Wednesday, 6 November 2013

Ketika Kerajaan Aceh Darussalam di gempur Amerika, Pelabuhan Kuala Batee di Susoh Rata dengan tanah

"...Kerajaan Aceh  Darussalam pernah digempur Amerika Serikat akibat politik dagang dan provokasi Belanda. Pelabuhan Kuala Batee di SusohSusoh Sekarang Salah satu kecamatan di Kabupatenm Aceh Barat Daya ) pun rata dengan tanah...."


Sejak tahun 1789 Kerajaan Aceh Darussalam sudah menjalin hubungan dagang dengan Amerika Serikat. Kapal-kapal dari Amerika datang untuk memuat lada yang kemudia diangkut ke Amerika Serikat, Eropa dan Cina. Menurut M Nur El Ibrahimy dalam buku Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh, setiap tahun diangkut sekitar 42.00 pikul atau sekitar 3.000 ton. Pusat perdagangan itu dilakukan di Pelabuhan Kuala Batee, Susoh.

Sejak tahun 1829, karena harga lada di pasaran internasional merosot, jumlah kapal Amerika yang datang ke pelabuhan Kerajaan Aceh Darussalam mulai menurun. Di antara kapal yang datang dalam masa kemerosotan ekonomi itu adalah kapal Friendship milik Silsbee, Pickman, dan Stone di bawah pimpinan nakhoda Charles Moore Endicot, seorang mualim yang sering membawa kapalnya ke Kerajaan Aceh Darussalam.


Pada 7 Februari 1831 kapal tersebut berlabuh di pelabuhan Kuala Batee, Aceh Selatan. Ketika Endicot dan anak huahnya berada di daratan, tiba-tiba kapal tersebut dibajak oleh sekelompok penduduk Kuala Batee. Akan tetapi, dapat dirampas kembali oleh kapal-kapal Amerika yang kebetulan saat itu berada di perairan Kuala dengan kerugian sebesar US $ 50.000 dan tiga anak buahnya terbunuh.

Peristiwa itu kemudian menimbulkan sejumlah tanda tanya. Pasalnya, selama setengah abat menjalin hubungan dagang belum pernah terjadi perompakan seperti itu. Menurut M Nur El Ibrahimy, ada beberapa penyebab terjadinya peristiwa tersebut.

Pertama, peristiwa itu dipicu oleh kekecawaan orang Aceh yang selalu ditipu oleh Amerika dalam perdagangan lada. Hal itu diketahui sustu ketika, berat lada yang dibeli dari Kerajaan Aceh Darussalam 3.986 pikul tapi ketika dijual kembali oleh Amerika beratnya menjadi 4.583 pikul. Hal itu dilakukan melalui pemalsuan takaran timbangan. “Caranya, melalui sebuah sekrup yang dapat dibuka di dasar timbangan yang berbohot 56 lbs., diisi 10 atau 15 pon timah sehingga dalam satu pikul lada orang Aceh dikecoh sebanyak 30 kati,” jelas M Nur El Ibrahimy.

Penyebab lainnya, perompakan itu terjadi akibat provokasi Belanda karena Amerika telah berhasil menguasai perdagangan lada dikawasan pantai barat-selatan Aceh. Belanda ingin merusak nama baik Kerajaan Aceh Darussalam dimata dunia dengan tuduhan bajak laut dan tidak mampu melindungi kapal-kapal asing yang berlabuh diperairannya.

Kerajaan Aceh Darussalam membantah hal itu, kepada para pedagang asing dan dunia internasional kerajaan Aceh Darussalam memberi penjelasan bahwa perompakan itu ditunggangi Belanda. Belanda sengaja mempersenjatai sebuah kapal Kerajaan Aceh Darussalam yang dirampasnya. Kapal itu dinahkodai oleh seorang suruhan Belanda yang bernama Lahuda Langkap.

Saat merompak kapal Friendship milik Amerika di Kuala Batee pada 7 Februari 1831, Lahuda Langkap dan anak buahnya yang dibayar Belanda dalam perampokan itu menggunakan bendera Kerajaan Aceh Darussalam.

Pembajakan kapal Friendship itu kemudian tersiar luas di Amerika Serikat menjadi jelas ketika kapal tersebut tiba kembali di pelabuhan Salem pada tanggal 16 Juli 1831. Senator Nathanian Silsbee, salah seorang pemilik kapal Friendship dan Partai Whip (Partai Republiken) yang beroposisi terhadap pemerintahan Presiden Jackson, sekaligus seorang politikus yang sangat berpengaruh pada masa itu, langsung menyurati Presiden Jackson pada tanggal 20 Juli 1831.

Silsbee meminta agar Pemerintah Amerika menuntut ganti rugi atas pelanggaran yang dilakukan oleh penduduk Kuala Batee terhadap kapal Friendship. Ia juga menyampaikan petisi yang ditandatangani oleh seluruh pedagang Salem kepada Pemerintah Amerika Serikat. Isinya, meminta agar dikirimkan kapal perang ke perairan Kerajaan Aceh Darussalam untuk menuntut ganti rugi dan penguasa yang bertanggung jawab atas Kota Pelabuhan Kuala Batee.

Di samping itu, salah seorang pemilik kapal Friendship yang lain. Robert Stones, bersarna dengan Andrew Dunlop dan salah seorang sahabatnya yang dekat dengan Presiden Jackson, meminta kepada Menteri Angkatan Laut, Levy Woodbury, agar mendesak Presiden Jackson mengirim kapal perang ke Kuala Batee. Silsbee sendiri secara pribadi menulis surat kepada Woodbury, menggambarkan betapa besar keresahan yang ditimbulkan oleh peristiwa Kuala Batee di kalangan pedagang-pedagang Salem.

Pemerintah Amerika sebelum menerima imbauan dari Senator Silsbee telah memutuskan akan mengambil tindakan terhadap pelanggaran atas kapal Friendship di Kuala Baree itu. Setelah membaca peristiwa itu dalam surat-surat kabar, Woodbury segera memerintahkan agar disiapkan segala keperluan untuk menuntut ganti rugi atas pelanggaran tersebut.

Sebelum menerima surat dan Silsbee, dia telab mengadakan konsultasi dengan Presiden Jackson pada tanggal 21 Juli 1831. Tujuannya, mendapatkan persetujuan Presiden atas surat yang akan dikirim kepada Silsbee. Isi surat ini meminta informasi mengenai peristiwa Kuala Batee. Selain itu, juga dalam rangka memberi tahu Presiden bahwa dia sedang mempersiapkan eskader Pasifik untuk melaksanakan suatu tugas di Sumatra.

Ketika Presiden Jackson menerima imbauan Silsbee, tanpa ragu-ragu segera mendukung dengan membubuhi disposisi singkat dalam surat tersebut, isinya, meminta agar kasus Kuala Batu menjadi perhatian, serta kalau diangap perlu pemerintah Amerika melalui Menteri Angkatan Laut harus mengeluarkan surat perintah kepada Kapten kapal Potomac.

Potomac merupakan kapal perang terbaik dalam armada Amerika Serikat waktu itu. Ketika kasus Kuala Batee jadi pembicaraan di Amerika, kapal tersebut sedang dalam persiapan membawa Menteri Luar Negeri Amerika Van Buren ke Inggris. Akan tetapi atas perintah Presiden Jackson kapal itu dialihtugaskan untuk berangkat ke Kerajaan Aceh Darussalam.

Pada tanggal 9 Agustus 1831, Komodor John Downes, selaku kapten Potomac diberi instruksi yang lengkap mengenai segala tindakan yang harus dilakukan sesampainya di Kuala Batee. Pertama-tama dia harus mencari informasi lebih dahulu mengenai insiden di Kuala Batee.

Apabila informasi yang diperoleh sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh kapten kapal Friendship di Washington maka dia harus menuntut ganti rugi atas kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang Aceh terhadap kapal Friendship. Kalau tuntutan itu tidak dipenuhi, dia harus menangkap pelaku-pelaku kejahatan tersebut dan inembawa mereka ke Amerika Serikat untuk diadili sebagai bajak laut.

Perintah lainnya, benteng-benteng di Kuala Batee harus dimusnahkan. Sebaliknya, bila informasi yang diperoleh di Kuala Batee berbeda dengan keterangan Kapten Kapal Friendship, maka Amerika hanya meminta ganti rugi serta menghukum pelakunya.

Pada 29 Agustus 1831, kapal Potomac berangka dari New York ke Kerajaan Aceh Darussalam dengan membawa 260 marinir. Sebelum sampai di Kuala Batee Komodor John Downes kapten kapal tersebut melakukan penyimpangan terhadap instruksi Menteri Angkatan Laut Amerika yang diterimanya.

Ia terpengaruh dengan cerita yang didengarnya dan kapten kapal Friendship, Endicot, dan orang-orang Inggris yang dijumpainya di Tanjung Harapan dalam pelayarannya ke Kuala Batee, yaitu bahwa harapan untuk mendapat ganti rugi dan penguasa Kuala Batee tidak mungkin terpenuhi.

Ia mengirim Letnan Marinir Shubrick untuk mengamat-amati keadaan di darat, tapi penduduk Kuala Batee tidak terkecob oleh penyamaran yang dilakukan Downes. Mereka lalu berkumpul di pantai untuk menghadapi sesuatu kemungkinan. Mendengar laporan yang demikian dan Shubrick, Downes memerintahkan untuk mendarat dengan kekuatan seluruh anak buah Potomac dan mengepung benteng-benteng yang berada di pantai Kuala Batee serta menangkap pemimpin-pemimpinnya.

Subuh 6 Februari 1832, sebanyak 260 orang marinir Amerika di bawah pimpinan Shubrick mendarat di Kuala Batee dan mengepung benteng-benteng yang ada di sana. Namun, karena ada perlawanan maka marinir Amerika membunuh semua yang berada di dalam benteng-benteng, termasuk wanita dan anak-anak serta merampas segala sesuaru yang berharga.

Setelah melakukan pembunuhan itu, mariner Amerika mengundurkan diri dengan dua orang diantara mereka tewas dan sembilan luka-luka. Downes kemudian memerintahkan menembaki kota pelahuhan Kuala Batee melalui meriam-meriam dari kapal Potomac. Seketika Pelabuhan Kuala batee pun jadi abu.

Tindakan Downes itu dikecam oleh sebagian politikus Amerika, diantaranta George Bencroft, yang pada waktu penembakan Kuala Batee berada di atas kapal Potomac. Sebagian harian Amerika yang terbit di Washington, seperti harian dagang yang sangat berpengaruh, Nile’s Weekly Register, kuga mengecam tindakan tersebut.

Pada tanggal 23 Juli 1832 seorang anggota DPR Amerika, Henry A.S. Dearborn dan Partai Republik Massachusetts yang beroposisi, mengajukan sebuah mosi yang meminta agar Presiden Jackson menyampaikan kepada Kongres mengenai Instruksi Downes untuk menggempur Kuala Batee, dan laporan tentang peristiwa tersebut. Mosi ini diterima oleh sidang. Pada hari itu juga, Presiden Jackson memenuhi permintaan kongres, tetapi minta agar hal tersebut jangan dipublikasikan sebelum laporan lebih lanjut diterima.

Dalam sidang Sabtu malam, tanggal 24 Juli 1832, permintaan Presiden itu diperdebatkan. Anggota Dearborn berpendapat bahwa hal tersebut harus dipublikasikan karena bila menutup-nutupi peristiwa tersebut, Downes akan mendapatkan sorotan jelek dari khalayak ramai. Sebaliknya, Ketua Komisi Urusan Angkatan Laut, Michael Hoffman dan Partai Dernokrat New York, menentang pendapat Dearborn dengan suatu amandemen bahwa peristiwa tersebut dapat dipublikasikan, tetapi harus menunggu laporan lebih lanjut.

Dalam amanat tahunannya, Presiden Jackson tidak menyinggung sama sekali peristiwa penggempuran Kuala Batee oleh Potomac yang dipimpin Downes. “Hal mi menunjukkan bahwa peristiwa pembakaran Kuala Batee dan pernbantaian penduduknya oleh marinir Amerika telah dipeti-es'kan (dibekukan),” tulis M Nur El Ibrahimy.

Oleh : Iskandar Norman
Sumber : Atjeh Cyber

No comments:

Post a Comment