mudah mendapatkan kayu sehingga biaya untuk membangun rumoh Aceh waktu itu terjangkau. Tapi, saat ini biaya untuk membangun rumah tradisional sudah dua kali lipat dari biaya rumah modern.
Komponen utama
Meski di tiap kabupaten/kota detilnya berbeda, rumoh Aceh secara umum memiliki komponen utama yang sama. Komponen utama rumoh Aceh ini diungkap dalam buku Budaya Masyarakat Aceh. Komponen itu adalah:
-Seuramou-keu (serambi depan) , yakni ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu laki-laki, dan terletak di bagian depan rumah. Ruangan ini juga sekaligus menjadi tempat tidur dan tempat makan tamu laki-laki.
-Seuramou-likoot (serambi belakang), fungsi utama ruangan ini adalah untuk menerima tamu perempuan. Letaknya di bagian belakang rumah. Seperti serambi depan, serambi ini juga bisa sekaligus menjadi tempat tidur dan ruang makan tamu perempuan.
- Rumoh-Inong (rumah induk), letak ruangan ini di antara serambi depan dan serambi belakang. Posisinya lebih tinggi dibanding kedua serambi tersebut. Rumah induk ini terbagi menjadi dua kamar. Keduanya dipisahkan gang atau disebut juga rambat yang menghubungkan serambi depan dan serambi belakang.
- Rumoh-dapu (dapur), biasanya letak dapur berdekatan atau tersambung dengan serambi belakang. Lantai dapur sedikit lebih rendah dibanding lantai serambi belakang.
- Seulasa (teras), teras rumah terletak di bagian paling depan. Teras menempel dengan serambi depan.
- Kroong-padee (lumbung padi), berada terpisah dari bangunan utama, tapi masih berada di pekarangan rumah. Letaknya bisa di belakang, samping, atau bahkan di depan rumah.
- Keupaleh (gerbang), sebenarnya ini tidak termasuk ciri umum karena yang menggunakan gerbang pada umumnya rumah orang kaya atau tokoh masyarakat. Gerbang itu terbuat dari kayu dan di atasnya dipayungi bilik.
- Tamee (tiang), kekuatan tiang merupakan tumpuan utama rumah tradisional ini. Tiang berbentuk kayu bulat dengan diameter 20-35 cm setinggi 150-170 cm itu bisa berjumlah 16, 20, 24, atau 28 batang. Keberadaan tiang-tiang ini memudahkan proses pemindahan rumah tanpa harus membongkarnya.
Di masa lalu, atap rumoh Aceh terbuat dari rumbia. Jika terjadi kebakaran, atap rumbia itu bisa diturunkan hanya dengan memotong salah satu tali pengikat yang terbuat dari rotan atau ijuk.
Dulu, di depan tangga menuju rumah, biasanya terdepat guci. Benda ini berfungsi untuk menyimpan air untuk cuci kaki setiap hendak masuk ke rumah.
Salah satu bagian yang juga penting pada rumoh Aceh adalah tangga. Biasanya, tangga rumah terletak di bawah rumah. Setiap orang harus menyundul pintu dengan kepala supaya terbuka dan bisa masuk.
Jumlah anak tangganya, selalu ganjil. Satu lagi yang khas dari rumoh Aceh adalah bangunan tersebut dibuat tanpa paku.
Untuk mengaitkan balok kayu yang satu dengan yang lain cukup digunakan pasak atau tali pengikat dari rotan atau ijuk. Sebagian masyarakat Aceh, kadang juga menjadikan pekarangannya sebagai tempat pemakaman.
Secara lebih modern, kini rumah tradisional Aceh dari berbagai kabupaten/ kota diabadikan modelnya di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh.
Taman seluas 6 hektare itu dibangun dengan meniru Taman Mini di Jakarta. Namun kompleks itu tidak ada lagi sekarang, telah disapu bersih oleh gelombang tsunami pekan lalu.
Sumber : http://aergot.wordpress.com
soh meunasah jeuet-jeuet sagoe,
yang na ramee sit meuedua teumpat,
Jambo madat ngon geuelanggang ......
Gak enak... bukak blog ini... ada lagunya... ribet kliii... jadi ngak serius bacanya...
menarik semoga design skrg bisa dikembang spt itu..
Rumah adat Aceh sgt bagus and keren More Again tahan gempa,i'm very like this it's.sejarah peninggalan Kerajaan Aceh wajib kita jaga & lestarikan...
saya berharap agar rumah aceh terus d lestarikan.... jangan sampai anak cucu kita tidak mengenal rumah adatnya sendiri. karena sekarang rumah aceh semakin langka.... dan membutuhkan modal yang besar untuk membuatnya
supaya leubeh mantap lom dan ureung meubaca beutah. background lagu adak jeut bekna...!!!!